°Love Destiny 23°

278 25 24
                                    

Love Destiny

•••

Setelah menasehati Zifa, Naomi keluar dari kamar membiarkan dua remaja itu bersama. Tidak lupa dia tetap membuka pintu kamar sang anak gadis. Menjauhi prasangka buruk selama mereka berdua di sana.

Zifa mengulum bibir, menahan tawanya agar tidak kelepasan. "Sekali lagi thanks, lo nggak ngasih tahu nyokap gue yang sebenarnya. Seenggaknya dia nggak khawatir."

Andra hanya bergumam menanggapi.

"Sakit?" Zifa lalu berdiri, dengan hati-hati jari telunjuk menyentuh luka di sudut bibir Andra. Dia justru meringis ngilu, seakan ikut merasakan sakitnya. "Kenapa lo rela kaya gini demi gue?"

Hening.

Dua sejoli itu kini saling berhadapan. Sorot mata Andra terlihat begitu teduh, tidak sedingin biasanya. Seketika hati Zifa merasa tenang, jarang bahkan belum pernah dia melihat mata seindah ini.

Salahkah jika dirinya mengagumi semua yang ada pada diri Andra? Mulai dari alis tebal nan rapi, bola mata hitam kelam, juga bulu mata yang lentik. Belum lagi hidung mancung bak perosotan anak TK plus bibir merah muda yang tampak menggoda.

Andai saja wajah datar dan sikap dinginnya dihilangkan. Mungkin, dia akan menjadi idaman para kaum hawa melebihi sekarang.

Zifa tersentak saat wajah Andra berbalik. Spontan telunjuknya turun saat sentuhan terlepas.

"Nggak." Cowok itu sekedar mengeluarkan satu kata.

"Nggak apa?"

"Sakit."

"Kan gue nanyanya, kenapa lo bela-belain luka gini demi nyelametin gue?" ulang Zifa berniat menggoda.

"Kepo!"

Zifa tersenyum geli mendengar nada bicara Andra yang menurutnya sangat menggemaskan. Kesekian kali cowok itu memandang ke luar jendela, seolah ada sesuatu menarik di luar sana.

"Gue nanya serius, elah."

"Gue juga serius."

Zifa mendesis. "Ya, udah. Terserah Kak Andra aja!"

Mendadak Andra teringat sesuatu. Tentang tanda merah yang ada di leher Zifa.

"Lo kenapa?" Mata Zifa memincing menyadari gelagat aneh kakak kelasnya itu. "Ada sesuatu yang mau lo omongin?"

Zifa semakin bingung kala Andra menatapnya lekat. Lantas dia mendekat guna menyibakkan rambut yang menutupi lehernya ke belakang.

Tentu Zifa dibuat terlonjak. Terlebih sorot yang diberikan teramat intens.

"L---lo mau ngapain?"

Lagi-lagi dia terlonjak ketika telunjuk Andra menyentuh lehernya tanpa persetujuan.

"Apaan, sih? Aneh-aneh lo!" Zifa menepis, lalu menghindar dengan gesit. Menjadi merinding sendiri akibat pikiran liarnya.

"Liat leher lo."

"Ke---kenapa?"

Buru-buru Zifa mengambil kaca kecil di atas nakas. Meneliti sesuatu di leher. Sesaat dahi bergelombang, sampai tanda merah tertangkap nyata di indra penglihatan "Ini ...."

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang