°Love Destiny 16°

332 25 36
                                    

Love Destiny

•••

Andra bergeming sesaat. Terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Sesekali dia menilik laci meja, merogoh saku baju dan celana bahkan juga mengecek di dalam tas ransel, siapa tahu dirinya lupa telah memasukan ke dalam sana. Namun, hasilnya nihil.

"Kamu nyari apa, sih, Ndra?" tanya Nadin bingung. "Yuk, mending temenin aku nonton!" Dia menarik tangan Andra, bersiap membawa cowok itu keluar kelas tetapi sang empu malah menepis.

"Brisik!" Andra mengacak rambut kesal.

Di mana kira-kira ponselnya berada? Apakah ada seseorang yang mencuri? Dirinya masih ingat betul, terakhir kali dia meletakan benda pipih itu di laci. Namun, ke mana perginya sekarang?

"Kamu nyari apa, sih?" tanya Nadin mulai jengkel.

Andra berdecak, menatap Nadin jengah seolah berkata 'cerewet banget, sih' melalui tatapan mata. Tiga detik berikutnya, dia mengalihkan sorot lantas mendengkus ketika menyadari mata Nadin yang mulai memerah.

"Gue nyari ponsel," balas Andra mengalah.

Nadin mengerjap. Entah untuk menahan air mata yang hampir menetes atau karena kaget atas jawaban Andra barusan. "Ponsel ... kamu?" tanyanya tergagap.

Nadin menggigit bibir bagian bawah takut, sebelum membuka tas guna mengambil sesuatu. "Andra ... aku minta maaf. Tadi aku sempet pinjem hp kamu sebentar. Tenang aja, aku nggak aku apa-apain, kok."

"Lancang." Andra merebut kasar, lagi-lagi menatap Nadin tajam. Memberi peringatan jika tindakannya itu merupakan kesalahan besar.

Merasa terintimidasi, spontan Nadin menundukkan kepala takut. Bahu pun bergetar, pertanda dia menangis pilu.

Tidak ingin emosi meledak, Andra mengepalkan tangan erat. Menarik napas panjang lalu menyambar tas beserta kertas yang tadi ingin dibuang. Meski dada bergemuruh, sebisa mungkin dia menahan gejolak besar yang sigap meledak.

Baru mengambil satu langkah, dia harus menoleh kala suara terjatuh serta deru napas memburu terdengar telinga. Di lantai, Nadin sudah terduduk lemas. Posisi tangan kiri sebagai sanggahan tubuh, sementara tangan lain memegang dada.

"Andra, da---da aku ses---sak."

Buru-buru Andra menghampiri. Membuka tas Nadin, mengeluarkan inhaler dari sana. Dengan telaten, dia membantu.

Syukurlah pernapasan Nadin menjadi lebih stabil. Tanpa izin dia memeluk raga Andra, menyalurkan perih nan singgah di hati. "Jangan tinggalin aku," lirihnya memelas.

"Nad?"

Tatkala Andra akan melepas paksa rengkuhan, dia dibuat memutar leher menilik ambang pintu. Di mana Dewa berdiri, menyaksikan sang adik kesayangan tengah terisak di pelukan.

•••

Ingin sekali Zifa bertanya, mengapa Andra mudah sekali menyetujui permintaan sebagai ojek pribadinya? Bahkan jika dilihat dari tampang, orang-orang pasti tidak akan percaya dengan fakta konyol ini.

Entah hanya perasaanya saja atau bukan, Zifa berpikir jika cowok yang sedang memboncengnya sekarang memang mendekati. Namun, atas dasar apa? 

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang