Ada yang tertawa seperti tidak terjadi apa-apa untuk menutupi sebuah luka.
. . .
"Nggak terasa ya, Senin depan udah UN aja," ucap Nadia tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
"Iya," timpal Karin seadanya.
"Lisa sama Dira lama banget pilih bukunya."
Nadia semakin gusar menunggu Lisa dan Dira yang tak datang-datang. Cacing di perutnya sudah meronta-ronta kelaparan, sudah tiga puluh menit berlalu mereka belum juga balik dari toko buku.
"Lo kalau udah lapar makan duluan aja!"
"Nggak mau, ntar diomel Dira."
"Terserah lo deh."
Percakapan keduanya pun berakhir sampai situ hingga beberapa menit kemudian mereka saling diam dan fokus pada laptop masing-masing.
"Maaf ya, kalian jadi nunggu lama."
Lisa dan Dira akhirnya pun datang membawa beberapa buku yang akan mereka bahas nanti.
"Macet parah," seru Dira sambil mengelap keringat di pelipisnya.
"Makan dulu ya, gue udah lapar banget."
Ketiga gadis tersebut mengangguk, kemudian menyantap makanan yang sudah dipesan.
Lisa menatap layar ponselnya yang menampilkan panggilan dari pak Andi, ia terdiam sejenak hingga akhirnya memutuskan untuk menolak panggilan dari pak Andi.
Ujian nasional tinggal hitungan hari, Lisa tidak ingin diganggu oleh siapapun. Fokusnya sekarang adalah belajar dan belajar, bahkan permasalahannya dengan Elang harus ia lupakan sejenak.
Biarlah hubungannya dengan Elang renggang untuk saat ini, tapi setelah semua ujian sekolah berakhir Lisa berjanji akan memperbaiki hubungannya dengan Elang.
"Beberapa hari ini gue sering perhatiin Lita."
Ucapan Dira membuat Lisa dan lainnya mengehentikan suapan di mulut mereka, dahi ketiganya mengernyit bingung tanda kalau mereka tidak mengerti dengan arah pembicaraan Dira.
"Bukan hanya Lita, semua orang yang ada di kelas juga sering lo perhatiin," celetuk Karin yang tau betul dengan sikap Dira. Teman sekelasnya ini emang sering sekali memperhatikan gerak-gerik orang-orang.
"Tapi kali ini gerak-gerik Lita buat gue penasaran."
"Penasaran gimana, Ra?" tanya Lisa.
Dira menyeruput minumannya sejenak, lalu tak lama ia mulai membuka kembali suaranya.
"Gue penasaran luka-luka di tangan sama wajahnya itu karena apa?"
Dira tampak berpikir sedangkan Lisa dan lainnya terkejut dengan ucapan Dira.
"Maksudnya gimana sih?" tanya Nadia gemas karena Dira terus mengoceh tanpa memberi penjelasan.
"Kemarin gue jumpa Lita di toilet, gue nggak sengaja lihat luka di tangannya. Kayak luka cambukan gitu, terus matanya sedikit lebam. Kira-kira Lita kenapa ya?"
Lisa, Nadia dan Karin saling bertatapan.
"Lo tanya aja langsung ke orangnya!" seru Karin yang tak mau ambil pusing.
"Susah, Rin. Tuh anak kayak makhluk halus, tiba-tiba udah ngilang aja pas mau gue samperin," ucap Dira sambil melanjutkan suapan di mulutnya.
"Apapun yang terjadi dengan Lita, kita nggak bisa memaksakan diri untuk tau apa yang terjadi. Doain aja semoga Lita selalu dalam lindungan Allah dan baik-baik aja," timpal Lisa bijak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBRASTA
Teen FictionSEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo."