Sam tersadar ketika matahari telah tenggelam di ufuk barat. Untung saja operasinya berjalan dengan lancar. Semua orang masih di ruangan itu saat Sam pertama kali mengucapkan sepatah kata.
"A-An ... Annisa."
Elka yang lebih dulu tersentak, kemudian Annisa. Dua perempuan itu mendekat ke brankar, diikuti para cowok lainnya.
"Sam?" Annisa memanggil cowok itu.
"Lo bisa denger suara gue, Sam?" lanjut Elka.
Pemuda yang terbaring di brankar itu meringis. "Suara lo terlalu kuat," jawabnya pelan.
"Syukurlah ...."
Elka kemudian memberikan kode kepada teman-temannya yang lain, agar meninggalkan Annisa dan Sam di ruangan itu. Sembari berdeham-deham, Elka berujar, "Gue sama yang lain mau ngelapor ke polisi dulu ya, Sam. Mereka sempat ke kafetaria. Mau nyusul ke sana dulu."
"O-oke," jawab Sam terbata.
Saat pintu ruangan inap itu tertutup. Baik Sam atau Annisa, belum ada yang membuka suaranya. Annisa duduk di samping brankar, kepalanya tertunduk, matanya kembali memanas. Isak tangis gadis itu menjadi yang pertama kali memecah keheningan.
Sam membeliak kaget. "Hei, lo kenapa?"
Kepala Annisa menggeleng-geleng, seiring tangisnya yang semakin pecah.
"Nis, Nisa?" Sam memaksakan tubuhnya duduk, namun ia segera meringis memegangi bahunya.
"Jangan banyak gerak dulu, Sam," ujar Annisa dengan suara bergetar. "Kamu baru aja selesai operasi."
"Lo kenapa?"
"A-aku nggak apa-apa. Aku hanya lagi bersyukur aja kamu bisa sadar secepat ini."
"Kalau gitu jangan nangis," kata Sam tegas. "Kalau lo bersyukur, jangan nangis!" ulangnya lagi.
"Tapi aku nggak bisa," balas Annisa dengan suara yang semakin serak. Gadis itu menangis lagi. "Air mataku tetap mau jatuh, ini gimana?"
Sam menghela napas pelan. Diliriknya gadis yang masih terisak itu. Tipikal Annisa, jujur dan apa adanya.
"Lo nggak apa-apa 'kan?" tanya Sam setelah tangis Annisa berangsur-angsur melemah.
"Nggak apa-apa kamu bilang?" Suara Annisa yang serak bercampur dengan aksen kekesalan. "Aku cemas minta ampun! Aku merasa bersalah! Aku takut kamu bakal ninggalin aku, ngerti nggak 'sih?!"
Sam mengerjap lambat, terlalu kaget. Bukannya cewek ini tadi menangis sesegukan, ya? Terus kenapa sekarang ....
"Lo PMS?"
"Nggak usah ngalihin pembicaraan!" sergah Annisa ketus. "Ngapain kamu sampai segitunya, huh?"
"Emangnya salah kalau gue mau menyelamatkan nyawa seseorang yang gue sayang?"
"Salah!" balas Annisa cepat, nyaris seperti tak berpikir. "Kamu pikir menyelamatkan nyawa seseorang yang kamu sayang dengan cara mengorbankan nyawamu, itu benar? SALAH!" katanya membentak. "Itu salah, Sam ...." Annisa kembali melemah, bisa ia rasakan air mata kembali memberontak ingin keluar. "Asal kamu tahu aku kebingungan, aku ketakutan, kalau kamu benar-benar sayang, jangan ninggalin aku. Itu nggak benar."
Sam tertegun. "Tapi ... g-gue nggak mungkin membiarkan ada bahaya di sekitar lo, Nisa."
"Aku juga begitu!" balasnya tegas.
"Jadi ...?" Sebelah kening Sam terangkat. Annisa menatapnya polos, kemudian mengerjap seperti baru sadar akan sesuatu. "Lo juga sayang gue, gitu maksudnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]
Mystery / Thriller[END] Fantasi-misteri [Disarankan membaca dua buku sebelumnya : AOS dan ASD Ada banyak misteri di dunia ini tentang makhluk yang tidak bisa dinalar oleh otak. Tetapi sesungguhnya, mereka ada. Terkadang bahkan berbaur di antara kita. Untuk menjaga ke...