Part 34

4.8K 209 5
                                    

Kepalaku masih terasa sangat sakit, perlahan kucoba untuk membuka mata, aku berusaha untuk mengingat apa yang terjadi.

Kupejamkan mata untuk mengumpulkan tenaga yang ada.  Terakhir aku ingat kaki Mas Jaya terluka.

Begitu membuka mata, Aku merasa sedang ada di kamar sendiri.

" Kakak udah sadar, tadi Kakak pingsan." Ucap Wulan.

" Abangmu gimana keadaanya?" Tanyaku pada Wulan.

" Abang baik-baik aja, bisa langsung pulang. Cuma kakinya harus dijahit."

Wulan menjelaskan bagaimana kejadiannya. Namun dia memintaku untuk bertanya langsung sama Mas Jaya seperti apa kejadian yang sebenarnya.

"Kak minta maaf Zahra, Kakak nggak ada niat buat Heru seperti itu." Ucap Kak Ayu yang berdiri didepan pintu kamarku.

Kupandang dia sekilas, lalu kuarahkan pandanganku pada Wulan.

" Kakak mau apa?" Melihatku hendak turun dari tempat tidur.

" Mau ambil HP mau nelpon Mama." jawabku yang sudah duduk ditepi tempat tidur.

Wulan mengeluarkan HP dan melakukan panggilan kepada Mamanya.

" Syukurlah kalau Mama udah dijalan." Jawabku melalui telpon, dan akupun langsung mematikan sambungan telpon tersebut.

"Zahra boleh Kakak masuk?" Kakak Ayu yang masih berdiri didepan pintu, meminta izin untuk masuk ke kamarku.

Aku hanya mengangguk, dan meminta Wulan untuk meninggalkan akuberdua dengan Kak Ayu, dengan tetap membiarkan pintu tetap terbuka.

" Kakak mau bicara apa?" Tanyaku padanya setelah dia duduk dikursi bekas Wulan.

"Kakak minta maaf, nggak sengaja melakukan itu."

Kulihat ada Rasa penyelasan dalam dirinya.

" Kenapa Kakak begitu membencinya, dia sangat menyayangimu, dia ingin Kakak dan Wulan hidup bahagia, dihadapan kalian dia bersikap tegar, dan selalu tegas, kelihatan keras, tapi jauh dibalik itu, dia menangis apabila memikirkan kalian." Ucapku pelan.

Kak Ayu hanya diam.

" Kalau Kakak merasa kehadiranku di rumah ini untuk merebut kasih sayang Mama, Kakak salah. Aku bersifat manja seperti itu karena aku ingin mengembalikan Anak dengan Ibunya. Pertama kali aku datang ke rumah ini, aku melihat Mama nggak bicara sama dia sepatah katapun, disaat aku bertanya padanya dia bilang nggak ada masalah. Tapi aku tau dia ingin menutupi semua masalahnya.

Dia berusaha menyimpan dan menyelesaikan masalahnya sendiri, berusaha membuat kita selalu tersenyum, tanpa kita boleh tau apa derita yang dia alami.

Aku hanya seorang Menantu, seorang Istri bahkan akan menjadi seorang Ibu. Setelah aku menikah syurgaku diatas ridho suamiku, sementara syurga suamiku ada bersama ridho orangtuanya. Tugasku sebagai menantu selalu mengingatkan suamiku untuk berbakti pada Ibunya, bukan menjadi pemisah antara Ibu dan anak. Itu bukan hal yang gampang dilakukan, aku harus berfikir dan mencari cara untuk bisa membuat suamiku dan Ibunya bahagia, tanpa menyinggung perasaan mereka.

Aku mencintai adikmu, karena dia juga sangat mencintaiku. Dia nggak ingin aku menangis, terhitung saat sekarang udah tiga tahun aku menikah, sebulan di rumah ini aku baru tau betapa menderitanya dia, selama ini dia nggak ingin berbagi penderitaannya samaku, karena dia pernah bilang dia menikahiku bukan untuk membuatku merasakan penderitaan, tapi ingin membuatku selalu tersenyum bahagia, karena senyumku obat dari segala masalah hidupnya."

Aku nggak mampu lagi membendung air mataku. Kak Ayu yang ada didepanku pun ikut menitikkan air mata.

" Kalian berdua nggak usah menangisiku, karena aku belum mati" Suara Mas Jaya mengagetkan aku dan Kakaknya.

SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang