Jika hidup ini menjadi sangat menyiksa, solusi termudah adalah kabur.
. . .
"Makasih ya Lang," ucap Yola malu-malu.
"Gue balik," ujar Elang setelah meletakkan buku-buku yang ia bawa.
Elang langsung pergi meninggalkan Yola begitu saja. Gadis itu sempat meneriaki namanya namun tidak digubris sama sekali oleh Elang.
Keadaan sekolah sudah mulai sunyi, hanya ada beberapa murid yang masih tersisa. Elang melangkah cepat ke parkiran, ia harus segera mengobati luka di tubuhnya.
Sementara Lisa masih setia menunggu Elang di parkiran, gadis itu tampak tenang berdiri di samping motor Elang. Lisa berusaha untuk bersikap seperti biasanya, tersenyum menyenangkan.
"Udah selesai bantuin Yolanya?" tanya Lisa.
Mulut Elang masih tertutup rapat dan enggan untuk mengeluarkan sepatah kata. Elang mulai mengenakan helm dan jaketnya, setelah itu ia naik ke motor tanpa menghiraukan keberadaan Lisa di dekatnya.
"Elang," panggil Lisa menghentikan pergerakan Elang yang hendak menghidupkan motor.
Elang mengangkat alisnya sebelah, tatapan tajam dan wajah tak berekspresinya membuat Lisa sedikit takut.
"Please jangan kay-"
"Lo pulang sendiri!" potong Elang dengan cepat.
Elang menghidupkan mesin motornya dan berlalu pergi meninggalkan Lisa.
"ELANG!"
Lisa hendak mengejar motor Elang namun tangannya ditahan oleh seseorang.
"Pulang bareng saya saja," ucap pak Andi.
Lisa terdiam sejenak mencari jawaban yang pas untuk menolak ajakan pak Andi. Ia ingin mengejar dan bertemu dengan Elang lagi.
"Ma-maaf Andi, saya pulang sendiri aja," ucap Lisa sambil tersenyum tipis.
"Saya khawatir kalau kamu pulang sendirian." Pak Andi mengambil dan menggenggam kedua tangan Lisa.
Perlakuan pak Andi tersebut membuat Lisa terkejut, mereka masih berada di lingkungan sekolah bagaimana kalau ada murid atau guru yang lihat.
"Baiklah."
Akhirnya Lisa membuat keputusan untuk pulang bersama pak Andi sembari melepas genggaman tangan pak Andi.
. . .
"AWW PELAN BANGSAT!" teriak Bagas meringis kesakitan.
Razak yang sedang mengobati luka cowok itu hanya bisa mengelus dada sabar.
"Ini udah pelan Nyet!" timpal Razak.
Sementara Tomi hanya duduk santai sambil menggendong kucing barunya. Ketiganya kini sedang berada di rumah Bagas saat bekerja.
Kedatangan Elang membuat ketiga cowok di dalam rumah tersebut terkejut, pasalnya Elang membuka pintu dengan menggunakan kakinya.
"Buset main tendang-tendang aja lo! Kalau rusak pintu gue gimana?" sewot Bagas.
"Gue ganti!" jawab Elang tak kalah sewot.
Elang melempar tasnya ke arah Tomi dan duduk di seberang sofa.
"Anjing!" cerca Tomi tak terima karena tas yang dilempar mengenai wajahnya.
Elang mengembuskan napas kasar sembari mengusap-usap wajahnya.
"Ngapa sih lo?" tanya Razak dengan tangan yang masih setia mengobati luka Bagas.
"Kebelet kawin kali," timpal Bagas disambut dengan wajah cengo Razak dan Tomi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBRASTA
Teen FictionSEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo."