°Love Destiny 28°

263 25 18
                                    

Love Destiny

•••

Berbagai macam pertanyaan dalam benak  Zifa dijawab ragu oleh pemikirannya sendiri. Dia mendesah, menggeleng pelan kala otaknya selalu mengajukan pertanyaan serupa. Membuat wajahnya menunjukan ekspresi berbeda setiap detik. Sesekali gadis itu juga memukuli pelipis, seolah memaksanya untuk mengingat sesuatu yang terlupakan.

Perlahan jemari Zifa menyentuh sisi leher. Tanda merah yang sempat tertoreh di sana sudah memudar. Lantas jemari beralih menyentuh pipi sebelah kiri. Mendadak sekujur tubuh menghangat, disusul timbul semburat merah di kedua pipi. Kejadian semalam sukses menambah kecepatan degup jantung setiap kali mengingatnya.

Gue, kayaknya beneran udah baper sama dia.

"Hai, nggak nyangka kita bakal ketemu di sini."

Zifa terkejut dengan kemunculan pantulan wajah Nadin di cermin musala. Gadis itu menyunggingkan senyum teramat tipis, nyaris tak terlihat.

"Kakak mau ngapain di sini?" tanyanya sontak berbalik badan.

"Solat-lah. Lo sendirian ngapain di sini? Pake ngaca segala. Sok cantik!"

"Gue habis solat ," kata Zifa, mengabaikan cemoohan di akhir kalimat.

"Gue?" ulang Nadin. "Nggak sopan banget ngomong sama kakak kelas pake lo-gue. Nggak tau tata krama?" tukasnya menaikan intonasi suara.

"Iya, Kak. Sorry," ujar Zifa mengalah.

Nadin tersenyum miring. "Oh, ya, ngomong-ngomong soal lo sama Andra gue udah tahu semuanya. Lo mau-maunya jadi bahan pelarian dia buat ngejauh dari gue. Bodoh!"

Rahang Zifa mengeras. Perkataan Nadin  sukses menohok hatinya. Kedua tangan pun mengepal erat. Menghembuskan napas berat, dia menggeleng kecil, berusaha menepis ucapan Nadin barusan. "Kakak salah. Saya mau bantu dia, karena secara tidak langsung saya juga mau ngebuat kakak sadar. Sadar kalo---"

"Emang lo siapa mau buat gue sadar? Sadar kenapa?" Air muka Nadin berubah suram. Emosi yang awalnya dia sembunyikan kini mulai terutarakan. "Lo. Itu. Bukan. Siapa-siapa. Jadi. Jangan. Ikut. Campur!"

"Maaf, kalo misal saya terlalu ikut campur urusan kalian." Saat Zifa ingin beranjak, Nadin mencekal pergelangan, menariknya kembali ke hadapan raga.

"Gue belum selesai ngomong!"

"Kenapa lagi, Kak?"

"Peringatan gue kemarin belum cukup buat lo? Please ... kalo lo juga suka sama Andra, ngomong sama gue. Jangan diem-diem lo ambil dia dari gue. Kita bersaing secara sehat!"

"Saya ... nggak ada perasaan apa-apa sama dia."

Bibir Nadin mengembang. Kedua tangan dia angkat lantas mendarat di masing-masing bahu Zifa. "Yakin? Lo berharap gue percaya? Oke. Gue percaya kalo lo nggak ada perasaan apa-apa sama Andra. Yang perlu lo tahu, gue udah suka dari lama sama dia. Gue udah lakuin apa pun buat dapet perhatian dari dia. Tapi, hasilnya nihil. Gue tahu, mungkin dia nggak suka sama gue. Tapi, apa salahnya usaha? Siapa tahu ... dia  jadi suka bahkan cinta sama gue. Kaya gue yang udah terlanjur cinta sama dia."

"Kakak tadi katanya mau solat 'kan? Kalo gitu saya duluan, Kak. Nggak enak ribut di tempat suci kayak gini." Zifa memilih menyudahi percakapan yang telah dibumbui amarah di dalamnya itu.

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang