Berhentilah membohongi diri sendiri.
. . .
"Injeksi mobilnya bermasalah lagi Om?" tanya Elang.
Firman membawa Elang duduk di taman samping rumahnya. Sebelum menjawab pertanyaan Elang, Friman terlebih dahulu membetulkan posisi kaca matanya.
"Ah, tidak. Injeksinya bekerja cukup baik belakangan ini, kalau bermasalah lagi saya akan ke bengkel kamu," jawab Firman.
Elang mengangguk kecil dengan senyum kecil pula. Jika Firman mengajaknya bicara tapi tidak untuk membahas mesin mobilnya, lantas untuk apa laki-laki paruh baya tersebut mengajaknya bicara.
"Begini nak Elang."
Firman berbicara cukup serius, padahal selama mengenal Firman sebagai pelanggan di bengkelnya Elang merasa Firman adalah seorang yang humoris.
"Iya, kenapa Om?" tanya Elang yang merasa cukup bingung.
"Saya tau kamu menyukai Lisa," ucap Firman membuat badan Elang menegang sesaat.
Ah, Elang mengerti sekarang. Selama mengenal Firman beberapa bulan terakhir mereka sudah menjadi akrab, sampai-sampai Elang sendiri sering bercerita kepada Firman tentang kehidupannya, dan begitu juga dengan Firman yang selalu membangga-banggakan putri semata wayangnya, yang tidak lain adalah Lisa.
Elang tertawa kecil mencoba mengakhiri suasana canggung dan serius ini. Sesaat kemudian Elang bersikap biasa saja, bersikap layaknya cowok pada umumnya.
"Saya emang menyukai Lisa Om, tapi Om tenang aja. Saya dan Lisa hanya sebatas teman, dan saya tidak berniat menjadikan Lisa sebagai pacar," ucap Elang dengan senyum tipis yang menghiasi bibirnya.
Firman berdeham sejenak, kedua tangannya menepuk-nepuk pahanya. Ia sedikit bingung harus memulai dari mana, walupun penilaiannya mengatakan kalau Elang adalah laki-laki yang baik untuk Lisa, tapi fakta sebenarnya harus diungkapkan agar tidak ada yang tersakiti di lain hari.
"Bagus kalau kamu dan Lisa hanya sebatas teman," ujar Firman.
Pergerakan Firman tidak luput dari perhatian Elang.
"Iya Om," timpal Elang. Otaknya bekerja lebih cepat kali ini, sikap Firman menunjukkan ada sesuatu yang sedang disembunyikan.
"Sebenarnya saya mengajak kamu mengobrol untuk memberitahu hal yang sangat penting."
Elang tersenyum miring, tidak diduga sel-sel otaknya bekerja cukup baik malam ini.
"Kata kan saja Om."
"Sebenarnya ..." Firman mengantungkan ucapannya.
Walupun Elang adalah tipe yang penyabar, tapi entah mengapa kali ini ia tidak sabar menunggu ucapan Firman selanjutnya.
"Sebenarnya Lisa sudah bertunangan."
Deg.
Waktu seperti berhenti sesaat, otak Elang terus memutar empat kalimat yang terkahir diucapkan Firman.
"Sebenarnya Lisa sudah bertunangan."
"Sebenarnya Lisa sudah bertunangan."
Empat kalimat itu terus terngiang-ngiang, Elang mencerna setiap kata yang terucap. Kata terakhir, kata terkahir ... membuat bibir Elang tersenyum lebar.
Tidak bisa berkata apa-apa lagi, hanya senyuman. Hanya senyuman yang bisa Elang respon, senyum yang tidak bisa diartikan. Senyum bahagia ataukah senyum kegetiran. Entahlah, baik Elang sendiri tidak tau apa arti senyum itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBRASTA
Teen FictionSEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo."