Pilihan itu tidak pernah salah, kata "seandainya" yang membuat kamu kalah.
. . .
"KALISA!"
"SUDAH DITUNGGU NAK ANDI LOH," teriak Isabel dari dapur.
"IYA BENTAR MA."
Mendengar teriakkan dari sang mama mengharuskan Lisa cepat-cepat keluar dari kamarnya.
"Sarapan dulu!" ucap Firman sembari berjalan menuju meja makan diikuti oleh Lisa dan pak Andi.
Lisa membantu Isabel menyiapkan sarapan, hal biasa yang setiap pagi ia lakukan.
Isabel merasakan ada yang aneh dari Lisa, ia pun menyadari kalau mata Lisa terlihat membengkak.
"Mata kamu kenapa Sa? Kok bengkak gitu? Kamu habis nangis?" tanya Isabel membuat pergerakan Lisa terhenti.
Tubuh Lisa langsung menegang di tempat, mamanya sangat tepat menebak. Namun detik selanjutnya seulas senyum Lisa tampilkan.
"Tugas sekolah lumayan banyak Ma, jadi beberapa hari ini Lisa sering begadang," jawab Lisa berbohong. Karena sebenarnya ia menangis semalaman sampai tidak tidur.
Isabel mengangguk ngerti walupun ia tau kalau Lisa berbohong kepadanya. Sebagai orang tua yang sangat dekat dengan anaknya membuat Isabel sangat tau tentang kepribadian putri semata wayangnya itu.
"Yaudah, yang penting jangan lupa makan dan minum vitamin!"
"Siap bidadari," ucap Lisa sambil memberi hormat. Sontak kedua sudut bibir Isabel melengkung sempurna.
Keduanya kembali melaksanakan tugas masing-masing. Lisa meletakan makan satu persatu di meja makan, sementara Isabel mencuci peralatan masak.
Firman dan pak Andi terlibat obrolan ringan, mereka bahkan tak menyadari makanan yang sudah tertata rapi di tas meja.
"Kalau gak ada tekad gimana bisa maju, itu yang selalu Om tanamkan di diri Om," ucap Firman.
"Saya setuju dengan prinsip Om," timpal pak Andi.
"Stop ngobrolnya! Sarapan dulu."
Keberadaan Isabel dan Lisa yang sudah ikut duduk di meja makan menghentikan obrolan ringan Firman dan Andi.
Kini mereka fokus pada makanan yang tersedia, Lisa memberikan piring dan sendok terlebih dahulu kepada Firman.
Saat hendak menerima piring yang diberi Lisa barulah Firman menyadari kalau Lisa tidak memakai cincin pertunangan.
"Cinci tunangan kamu kenapa tidak dipakai?" tanya Firman, wajahnya berubah menjadi serius.
"Mesti banget ya Pa Lisa pakai?" tanya Lisa balik dengan tenang, bahkan senyum terbaiknya ia tampilkan.
"Jangan buat Papa marah Kalisa!! Cepat pakai cincin itu!"
Lisa menghembus napas pasrah dan dengan berat hati mengambil cincin tunangan tersebut di kamarnya. Sementara Isabel dan pak Andi diam tak bisa berbuat apa-apa.
. . .
Koridor lantai dua mulai dipenuhi murid-murid yang hendak memasuki kelas. Tak hanya itu, kericuhan pun mulai terjadi saat segerombolan murid laki-laki berjalan dengan cool menelusuri koridor. Elang yang berada di barisan terdepan menjadi pusat utama para murid perempuan.
"Dih, sok keren banget sih mereka," ucap Nadia saat pandangannya tak sengaja melihat segerombolan murid laki-laki tersebut.
"Siapa Nad?" tanya Karin, ia berdiri membelakangi segerombolan murid laki-laki tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBRASTA
Teen FictionSEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo."