Suka sekali mencampuri urusan orang lain. Heran. \(^o^)/
. . .
Elang dan Bagas tiba di salah satu komplek perumahan yang letaknya sangat jauh dari pusat kota. Keduanya bahkan menempuh perjalanan selama dua jam lebih agar tiba di komplek perumahan tersebut.
"Kartu masuknya," pinta sang penjaga gerbang.
Bagas memberikan kartu yang dimaksud dan dengan sigap sang penjaga segera membuka gerbang.
Ini lah peraturan yang berlaku di komplek perumahan tersebut. Tidak sembarang orang bisa masuk, dan hanya orang-orang tertentu yang memiliki kartu masuk.
"Dia teman saya Om," ucap Bagas saat Elang tidak diperbolehkan ikut masuk.
Penjaga tersebut tampak berpikir sejenak, namun selanjutnya ia membukakan gerbang untuk Elang.
Motor keduanya pun kembali melaju hingga sampai di tempat tujuan.
Dari luar rumah-rumah megah tersebut tampak biasa saja, lingkungannya juga tampak seperti perumahan pada umumnya. Tapi siapa sangka, rumah-rumah megah tersebut menjadi tempat pembuatan narkotika.
Elang dan Bagas masuk ke dalam rumah yang paling megah dari rumah-rumah yang lain. Walaupun sebelumnya pernah ikut Bagas masuk ke dalam rumah tersebut, entah mengapa Elang menjadi sedikit takut untuk masuk.
Ruang depan rumah tampak seperti biasanya, terdapat sofa dan hiasan dinding yang tertata rapi. Tapi langkah Elang dan Bagas tidak berhenti sampai di ruangan itu. Keduanya terus mengambil langkah hingga sampai di ujung ruangan yang hanya terdapat satu pintu.
Pintu tersebut tidak sembarang pula bisa dibuka, tidak ada kunci bahkan kenop pintu. Hanya ada tombol-tombol angka yang menjadi kunci pintu tersebut.
Bagas yang sudah biasa membuka langsung memencet enam digit angka. Dan pintu pun langsung terbuka. Namun ternyata mereka belum sampai di tempat yang di tuju.
Keduanya berjalan kembali menuju pojok ruangan hingga menjumpai pintu yang membawa mereka masuk ke dalam ruang bawah tanah.
Ruang bawah tanah tersebut sangat luas, bahkan luasnya melebihi rumah yang paling megah.
"Banyak perubahan," gumam Elang. Pandangannya menyapu seluruh ruangan yang masing-masing pintunya tertutup rapat.
Bagas membawa Elang masuk ke dalam salah satu ruangan yang terletak di tengah-tengah. Keduanya langsung disambut hangat oleh pria tampan yang memiliki usia jauh di atas mereka.
"Hallo adik-adik Abang," sapa pria bernama Bov tersebut dengan ramah.
Elang dan Bagas mengangguk kecil dengan senyum ramah pula. Keduanya dipersilahkan duduk di hadapan Bov.
"Tumben nih dedek Elang main ke sini," seru Bov yang tersenyum jahil.
"Rindu sama Abang sendiri masa nggak boleh," timpal Elang dengan kekehan pula.
Walaupun hanya beberapa kali bertemu, Elang dan Bov sudah sangat akrab. Bov yang merupakan pemilik komplek sekaligus pemilik produksi barang-barang haram tersebut sangat baik kepada Bagas maupun Elang.
"Gimana kabar lo?" tanya Elang.
"Baik gue mah, makin kaya malah," jawab Bov santai membuat Elang geleng-geleng kepala.
"Nggak usah banyak basa-basi, buruan Bang! Aelah," celetuk Bagas tak santai. Rasa kantuknya masih terasa. Ia ingin segera merebahkan tubuhnya kembali.
"Nggak sopan lo sama bos sendiri!" Bov mengeplak kepala Bagas dengan gulungan kertas, namun hanya ditimpali cengiran lebar oleh Bagas.
"Bang," panggil Elang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBRASTA
Teen FictionSEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo."