Tetaplah bernafas, walau hidupmu tidak berguna :)
. . .
Lisa tampak lelah saat menaiki anak tangga untuk sampai di rooftop yang letaknya berada di gedung paling atas, itu berarti ia harus menaiki puluhan anak tangga. Jika tidak karena pita itu Lisa sangat enggan menaiki puluhan tangga ini. Lisa sedikit heran dengan Elang, apakah cowok itu tidak capek sering naik turun puluhan anak tangga?
Sesampainya di depan pintu rooftop, Lisa mengatur nafasnya sejenak yang terlihat ngos-ngosan. Setelah cukup tenang dan nafasnya kembali normal, barulah Lisa menggenggam knop pintu dan membuka perlahan pintu tersebut yang tidak dikunci.
Terpaan angin menyambut kedatangan Lisa, hal pertama yang bisa Lisa lihat yaitu jejeran gedung-gedung yang menjulang tinggi, tanpa disadari senyum manis Lisa kembali terpatri.
Lisa melangkahkan kakinya menelusuri seluruh rooftop, namun betapa terkejutnya ia saat mendapati cowok yang ia cari sedang bergelut dengan sebuah alat penghisap. Lisa tertegun, ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang, lidahnya begitu kelu untuk mengeluarkan suara, badannya menegang di tempat. Elang, cowok itu, cowok itu sedang menghisap sabu-sabu lengkap dengan sebuah alat penghisap.
Menyadari kehadiran seseorang, Elang langsung menyembunyikan alat dan barang yang menjadi candunya itu. Namun terlambat, orang tersebut sudah melihat aksinya. Elang menatap tajam ke arah Lisa yang berjarak sekitar 8 meter dari tempat ia duduk.
Lisa menghembuskan nafas pelan, lalu ekspresi wajahnya berubah menjadi senyum ramah. Lisa berjalan mendekati Elang, cowok itu masih menatap tajam ke arahnya, dan Elang juga tampak terkejut dengan kehadirannya.
"Hai Elang, gue ganggu lo ya?" tanya Lisa disertai cengiran. Tanpa melontarkan kata yang membahas tentang apa yang dilakukan Elang tadi, Lisa lebih memilih menanyakan hal lain.
"Lo lihat tadi?" tanya Elang dengan wajah khawatir.
"Lihat apa ya, Lang? Gue cuma lihat lo yang lagi duduk santai di sini,terus ..." Lisa menggantungkan ucapannya, lalu pandangannya ia alihkan ke bangunan-bangunan di bawah dan tersenyum lebar. "Terus gue lihat bangunan-bangunan keren di sini, indah banget ya, Lang, pantes aja lo betah ada di sini."
Lisa tidak menjawab perihal ia yang menyaksikan Elang saat bergelut dengan barang haram itu.
"Ada lagi?" tanya Elang dengan wajah yang semakin datar.
"Udah itu aja," jawab Lisa disertai senyumnya.
"Gue tau lo bohong, lo udah lihat semuanya!"
Lisa kembali tersenyum dan kali ini lebih lebar.
"Elang, apapun yang lo lakuin. Segera berhenti ya, Lang." Lisa membalikkan badannya dan tidak menghadap Elang lagi.
"Sepertinya lo lagi sibuk, maaf ya Lang kalau gue ganggu. Gue ambil pitanya kalau lo udah gak sibuk lagi aja. Gue turun duluan." Setelah mengatakan itu Lisa langsung berlari menuju pintu tanpa menoleh ke arah Elang.
Elang semakin terkejut dengan apa yang dimaksud Lisa, ia tidak mengerti pita apa yang dimaksud gadis itu.
🦅🦅🦅
"Gimana? Ketemu sama Elangnya?" tanya Dira saat Lisa tiba kembali di kelas, dan untung saja guru belum masuk.
"Elang gak di kelas, di rooftop juga gak ada," jawab Lisa menutupi fakta sebenarnya.
"Yaudah temui besok aja," timpal Karin dan mendapat senyum antusias dari Lisa.
. . . .
Elang menghempaskan tubuhnya ke kasur, otaknya kembali berputar mengingat kejadian beberapa jam lalu di rooftop. Ucapan Lisa terngiang-ngiang di kepalanya.
"Elang, apapun yang lo lakuin. Segera berhenti ya, Lang."
Elang menutup rapat kepalanya dengan bantal, mencoba menghempaskan perkataan gadis itu. Berhenti? Apakah bisa ia berhenti mengkonsumsi obat penenang jiwanya dikala kehancuran menghinggapi dirinya?
Selama satu tahun lebih Elang mengkonsumsi obat-obatan terlarang itu, masikah ia bisa berhenti? Ia tidak yakin dengan kata Berhenti.
Elang mencampakkan bantal yang digunakan untuk menutup kepalanya ke sembarang arah. Ia memposisikan dirinya duduk di tepi ranjang, lalu menundukkan badannya sampai kedua tangannya mengenai sepatu.
Elang membuka kedua sepatunya dan melempar asal, setelah itu ia beralih mengambil tasnya yang tergeletak di lantai untuk diletakkan di atas meja. Namun, Elang terheran saat melihat sebuah pita berwarna biru muda menyangkut di bagian tas kainnya.
Ia melepaskan pita tersebut, sedikit susah karena pita itu nyangkut dengan kuat di tasnya. Elang menatap bingung pita di tangannya.
"Punya siapa ini?" tanya Elang pada dirinya.
"Gue ambil pitanya kalau lo udah gak sibuk lagi aja."
Perkataan gadis tersebut kembali berputar, Elang mengerti sekarang mengapa gadis bernama Lisa tersebut repot-repot ke atas rooftop untuk menghampirinya. Ternyata karena pita ini, Elang tersenyum tipis lalu meletakkan pita tersebut ke dalam laci mejanya.
🦅🦅🦅
"Mama gak mau tau, pokoknya nanti malam pita itu harus ada di rambut kamu lagi, Lisa!"
Lisa hanya menunduk lesuh saat mamanya memarahi dirinya. Kini mamanya sudah tau tentang pita pemberiannya yang hilang.
"Iya Lisa usahain, Ma" ucap Lisa lesuh.
"Harus di usahain dong, walaupun harganya tidak mahal,tapi kenangannya itu, yaampun bisa-bisanya kamu ceroboh," ujar Isabel dengan gemas.
"Maaf Ma."
Lisa masih menunduk, seperti inilah ia jika sudah dimarahi mamanya.
"Sudah-sudah, Isabel. Kamu terlalu berlebihan memarahi Lisa. Ayolah, hanya sekedar pita."
Kini Firman pun ikut menimbrung setelah sedari tadi hanya menyaksikan istri dan anaknya yang membahas pita.
"Apa? Hanya sekedar pita kamu bilang? Kamu tidak ingat apa kenangan di pita itu, ha?" Isabel menjewer telinga Firman dengan gemas, Lisa yang menyaksikan hal itu hanya terkekeh, wajah murungnya sudah hilang.
Sadar kesempatan sedang berpihak padanya, Lisa langsung melongos pergi dari ruang keluarga, ia berlari kecil menaiki tangga memasuki kamarnya sebelum mamanya menahan.
"Lisa, mama belum selesai ngomong!"
Bruuaakkk
Suara pintu tertutup berbunyi dengan nyaring, Lisa segera mengunci pintu kamarnya dan berbaring di kasur. Ia bernafas lega, kali ini ia bisa lolos dari amukan sang Mama.
"Mama kalau sudah ngamuk ngerih bener, ihh," gumam Lisa disertai kekehan ringan.
Sosok Elang terlintas di pikiran Lisa, sebenarnya apa alasan cowok itu mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Lisa semakin penasaran dengan kehidupan Elang sebenarnya, ia rasa cowok itu butuh seorang teman.
Dibalik wajah datar dan mata tajamnya, Lisa yakin, banyak kesakitan dan kepahitan di balik wajah itu.
Wajar saja murid-murid Jaya Tama menyebut Elang freak, cowok itu emang benar-benar aneh dan sulit dimengerti.
Lisa beranjak dari kasurnya kemudian duduk di meja belajarnya. Ia mengambil salah satu buku diary yang masih kosong di meja belajarnya, lalu membuka buku diary berwarna biru langit tersebut.
Di awal lembaran buku diary itu, Lisa menuliskan dua kata yang menjadi judul besarnya.
"Dear Elang"
🦅🦅🦅
Gue penasaran, kehidupan seperti apa yang sedang lo hadapi sekarang, Elang?
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBRASTA
Teen FictionSEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo."