Bertaruh nyawa demi melindungi jodoh orang.
. . .
Gadis itu menyeringai lebar, tatapan penuh kebencian terpancar jelas dari sorot matanya. Ia mulai berjongkok dan menyapa Lisa dengan senyum piciknya.
"Hai, Kalisa Andriani." Gadis bernama Lita itu tertawa jahat sambil menjambak rambut Lisa.
Lisa meringis kesakitan dengan isak tangis yang semakin membanjir.
"Ups, gue jambak lo kekencangan ya?" tanya Lita dengan wajah merasa bersalah. Namun, selanjutnya gadis itu kembali tertawa.
Kedua tangan Lisa mengepal kuat, ia merasa tidak pernah membuat kesalahan terhadap Lita. Tapi kenapa gadis ini terus mencoba melukainya.
Lita mengelus lembut pipi Lisa, memasang wajah sok kasihan. Ia kembali menyeringai dengan sorot mata yang tajam.
"Lo mau tau nggak kenapa gue nyuruh orang buat nyulik lo?" tanya Lita sambil menjambak kembali rambut Lisa.
Lisa berusaha untuk memberontak, ia menggoyangkan kepalanya namun jambakan Lita semakin kuat di rambutnya. Lisa meringis kesakitan, ia berusaha untuk berbicara walupun hasilnya tetap tidak bisa.
"Eh, gue lupa mulut munafik lo diikat," ucap Lita yang lagi-lagi memasang wajah bersalah.
Ikatan di mulut Lisa terlepas, gadis itu terbatuk-batuk karena ikatan yang kuat membuat ia susah bernapas.
"Sekarang lo bisa bicara, mau teriak juga boleh." Lita tersenyum sumringah, ia sangat puas melihat Lisa kesusahan seperti ini.
"Gue salah apa sama lo, Ta?!" tanya Lisa diiringi tangisannya.
Lita tampak berpikir, kemudian wajahnya berubah menjadi sendu. Benar-benar sangat jago berakting!
"Salah lo banyak, Kalisa," jawab Lita sambil berdiri kembali.
Kini tatapan tajam dan wajah penuh kebencian terpancar jelas di wajah Lita.
"Lo liat ini!" bentak Lita menunjukkan luka-luka di tangan dan wajahnya.
Lisa tertegun, ternyata ucapan Dira kemarin benar. Banyak luka-luka di tangan dan wajah Dira, tapi apa hubungannya dengan Lisa.
"Ini semua gara-gara lo, Bitch!"
Lisa masih belum mengerti dengan maksud Lita, mengapa Lita menyalahkan luka-luka itu karenanya.
"Ma-maksud lo?" tanya Lisa gugup. Sorot mata Lita yang tajam itu membuat Lisa takut. Wajah Lita yang lugu kini berganti seperti wajah iblis, sungguh menyeramkan.
Lita kembali berjongkok, tatapan tajamnya terus menyorot. Mengisyaratkan bahwa banyak kepahitan dan kebencian di dalamnya.
"Kalau lo nggak pindah ke Jatam mungkin nasib gue nggak akan tersiksa kayak gini!" murka Lita. Napasnya sudah tak beraturan, kesakitan yang sudah lama ia pendam tak bisa tertahankan lagi.
"Seharusnya gue yang ada di posisi pertama, bukan lo!" Lita semakin menyampaikan unek-uneknya.
"Gue juga nggak mau di posisi pertama, Ta!" timpal Lisa, ia mengerti sekarang maksud semua ucapan Lita.
Lita tertawa hambar, tawanya cukup lama namun seketika wajahnya berubah menjadi tak berekspresi lalu tangannya ia layangkan tepat di wajah Lisa.
Plak
Tamparan di pipi Lisa berbunyi nyaring, Lisa yang mendapat tamparan secara mendadak tak bisa menahan tubuhnya, kini ia tergeletak di lantai.
Pipi Lisa terasa perih, tamparan dari Lita begitu kuat di pipinya. Bahkan sudut bibirnya mengeluarkan darah segar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBRASTA
Teen FictionSEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo."