°Love Destiny 34°

217 21 11
                                    

Love Destiny

•••

"Cewek! Kok, belum pulang? Lagi nungguin jemputan, ya?"

Bersamaan dengan terbukanya kaca helm Malvin, decihan sinis meluncur dari bibir Zifa.  Seketika tubuhnya berdiri tegap, siap menjawab pertanyaan apa pun yang akan pemilik suara barusan lontarkan.

"Udah tau pake nanya!" balasnya ketus.

Respon berupa senyuman dia dapat, membuat bola matanya memutar malas. Zifa menyesal pernah memuji senyuman cowok menyebalkan ini!

"Kenapa lo senyum-senyum? Bosen tau nggak gue liatnya!" Jari telunjuk Zifa menyelipkan helai rambut yang mengganggu pandangan ke belakang telinga. "Kaya orgil lo lama-lama."

Bukannya tersinggung dengan ucapan sarkas Zifa barusan, senyum Malvin justru semakin mengembang. "Gue mau ngajak lo pulang bareng. Gimana?"

Kerutan samar terbentuk di dahi Zifa. Matanya melirik jam yang terpasang di pergelangan kiri. Kurang lebih sudah sepuluh menit lamanya dia menunggu kedatangan sang papah. "Tapi, gue ud---"

Ucapan Zifa terhenti tatkala getaran ringan menginterupsi. Tangannya sigap merongoh saku seragam, mengeluarkan benda pipih lantas membuka pesan yang baru masuk di sana.

Malvin menutkan alis saat guratan kesal terpancar jelas di wajah gadis itu. "Kenapa lo?"

Menyimpan kembali ponselnya, Zifa berdecak tegas. Sang mata beralih menatap tajam Malvin, menjadikan cowok itu sebagai pelampiasan atas amarah yang  tengah berkobar.

Ternyata penantian sedari tadi percuma. Papahnya yang berprofesi sebagai pedagang buah mendapat kepentingan mendesak mendadak. Sehingga mau tak mau Zifa harus mencari kendaraan umum.

"Gue anter pulang, ya? Keliatannya lo udah lama nungguin jemputan dari tadi. Cuaca juga lagi panas kaya gini," tutur Malvin disusul senyuman tulus.

Namun, baru Zifa akan menjawab, ucapan seseorang mendahului. "Nggak bisa. Dia bareng gue."

•••

Netra Zifa menjelajah ke area sekitar. Menarik kulit dahi pertanda bingung di mana tempat mereka berpijak sekarang.

"Kok, lo bawa gue ke sini?" Zifa mendongak, menatap wajah flat cowok berjaket hitam itu. "Lo nggak mau nyulik gue 'kan?"

"Ikut gue ...." Tanpa izin, telapak tangan Andra menggenggam kelima jari Zifa, menyalurkan rasa hangat yang memberi efek kejut bagi gadis itu.

Akhirnya kaki jenjang Zifa melangkah pasti, mengikuti ke mana sang penarik akan membawanya. Diam-diam sudut bibir tertarik ke atas, terhanyut tentang pimikiran betapa eratnya genggaman Andra. Seakan khawatir kehilangan sesuatu yang teramat penting.

"Turun." Uluran tangan Andra terpampang, mengkodenya untuk menerima cepat. Tak lama kemudian, kedua telapak tangan mereka saling menyatu dalam genggaman.

Andra membantu gadis berlesung pipi satu itu turun dari anak tangga yang sengaja dibangun guna mempermudah lintasan para pengunjung.

Bak melihat keindahan tiada tara, pupil Zifa membesar menyaksikan tempat di hadapan raga. Kata-kata kagum terlontar mulus dari bibir, menarik perhatian cowok yang kini menatapnya penuh kelembutan.

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang