°Love Destiny 47°

196 15 34
                                    

Love Destiny

•••

Minggu pagi ini, niat Zifa ingin pergi berbelanja ke mini market harus tertunda akibat kedatangan sosok berambut coklat. Saat baru membuka pintu, dia dikejutkan dengan keberadaan Malvin.

"Ngapain?"

Orang yang ditanya tak langsung menjawab. Tangan yang memegang benda persegi itu terulur, menyerahkan sebuah buku tulis kepada Zifa. "Balikin buku. Buku sosiologi yang kemarin gue pinjem."

Zifa memandang ragu. Bukan karena ada yang salah ataupun rusak dengan bukunya, melainkan karena merasa aneh terhadap kemunculan Malvin.

Wajah datar tanpa ekspreksi serta suara dingin yang membuat hati Zifa bertanya-tanya.

Kenapa, nih bocah?

"Buku lo."

"Oh, iya." Zifa tersadar, segera mengambil alih buku bersampul merah tersebut dari cekalan Malvin. Setelahnya, tak ada sepatah kata yang keluar dari bibir masing-masing.

Keadaan mendadak canggung. Malvin sempat memperhatikan Zifa beberapa detik sebelum berniat pergi. Namun, terurungkan kala lengannya disambar telapak tangan. Mau tak mau, kepala Malvin menoleh sedikit, menilik gadis berambut pirang di balik punggung.

"Lo ... nggak mau mampir dulu?"

Sepihak, Malvin melepas paksa cekalan Zifa dari lengannya. Sebagai jawaban, kepalanya perlahan menggeleng sekali. "Gue lagi buru-buru."

Zifa mengangguk kecil seolah memaklumi. Spontan, tangan kanannya terangkat menepuk pundak Malvin dua kali. "Ya, udah. Hati-hati di jalan."

Tak direspon, Malvin melangkah menjauh begitu saja disusul helaan napas gusar.

"Oh, iya gue lupa." Tiba-tiba cowok itu berhenti kembali, tanpa membalikan badan dia berujar, "Jangan terlalu cinta sama seseorang. Gue saranin rasa suka lo ke Andra sewajarnya aja."

"Maksud lo?"

"Feeling gue ... hubungan kalian nggak akan bertahan lama."

Zifa termenung di tempat. Lidahnya kelu guna membalas ucapan Malvin. Akhirnya hanya mampu menatap kepergian cowok pemilik senyum manis itu dari halaman rumahnya.

Ada apa dengan anak itu?

•••

Cafe sederhana di pinggir jalan raya itu terlihat sepi. Tidak ada satupun pengunjung datang kecuali seorang kuam adam berambut coklat. Padal hari sudah hampir menjelang siang, tidak seperti biasanya cafe itu lolos dari pelanggan.

Setelah lima menit menunggu, gadis yang menjadi alasan cowok itu di sini akhirnya datang. Wajah pucat dan tubuh kurusnya masih terlihat kentara di mata Malvin. Sama seperti saat pertama kali mereka bertemu.

Andai saja waktu itu dia tidak membawa motor dengan keadaan mengantuk. Pasti tragedi kecelakaan tak akan pernah menimpa jua mereka tidak akan bertemu sekarang.

"Maaf, kalo kamu menunggu lama," ujarnya menduduki kursi di hadapan Malvin.

Malvin tersenyum tipis menanggapi. "Gimana keadaan lo? Udah sembuh?"

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang