[25] Ampun Pak Pol!

175 32 8
                                    

Hidup tanpa tantangan terasa hambar. ( ꈍᴗꈍ)

. . .

Jam sudah menunjukkan pukul dua sore. Elang langsung merapikan alat kerjanya dan menutup rapat bengkel dikarenakan sore ini ia dan Lisa sudah ada janji untuk bertemu.

Sudah hampir empat hari belakangan Elang dan Lisa terlihat asik belajar bersama. Setiap jam dua sore mereka akan pergi ke taman Hijau sekedar menghabiskan waktu membahas ulang materi yang akan diujikan.

Awalnya Elang menolak mentah-mentah saat Lisa mengajaknya untuk belajar bareng. Bertahun-tahun sekolah Elang tidak pernah belajar saat menghadapi ujian, baginya itu semua tidaklah penting. Karena itu Elang selalu mendapat peringkat terakhir di kelasnya. Lagipula tidak ada yang kecewa jika Elang selalu mendapat peringkat terakhir, dan tidak ada pula yang bangga jika Elang mendapat peringkat pertama.

Tapi tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, ada Lisa yang menginginkan Elang untuk berubah, ada Lisa yang meminta Elang untuk memikirkan masa depannya, dan mau tidak mau Elang harus menuruti kemauan Lisa.

Setibanya di apartemen Elang langsung membersihkan badannya, kemudian ia memasukkan dua buku paket ke dalam tas. Dan dilanjutkan dengan memakai jaket hitam miliknya.

Setelah semuanya sudah selesai Elang langsung keluar dari apartemen. Namun tiba-tiba saja hp di kantong bajunya bergetar. Elang langsung mengambil hp tersebut dan menggeser layar sehingga menampilkan nama Bagas. Masih tetap melangkah Elang menerima panggilan dari Bagas.

"Gue sibuk!" ucap Elang tanpa basa-basi.

Elang yakin Bagas menelponnya hanya untuk menyuruhnya membeli cilok atau seblak. Laki-laki berperawakan tinggi itu emang suka banget sama kedua makanan tersebut. Dan seringkali Bagas menelfon Elang hanya sekedar menyuruhnya membeli makan itu, dengan terpaksa Elang benar-benar membelikannya.

"Buset, gue nelfon lo bukan buat nyuruh beli seblak anjing!"

Suara Bagas terdengar panik.

"To the point!" Elang menaiki motornya.

"Gue di kejar-kejar Pak Pol nih, tolongin dong."

"Derita!"

"Buset, punya temen gak ada akhlak."

Elang memutar kedua bola mata malas, bukan sekali ini Bagas di kejar-kejar polisi.

"Bantuin gue dong Lang, gue ditinggal sama Cincan. Ini gue lagi ngumpet di kamar mandi warga."

"Di mana lo?"

"Jalan Kembang."

Tuutttttt.

Elang langsung mematikan sambungan telefon dan menghubungkan sambungan telefon ke nomor Lisa. Beberapa detik kemudian sambungan telefon terhubung.

"Assalamualaikum, Lang. Udah di mana?"

"Waalaikumsalam, gue masih di apartemen."

"Oh yaudah, gue tunggu ya Lang."

Elang menggigit bibir bawahnya, ia tidak enak menyuruh Lisa pergi ke taman duluan.

"Em, Lis. Lo pergi duluan aja ya."

Tidak ada sahutan dari Lisa, Elang langsung mengecek sambungan telefon dan ternyata masih terhubung. Ia takut kalau Lisa akan marah.

"Gue mau nolongin Bagas, lo pergi duluan aja. Selesai dari Bagas gue langsung nyusul lo ke taman."

"Yaudah gak apa-apa, Lang. Ntar gue minta anterin Mama aja."

ELBRASTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang