Bersabar untuk hari esok yang lebih baik.
. . .
"Kalau masih pusing istirahat saja di ruangan saya," ucap pak Andi.
Lisa tersenyum hangat dan mengangguk kecil.
Beberapa menit kemudian mobil pak Andi tiba di SMA Jaya Tama. Lisa mengucapkan terimakasih terlebih dahulu kemudian pamit keluar.
"Lisa." Pak Andi meraih tangan Lisa, gadis itu tak jadi membuka pintu mobil.
"Iya?" Senyum manis Lisa masih terpatri.
"Tidak jadi," ucap pak Andi salting, ia menggaruk tengkuk lehernya.
Lisa mengangguk kecil, kemudian benar-benar keluar dari mobil pak Andi. Ia takut kalau ada murid lain yang melihatnya pergi bersama pak Andi walupun selama ini belum ada yang tau.
Biasanya Lisa dan pak Andi pergi ke sekolah sangat pagi, namun kali ini mereka sedikit terlambat dari biasanya.
Keadaan sekolah masih sepi, Lisa akhirnya bisa bernapas lega. Ia tidak langsung mengambil langkah ke kelas. Ada beberapa buku yang harus Lisa balikkan ke perpustakaan bawah.
"Assalamualaikum."
Lisa mengetuk pintu perpustakaan, tak menunggu lama pintu akhirnya terbuka menampilkan wanita dewasa.
"Waalaikumsalam. Eh Kalisa rupanya, Mbak kira murid lain," ucap Mbak Giyah.
Mbak Giyah merupakan penjaga perpustakaan yang sudah sangat akrab dengan Lisa. Tidak hanya menjaga, mbak Giyah juga tinggal di perpustakaan. Terdapat kamar kecil yang dikhususkan untuk penjaga perpustakaan seperti mbak Giyah.
"Maaf pagi-pagi ganggu mbak Giyah, Lisa mau balikin buku ini."
"Ah, nggak apa-apa. Mbak juga sebentar lagi mau buka. Ayo masuk!"
Lisa melemparkan senyum ramah dan ikut masuk ke dalam perpus.
"Letak di meja aja, Sa. Jangan lupa tanda tangan ya. Mbak mau dandan dulu," ucap mbak Giyah sambil berjalan memasuki kamarnya.
"Oke mbak Giyah," timpal Lisa.
Setelah menandatangani kertas pengembalian buku Lisa berpamitan pergi ke kelas.
Di perjalanan menuju kelas Lisa terus mengecek ponselnya, berharap ada satu pesan saja yang masuk dari Elang. Tapi nihil, Elang belum juga mengabarinya.
"Lisa!"
Suara yang begitu familiar menghentikan langkah Lisa. Ia pun segera membalikkan badannya dan mendapati Karin, Nadia, dan Vina yang tengah berlari menghampirinya.
"Lo udah nggak apa-apa kan? Masih ada yang sakit? Mau gue pijitin lagi?"
Nadia melontarkan pertanyaan bertubi-tubi setibanya.
"Gue udah baikan kok, Nad. Makasih ya."
"Beneran, Lis?" tanya Vina.
Lisa mengangguk semangat membuat ketiga cewek di hadapannya bernapas lega.
"Elang belum ngabarin lo juga? Gue nelpon dia juga nggak diangkat," cetus Vina.
"Be-"
Ucapan Lisa terpotong saat mendapati sosok Elang yang berjalan ke arahnya. Sontak senyum Lisa mengembang.
"Nah, itu Elang!" celetuk Nadia membuat pandangan Karin dan Vina beralih.
"Elang!" panggil Lisa sambil melambaikan tangannya.
Elang berjalan semakin mendekat, namun raut wajah cowok itu sangat berbeda dari biasanya. Kali ini raut wajah Elang lebih dingin. Lisa sadar dengan perubahan raut wajah Elang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBRASTA
Teen FictionSEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo."