🍀
🍀
🍀
Setelah mengantarkan Mas Jaya, sampai di depan pintu, aku mengajak Queen untuk melihat beberapa kelinci milik Mbak Ratna.
Ditengah keasikan aku dan Queen, aku dikejutkan oleh suara berat dari seorang laki-laki yang sudah nggak asing ditelingaku.
"Pak, Fajar!"
"Maaf Zahra, nggak bermaksud untuk mengagetkanmu, saya hanya ingin membersihkan kandang kelinci saja" Ucap Pak Fajar.
"Zahra, trimakasih atas semua yang kamu lakukan kepada saya, semua memang sudah menjadi takdir dalam hidup, namun dengan awalnya menyukai kamu, saya mendapatkan seorang istri , dan menjadi Ibu dari anak saya"
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Pak Fajar. Lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Meskipun dia sudah tidak ada rasa, namun aku harus tetap membatasi diri untuk tidak berinteraksi lebih lama dengannya.
Setelah mencuci tangan Queen, aku mengajaknya menemui Mama dan Mbak Ratna yang ada di kamar Bayi.
"Cucu, Nenek udah lama nggak Nenek peluk, sini sayang" Ucap Mama Sambil merentangkan kedua tangannya pada Queen.
"Queen, nggak kawan Nenek lagi, enggak kawan adek bayi juga,tante juga nggak kawan" Ucap Queen sambil membuang muka.
Mendengar ucapan cucunya, Mama membesarkan matanya.
"Nenek punya kue loh untuk Cucu kesanyangan Nenek" Mama melangkah mengambil biscuit yang ada di meja.
Queen mengalihkan pandangannya padaku, lalu berpindah pandangan pada Neneknya.
"Iya deh kawan sekarang" lalu dia melangkah mendekati Neneknya.
"Disogok biscuit, kamu udah luluh Queen" sambil aku menggelengkan kepala.
Mbak Ratna juga tersenyum melihatnya. Pada saat aku ingin menggendong Tio (nama dari anak Mbak Ratna) Queen melarangku.
"Mama, Dede nya bau, belum mandi" Itulah kalimat yang dia ucapkan.
"Kamu, itu hanya milik, dia, Rindu dan Jaya, Zahra" Ucap Mbak Ratna dengan pandangan mata melihat Queen.
Seperti mengerti bahwa yang dibicarakn adalah dirinya, Queen tertawa cekikikan dengan menutup mulut dengan jari-jari mungilnya.
Setelah biscuit yang diberi neneknya habis dimakan. Queen mendekatiku yang lagi duduk disisi tempat tidur, dan sedang mengajak bicara Tio.
Queen yang aku ajak untuk berinteraksi dengan Tio, lama kelamaan mau menerima Tio, malah dia lebih sering menciumi bayi mungil itu.
Melihat Queen yang udah mulai senang sama Tio, Mama meninggalkan aku dan Mbak Ratna.
"Rindu mana Za, nggak kelihatan?" Tanya mbak Ratna.
"Dia di panti, kemarin minta tidur disana" Jawabku dengan pandangan mata menatap tepat kemata Mbak Ratna.
"Kamu bisa ikhlas menerima Rindu, Za?" Mbak Ratna kembali bertanya.
"Rindu anak yang tidak tau asala usul orang tuanya, kedua orang tuanyalah yang sudah membuang dia, sehingga pada akhirnya dia sampai di panti asuhan itu" ku jawab pertanyaan Mbak Ratna sambil tersenyum.
'Firasatku mengakatakan kamu pasti tau semuanya Mbak, tapi seperti biasa kamu nggak akan bicara' bisik hatiku.
Capek bermain dengan Tio, Queen akhirnya tertidur disamping Tio.
"Awalnya menolak, udah dekat nggak mau jauh" Ucapku pelan sambil mencium keningnya.
Mbak Ratna memintaku untuk nggak membawa Queen, membiarkan dia tidur disamping anaknya.
Disaat aku keluar dari kamar Bayi, aku berpapasan dengan Mbak Tia, dia sempat kaget melihatku. Namun aku bersikap biasa saja. Setelah basa-basi sebentar dia langsung pamit untuk masuk ke dalam kamar, menemui Mbak Ratna.
Aku menuju dapur, untuk membantu Mama dan Bi Ijah, dan Mbak dian, orang yang bekerja sama Mbak Ratna.
"Queen mana sayang?" Tanya Mama, pada saat melihatku menghampirinya.
"Tidur, oh ya Ma, nanti titip Queen ya, Za mau jemput Rindu, tadi sebelum berangkat Mas minta, Zahra menjemputnya" Mama tersenyum dan mengangguk.
Kuperhatikan wajah, Ibu mertuaku, sejak Mbak Ratna melahirkan dia sedikit lebih sibuk, wajah lelahnya terlihat jelas. Beliau merawat Mbak Ratna seperti merawatku setelah melahirkan dulu.
"Mama, harus jaga kesehatan ya" kupeluk beliau dari belakang.
Beliau lalu mengusap punggung tanganku dan berbalik arah mencium keningku.
🍀
🍀
🍀
Sebelum menjemput Rindu, aku menyempatkan untuk singgah ke kantor Mas Jaya, mengantarkan Map dari Mbak Ratna, untuk Mas Jaya.
Karena aku tidak ada janji sebelumnya dengan Mas Jaya, pada saat aku melewati Reseptionis, seorang dari petugas Reseptionis menahan langkahku.
"Maaf Ibu, mau bertemu dengan siapa?" Tegurnya padaku dengan sopan.
"Saya ingin bertemu dengan Bapak Heru, apa beliau ada?" Tanyaku dengan senyum mengembang.
Pada saat Mbak yang menegurku dengan sopan, ingin menjawab, temannya yang ada disebelahnya langsung menjawab dengan memandangku dari atas sampai bawah.
" Apa ada yang salah dengan penampilan saya?" Tanyaku.
"Ibu dari perusahaan mana? sebelumnya apa sudah ada janji dengan Pak Heru? Kalau Ibu belum ada janji, silahkan Ibu buat janji terlebih dahulu." Himbaunya dengan wajah tidak bersahabat.
"Mbak, saya memang belum ada janji, saya minta tolong deh, katakan dengan Pak Heru, ada Ibu Zahra, ingin bertemu dengan beliau." Ucapku dengan tetap tersenyum.
"Tetap nggak bisa Bu, karena beliau ada meeting dan nggak ingin diganggu"
Aku menarik nafas panjang, dan membuangnya perlahan. Masih berdiri didepan Reseptionis aku mengeluarkan Hanphon dari dalam tas dan menelpon Mas Jaya.
"Mbak, udah dengarkan, apa kata Pak Heru" Ucapku pada Reseptionis yang ketus tadi. Lalu aku meninggalkan mereka dan tersenyum ramah pada keduanya.
Nggak terasa lebih dari 3 tahun aku meninggalkan kantor ini, terakhir aku mendengar hampir separuh staff yang ada di mutasikan. Sehingga yang jabatannya yang diturunkan mengundurkan diri dari perusahaan.
"Kamu sibuk Mas?" Ucapku pada Mas Jaya begitu masuk ke dalam ruangannya.
"Mantan sekretaris saya sudah datang. Kamu kangen saya tidak Nona Zahra? Sudah lebih tiga tahun kita tidak bertemu" Mas Jaya menyambutku dan menggenggam jariku serta mengecupnya.
"Bapak terlihat lebih sedikit kurusan dari tiga tahun yang lalu" Kubiarkan dia meraih tubuhku dan memeluknya, aku sedikit mengendurkam dasi yang dipakainya.
"Hampir setengah hari nggak melihatmu, aku rindu Mas" kukecup keningnya.
"Habis makan siang ini, kita jemput Rindu, setelah itu aku mengantarmu pulang" ucap Mas Jaya, dan kembali duduk dikursinya.
Rindu....
Siapa yang meberi nama itu, pasti ada hal yang menarik dari namanya. Kuperhatikan wajah Mas Jaya yang lagi serius dengan pekerjaannya.
Dibalik wajah yang tenang ternyata ada riak di dalamnya.Seketika bayangan Mbak Tia melintas dipikiranku. Mas Jaya membawa Rindu ke rumah disaat usia pernikahanku baru enam bulan. kalau saat itu Rindu berusia satu tahun, berarti sebelum melamarku, Mas Jaya masih berhubungan dengan Ibu Rindu.
'Aku yakin kamu pasti akan cerita tanpa kuminta Mas. Lagi-lagi masa lalumu pil pahit dalam kehidupanku, dan masa depanku bersamamu seperti seorang pesakitan yang harus meminum obat dokter kamu buat Heru Sanjaya.'
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU
RomanceZahra Anggraini seorang wanita yang masih sangat belia. Dia baru saja menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas. Tidak pernah sekalipun terlintas dalam benaknya akan menikah diusia yang sangat muda. Menikah dengan Heru Sanjaya, pria muda yang...