Love Destiny
•••
"Tama ...."
Seketika tubuh Zifa menegang. Raut wajah berubah pucat pasi. Suhu tubuh pun menghangat, disusul keringat dingin pada masing-masing telapak tangan.
Cowok itu, cowok yang beberapa hari ini tidak menampakan batang hidungnya dan sekarang justru muncul tanpa aba-aba.
"Ikut gue sekarang!" Tama mencengkram erat pergelangan tangan Zifa. "Udah cukup jalan-jalannya bareng cowok lain."
Karena tak kunjung menuruti perintah, dia dengan semangat menyeret paksa tangan Zifa. Membuat tubuh kecilnya terseok-seok.
Gadis manis itu sengaja menekan tungkak ke pijakan, berharap Tama kesulitan menarik dirinya. Dia jua meronta agar cowok itu mau melepaskan. Namun, nihil. Cengkeraman pada kedua pergelangan justru kian mengerat.
"Andra! Tolongin gue!" teriaknya sembari berusaha menyentakan lengan Tama.
Bergerak gesit, Andra langsung melepas helm yang tadinya sudah terpasang di kepala lalu berlari ke arah mereka. Melayangkan pukulan hebat pada wajah Tama hingga sukses membuat terhuyung.
Mendapat kesempatan bebas, Zifa buru-buru bersembunyi di belakang punggung Andra. Mengatur napas tersengal. Dia bahkan sesekali terdengar merintih, merasakan panasnya kulit tangan yang memerah.
"Kenal dia?" tanya Andra dengan suara lirih.
Zifa menunduk. Jemari memegang kain seragam pada pinggang Andra, sejenak dia berpikir. Sampai akhirnya ragu-ragu menggelengkan kepala.
Tama yang mengetahui interaksi mereka berdua justru terkekeh. Dia mengusap pipi yang terkena pukulan Andra menggunakan ibu jari.
"Azifa Cyra Cahyana. Serius kamu nggak kenal aku, hem?" Bibir tersenyum miring setelah mengatakan hal demikian. "Padahal kita punya hubungan, loh. Bisa dibilang, seperti sepasang kekasih?"
Mendengar pengakuan dari mulut Tama, Zifa jelas mengelak. Kepala lagi-lagi menggeleng, tetapi kali ini lebih tegas. "Nggak. Dia bohong," bisiknya meyakinkan.
Andra bergumam. Sorot mata jatuh kepada wajah Tama. Sosok itu merupakan kapten tim basket SMA Nusa Bakti. Tim yang pernah bertanding bersama timnya beberapa hari lalu.
"Serahin dia ke gue." Tama menunjuk Zifa. "Gue lebih berhak atas dia!"
Andra mengernyitkan dahi sebelum menoleh ke belakang, mengisyaratkan agar Zifa maju. Namun, dia malah meninju pelan lengannya diikuti delikan kesal.
"Dia nggak mau," balas Andra dingin.
Tama menyeringai. "Kalau nggak ada lo, pasti dia bakal nurut. Kalo gitu, biar gue sendiri yang bawa dia." Dia menatap lekat iris coklat Zifa, lantas tersenyum lebar membuat gadis yang tadinya juga tengah menatapnya kembali menunduk.
Terdapat ketakutan di mata Zifa yang terselip nyata. Alhasil, dia semakin terlihat menggemaskan dan lebih mirip seseorang. Mengingat nama orang tersebut, senyum bahagia Tama seketika dibuat luntur.
"Serahin dia. Atau lebih baik lo minggir!" Detik berikutnya, dia merogoh saku jeans panjang. Mengeluarkan benda pipih yang bergetar pertanda ada pesan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]
Fiksi RemajaNOTED: Terinspirasi dari kisah nyata. New version! _________________________________________ Luka memang nyata. Namun, mengapa setiap luka yang Zifa dapat selalu berasal dari kaum adam? Luka dari tetangga, selingkuhan sang ibu, teman baru, dan pal...