Suara desisan angin malam yang menerbangkan tirai-tirai jendela berwarna putih, menimbulkan bunyi gemerisik kecil. Elka dan Rimba berpandangan, kompak memalingkan wajah ke arah jendela. Ranting kayu dari pohon mangga di luar jendela itu bergesekan dengan kaca jendela akibat embusan angin yang menggerakannya.
"Sialan banget, gue pikir apaan," gumam Elka menggerutu. Di sampingnya Rimba juga mengembuskan napas lega.
"Andra, orang yang lo maksud benar-benar akan masuk ke rumah ini?"
"Benar. Dia sudah di halaman depan."
"Kalian di mana?" Itu suara Annisa.
"Di jalanan depan rumah, gue di warung kopi sementara Adira lagi makan di pedagang kaki lima. Kami aman, nggak mencurigakan sama sekali. Situasi di area sini lumayan menguntungkan."
Penjelasan itu mengundang dengusan lega dari Elka, begitupun Rimba.
"Matiin lampu senter kalian semua. Matiin ponsel, dan segera cari tempat persembunyian. Jangan panik!" Rimba mengintruksikan. Di sampingnya, Elka sudah melakukan hal yang ia perintahkan.
Elka menatap ke arah jendela. Rembulan bersinar sangat terang malam ini, bersamaan dengan angin yang lumayan kencang. Cahaya lembut rembulan menyapa kamar berukuran luas ini, barang-barang di dalamnya walau berdebu tetapi masih bisa digunakan dan cukup rapi. Ranjang berwarna biru laut dengan motif doraemon itu sangat menguatkan dugaan bahwa pemilik kamar adalah seorang perempuan.
"Celaka bagi gue dan Annisa. Kamar yang kami tempati benar-benar polos. Hanya ada satu ranjang di sini."
"Apa?" Rimba memekik kaget. Suaranya tertaha karena panik.
"Sembunyi di kolong tempat tidur!" perintah Elka mengusulkan.
"Sempit." Suara Annisa mencicit, Elka bisa membayangkan ekspresi enggan gadis itu. "Bagaimana mungkin kami—"
"Sembunyi! Orang itu benar-benar masuk!"
Pekikan Andra memposisikan Sam dan Annisa pada pilihan terakhir dari usulan Elka. Dua remaja itu bergegas menuju ranjang, membaringkan tubuh dan berginsut masuk ke kolong tempat tidur. Sam agak menurunkan selimut hitam itu agar membantu persembunyian mereka. Annisa mencengkram bagian atas kaus Sam, melampiaskan ketakutannya. Sam bisa merasakan kulit gadis itu dingin, ada sedikit getar dari genggamannya.
Menahan tubuh dengan sebelah tangan, Sam menoleh kepada Annisa. Gadis itu balas menatapnya.
"Tenang, jangan takut. Lo aman sama gue," kata Sam menenangkan.
Annisa menarik napas panjang sebelum mengangguk.
Di sisi lain, Elka dan Rimba sudah berhasil mendapatkan posisi sembunyi mereka. Di dalam lemari. Beruntung kamar itu mempunyai lemari pakaian yang besar. Elka dan Rimba duduk berhadapan dengan kaki yang menekuk. Sepasang lutut mereka bertemu di tengah, menjadi pembatas. Gantungan beberapa kemeja menghalangi tubuh mereka. Jika hanya dilihat sekilas, keberadaan keduanya memang tak diketahui. Dugaan mereka benar, pemilik kamar ini perempuan, terbukti dari baju-baju di dalamnya.
"Sepertinya ini kamar Karin," ucap Elka sangat pelan. Mendesis, nyaris tanpa suara, namun Rimba bisa mendengarnya.
"Ya."
Suara pintu yang terbuka membuat kebungkaman mengambil alih. Rimba dan Elka hanya bisa berbicara lewat tatapan, dan masing-masing memasang telinga. Keheningan itu membuat setiap gerakan orang di bawah sana terdengar menggema. Suara pintu yang tertutup.kembali membuat Elka memejam sebentar, agak takut juga.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Rimba sedikit cemas, dia masih ingat terhadap trauma Elka.
Elka menatapnya dengan tenang, sementara keringat dingin sudah membasahi sebagian wajahnya. "Gue nggak sendiri. Ada lo, jadi gue bisa lebih tenang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]
Mystery / Thriller[END] Fantasi-misteri [Disarankan membaca dua buku sebelumnya : AOS dan ASD Ada banyak misteri di dunia ini tentang makhluk yang tidak bisa dinalar oleh otak. Tetapi sesungguhnya, mereka ada. Terkadang bahkan berbaur di antara kita. Untuk menjaga ke...