Part 68

3K 346 31
                                    


Suasana rumah sore ini sangat ramai, Remon dan Mbak Tia sudah datang ke rumah dengan membawa mama Mertuaku. Mas Jaya sudah ku hubungi untuk pulang secepatnya.

Namun sepertinya dia enggak untuk pulang cepat, buktinya sampai jam setengah sembilan malam dia blm juga pulang.

Jam sepuluh malam, ku dengar suara kendaraan memasuki pekarangn rumah.

"Remon sama Tia blm pulang?" Tanya Mas Jaya pada saat aku menyambutnya di depan pintu.

"Belum, mereka sedang ada di taman belakang bersama Mama, toh juga besok liburkan." Jawabku.

Mas Jaya melangkah memasuki rumah, pada saat tiba di halaman belakang, dia mendekati Mamanya, setelah sedikit berbasa basi Mas jaya menuju kamar untk membersihkan diri.

"Kamu mau makan Mas?" Tanyaku pada saat Mas jaya mendekati dan duduk disebelahku.

"Enggak!" Jawabnya singkat, namun pandangan matanya menuju tempat dimana Mama, Remon dan Mbak Tia duduk.

"Kamu masih menyukainya Mas?"

Nggak ada jawaban, dari mas Jaya, dia hanya memandangku sekilas dengan tatapan mata yang mematikan.

Pada saat Mama berpamitan untuk istirahat Mas Jaya memintaku untuk membuatkannya kopi, dan disaat yang bersamaan Mas Jaya juga meminta Remon untuk membeli martabak di depan komplek.

"Untuk apa kamu masuk dalam kehidupanku lagi?"

Aku yang ada di dapur mendengar suara Mas jaya sedang berbicara pada seseorang, dan aku tau itu pasti Mbak Tia.

"Dulu kamu yang membuang aku, dan disaat kamu hamil dan melahirkan kamu membuang rindu, setelah kariermu hancur, kamu kembali!"

"Maafin aku Her"

"Jauhi Remon, kerena dia terlalu baik untuk wanita sepertimu"

"Remon yang memintaku untuk menikah dengannya"

"Setelah Remon tau kamu dicampakkan oleh pengusaha Surabaya itukan?! Karena pengusaha itu tau kamu punya anak!"

Aku masih berdiri untuk menguping pembicaraan keduanya.

"Bukankah kau masih mencintaiku?!" Ucap Mbak Tia

"Aku nggak pernh mencintaimu, saat ini dan sampai kapanpun aku mencintai Zahra, dia pantas menjadi Ibu dari anak-anakku. Kau tanam kata-kata ini dalam ingatanmu!"

"Lalu untuk apa kau menciumku waktu itu?!"

"Untuk perkara itu, aku hanya ingin tau, apakah kau sudah berubah dari Tia yang ku kenal dulu atau tidak! Ternyata jawabannya Tidak! Maka dari itu kuperingatkan jauhi Remon, karena kehadiranmu hanya akan menjadi pemecah hubunganku dengan Zahra, dan Remon! Jangan sampai mereka tau siapa kau sebenarnya, terlebih Rindu!!!"

Aku masih diam mematung, sampai kurasakan sepasang tangan melingkar dipinggangku.

"Mana kopiku" Mas Jaya berucap sambil mencium pipiku.

"Mas..." Ucapku terputus.

Mas jaya membalik tubuhku, pandangan matanya menyusuri seluruh wajahku.

Tiba-tiba dia menundukkan tubuhnya, dan membopong tubuhku, melewati Mbak Tia yang berdiri dihalaman belakang. Dari anak tangga menuju kamar, Mas jaya meneriaki Bi Ijah untuk menutup pintu, dan menyuruh Remon mengantar Mbak Tia pulang.

"Mas kamu...."

"Iya malam ini hanya ada kamu dan aku, nggak ada Queen diantara kita" Ucapnya setelah meletakkan ku diatas ranjang.

"Mas, jangan seperti ini ih" Tahanku setelah dia berusaha menciumiku.

"Kamu makin bawel tau"

disaat aku ingin mengucap sesuatu, tiba-tiba kurasakan sesuatu sentuhan lembut menutup bibirku.

****

Suara Azan Subuh membuatku harus membuka mata. Kalau tidak mendengar panggilan Ilahi mungkin aku masih berjibaku dengan selimut yang menutup tubuh ini.

Baru saja mau menjaukan diri dari Mas Jaya, kurasakan sebuah tangan melingkar ditubuhku dan menarikku dalam pelukannya.

"Mas, udah subuh"

"Aku tau, sebentar lagi, lima menit lagi" Ucapnya berbisik ditelingaku.

Sekali lagi dia memintaku melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri.

Baru saja aku keluar dari kamar mandi, Mas Jaya memandangiku.

"Kamu bersih-bersih, jangan macam-macam lagi!"

Mendengarku berucap seperti itu, Mas Jaya tersenyum. Aku segera memakai mukena dan segera ingin melaksanakan shalat subuh.

"Zahra!" Panggil Mas Jaya, yang sudah berada diambang pintu kamar mandi.

"Tadi malam, aku seperti merasakan Zahraku pertama kali" Ucapnya sambil tertawa dan langsung menutup pintu kamar mandi.

Selesai aku shalat, mataku melihat  Mas Jaya sedang shalat. Ucapannya pada Mbak Tia tadi malam masih terekam dengan baik ditelingaku.

'Lelaki seperti apa sebenarnya yang dikirim Tuhan padaku, disatu sisi aku merasa dia seperti seorang penjahat, dan disisi lain aku merasa dia seperti orang yang sangat baik' Bisik hatiku.

Lama aku tertegun dan melamun dalam pikiranku sendiri sampai kurasakan sesuatu yang hangat sedang mengulum lembut bibirku.

"Aku tau, aku sangat mengagumkan Nyonya Sanjaya, dan aku sadari kamu cukup terpesona pada kharismaku" Ucapnya pelan setelah melepas ciumannya.

Mendengar ucapannya aku segera memajukan bibirku mengejeknya.

Pada saat dia ingin kembali menciumku, Queensha dan Rindu masuk ke kamar.

"Mama..." Ucap kedua putriku itu secara bersamaan, dan berlari memelukku.

"Pengganggu mulai datang" Ucap Mas Jaya pelan.

"Mama aja yang dipeluk, Papa enggak?" Tanya Mas Jaya.

"Enggak, Papa jelek" Jawab Queen.

"Kamu, kalau nggak kawan sama Mama, Papa dicari."

Mas Jaya lalu mengajak keduanya rebahan di atas ranjang.

Pagi itu Mas Jaya menasehati anak-anakku dengan caranya, sesekali candaan demi candaan diselipkan.

"Papa sayang, sama Mbak, begitu juga Mama, kalau Adek nanti berbuat yang Mbak tidak suka, jangan marah ya Nak, maafkan dia." Ucap Mas Jaya pada Rindu, dan mengecup keningnya.

"Adek juga, jangan rusak bunga Mama lagi. Ngerti?!" Tanya Mas Jaya pada Queensha.

"Ngerti" Jawab Queen.

"Kalau ngerti, siapa yang cium Papa banyak-banyak, berarti anak kesanyangan Papa" Lalu Mas Jaya duduk dan anak-anaknya berusaha mencoba menciumin pipinya.

Aku tersenyum melihat mereka. Disaat seperti ini Mas Jaya benar-benar seperti orang yang sangat sempurna.

SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang