Untuk kalian yang sedang tidak bahagia. Tolong jangan rebut kebahagiaan orang lain. (. ❛ ᴗ ❛.). . .
Suasana malam yang dingin sama sekali tidak membuat Elang kedinginan. Cowok itu malah melepas pakaiannya hingga hanya menyisahkan celana pendek.
Tubuh Elang terasa panas walaupun AC menyala dengan dingin, wajahnya juga memucat. Ia sudah bolak-balik keluar masuk kamar mandi hanya karena ingin muntah. Dan Kepalanya pun terasa sakit.
Elang tau, semua yang menyerang tubuhnya merupakan gejala sakau sabu.
Sakau sabu adalah gejala tubuh yang terjadi akibat pemberhentian pemakaian sabu secara mendadak, atau akibat penurunan dosis sabu secara drastis sekaligus. Gejala sakau sabu bisa sama kuatnya dengan saat kecanduan. Seperti jenis narkoba lainnya, pengguna narkoba jenis sabu akan mengalami dua tipe gejala: emosional dan fisik.
Lima bulan yang lalu saat Lisa memintanya untuk berhenti benar-benar Elang turutin. Namun, setelah dua bulan kemudian Elang kembali mengalami sakau sabu hingga membuatnya harus mengonsumsi sabu-sabu lagi setiap harinya.
Beberapa Minggu terkahir Elang kembali berhenti mengonsumsi. Tapi lagi-lagi gejala itu kembali menyerangnya malam ini. Rasa candunya tidak akan pernah hilang jika dipaksakan berhenti tanpa ada campur tangan dokter.
Entah sampai kapan Elang terus menerus seperti ini, tapi yang pasti ia harus tetap bertahan. Bertahan untuk orang-orang yang menyayanginya. Biar lah kedua orang tuanya tidak mempedulikannya, ia juga tidak ingin kedua pembunuh itu masuk kembali ke dalam hidupnya.
Rasa panas di tubuh Elang tidak tertahankan lagi. Cepat-cepat ia menghubungi Bagas untuk membawakan barang itu, barang yang menjadi candunya.
Tangan Elang bergetar hebat saat mengambil handphone yang terletak di atas meja.
"Ha? Ngapa?"
Suara Bagas terdengar saat telepon sudah tersambung.
Sementara Elang terlihat kesusahan mengeluarkan sepatah kata, lidahnya begitu kelu dan bibirnya juga bergetar hebat.
"Gu-gue ... sakau."
Tuutttttt.
Sambungan telepon langsung terputus, Bagas mematikannya secara sepihak. Laki-laki itu mengerti apa yang harus dilakukannya sekarang. Berkali-kali Elang sakau dia lah yang menolong, bahkan pernah Elang hampir kehilangan nyawa hanya karena Bagas terlambat memberi obat itu.
Penampilan Elang semakin berantakan, rambut acak-acakan dan wajah pucat seperti mayat. Elang bahkan mencakar-cakar badannya. Sekujur tubuhnya sudah dipenuhi cakaran, ia tidak bisa mengontrol semuanya. Rasanya seperti terbakar.
Hingga beberapa menit kemudian pintu kamar Elang terbuka lebar menampilkan Bagas yang sudah kalut.
"Stop, Lang!"
Bagas menahan kedua tangan Elang, menghentikan cakaran Elang di tubuhnya sendiri.
"Ma-mana?" tanya Elang, suaranya terdengar parau.
Elang langsung merampas kantong plastik yang dibawa Bagas. Kemudian ia mengeluarkan isi dari kantong plastik tersebut.
"Lo harus tenang, jangan siksa diri lo sendiri!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBRASTA
Teen FictionSEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo."