°Love Destiny 15°

367 35 40
                                    

Love Destiny

•••

Pada pukul 06.15 WIB, Zifa sudah rapi mengenakan seragam sekolah. Rambut di kepang satu, ditambah pita kecil berwarna merah di ujung kepangan. Tas hitam yang biasa dibawah sekolah pun juga sudah menempel di punggung.

Sebelum keluar, sekali lagi gadis itu kembali bercermin, sekedar memastikan tidak ada yang kurang pada penampilan. Seraya memandang pantulan diri, Zifa bergumam, "Gue yakin, pasti Andra nggak bakal beneran jemput gue. Jelas!"

Setelah dirasa sempurna, dia lantas beranjak menuju ruang makan untuk sarapan. Di meja sana, tersedia nasi serta lauk pauk yang telah disiapkan oleh sang ibu. Namun, sayang. Belum ada selera bagi Zifa guna menyantap masakan sederhana Naomi. Akhirnya dia memutuskan sekedar meminum segelas air putih sahaja.

Setidaknya terdapat sesuatu yang mengisi kekosongan perut.

Bertepatan dengan tangan meletakan kembali gelas, sayup-sayup telinga mendengar sekilas percakapan. Dahi bergelombang tatkala suara seorang lelaki terdengar dari arah ruang tamu. Pikiran Zifa mulai menebak-nebak.

Dia memilih melangkah pelan, menyembunyikan raga di dinding pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah. Dari sana Zifa bisa mengintip. Saat itu juga dengan tergesa sisi telapak tangan mengucek mata, memastikan jikalau penglihatannya tidak salah. "Dia beneran jemput gue?"

Dalam keterkejutan, Zifa memilih menghampiri. Sebisa mungkin menyembunyikan kegugupan, dia berdehem lantas keluar dari persembunyian membuat dua orang yang tadinya sedang berbincang mengalihkan atensi.

"Sorry gue lama."

Andra langsung bangkit, menyalami tangan Naomi lalu keluar begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata.

Zifa berdecak. Tak terlalu heran akan sikap Andra semacam itu. Dia pun melakukan hal serupa, menyalami tangan sang ibu. "Aku berangkat, ya, Mah."

"Itu cowok yang nganterin kamu kemarin sore 'kan? Ganteng, loh." Naomi mencolek hidung Zifa, berniat menggoda.

Naomi pasti sudah mengetahui tujuan Andra datang ke rumah. Entah Andra yang memberitahu sendiri atau wanita ini yang bertanya pada cowok itu. Namun, kemungkinan Andra-lah yang juiur pada Naomi jikalau dia ingin menjemput putrinya.

Zifa nyaris tertawa, memikirkan bagaimana Andra membalas setiap pertanyaan ibunya tadi? Apakah dengan satu dua kata? Atau bahkan hanya gumaman? Mengingat sosok itu hemat sekali dalam melontarkan kalimat.

Buktinya seperti sekarang. Andra fokus mengendarai motor tanpa mengeluarkan satu kata. Padahal Zifa sudah mengode, menusuk-nusuk punggung menggunakan jari telunjuk seraya bersenandung kecil. Berharap, dia akan mengeluh. Dengan begitu dirinya mempunyai alasan mengajaknya bertukar kat. Namun, percuma. Andra memang cowok kulkas seribu pintu!

Faktanya Zifa sendiri yang kurang sadar, bahwa sedari tadi Andra memperhatikan melalui kaca spion.

Zifa memanyunkan bibir sebal. Sementara, Andra membentuk senyum samar dari balik kaca helm, tentu karena disuguhi ekspresi Zifa. Sungguh menggemaskan.

Sesampainya di sekolah, tatapan menusuk para siswi menyambut mereka berdua. Terutama kepada Zifa. Jujur saja, dia teramat risih, kurang suka menjadi bahan perhatian. Semoga saja setelah ini tak ada gosip murahan menyebar.

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang