Bagian 23

2.2K 304 165
                                    

Pengen tahu dong, kalian dari daerah mana saja?

****

Akibat pertemuannya dengan Zato semalam, pikiran Elka bercabang. Ditambah lagi ia tidak bisa menghubungi Ledrik. Entah kemana dua makhluk itu, tak mengabarinya sama sekali.

Sekarang di meja makan, Elka duduk bersama Ayahnya dalam keadaan hening. Makanan di depan mereka tak tersentuh, seakan masing-masing enggan dan lebih memilih tenggelam dengan pikiran masing-masing.

"Kamu tidak berpikir untuk membantu bangsa vampir, bukan?" Suara berat Haris memulai obrolan pagi itu. Ya, cepat atau lambat mereka akan membahas topik ini juga. "Jangan berpikir yang aneh-aneh, Elka. Hiduplah seperti sebelum kamu mengetahui fakta ini."

"Ayah pikir aku bisa? Setelah semua yang aku tahu, Ayah pikir aku bisa mengabaikan fakta itu sekenaknya?"

"Elka ...."

"Ternyata semua mimpiku selama ini bukanlah mimpi belaka. Tetapi potongan dari ingatanku yang hilang," ujar Elka membuat Haris terkejut. "Sejak awal bunda nggak pernah menyembunyikan jati diri dan kekuatannya. Aku juga melihat senjata itu." Elka mengecilkan suaranya di akhir kalimat.

"Jangan berpikir aneh-aneh dan lupakan semuanya!" perintah Haris tegas. Namun, pria itu harus tahu bahwa Elka bukan sosok yang mudah untuk dinegosiasi hal seperti ini.

"Ayah menyuruhku melupakan jati diri yang sebenarnya? Apa Ayah bercanda?" Elka menatap Ayahnya tak kalah tegas. "Aku memang akan membantu Desca. Aku akan membantunya menyelesaikan misi, dengan atau tanpa izin Ayah!"

"ELKA!"

"Ternyata fakta ini yang selalu Ayah hindari, hingga Ayah lebih memilih tenggelam dalam kesibukan perusahaan?" Haris tertegun mendengar itu. "Ayah ingin melupakan semuanya setelah apa yang terjadi dan menewaskan bunda."

Haris memijit pelipisnya, melepas kacamata yang mendadak terasa sangat berat bertengger di hidung mancungnya itu. "Sudahlah, Elka. Ayah rasa kita terlalu jauh membahasnya. Lupakan dulu, makanlah lalu berangkat sekolah. Ayah akan mengantarmu."

Bukannya menuruti, Elka malah meraih ransel di kursi sebelahnya, menyampirkan benda itu ke bahu kanan lantas berdiri. "Aku sudah selesai."

"ELKA!" Bentakan itu sama sekali tak membuat langkah Elka berhenti.

Haris mendesah kasar di tempatnya. Tak ia sangka kepulangannya malah menghadali sikap keras kepala Elka seperti ini. Haris memegangi kepalanya yang terasa panas.

"Lihat anakmu, Echi. Dia benar-benar mewarisi darahmu dengan sempurna," guman Haris seraya mendecak keras.

****

Mood Elka benar-benar hancur pagi ini. Ditambah dengan tidak hadirnya Desca, sungguh Elka merasa dibodohi. Setelah obrolan panjang dengan topik yang membuat kepalanya mengepul itu, Desca pergi tanpa kabar apa pun? Apa mereka bercanda? Apa selama ini Elka sudah terlalu bersikap manis hingga mereka merasa berhak melakukan hal sekenaknya?

Elka menggeram kemudian mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Elka!" panggil Andra, kemudian meringis kala tatapan Elka menghunusnya. "Sorry, soalnya dari tadi lo kayak ngelamun."

Mendengus keras, Elka tak menjawab.

Saat ini mereka berada di pinggir lapangan milik SM Internasional High School yang biasanya digunakan untuk upacara. Di pinggir lapangan itu dikelilingi pepohonan rindang dan terdapat meja pun bangku panjang yang nyaman untuk bersantai di bawah pohon itu.

Elka yang duduk di ujung meja, kembali tak bersuara dengan satu tangan menyanggah kepala.

"Elka, kamu baik-baik saja?" Kali ini suara lembut Annisa menegurnya.

Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang