Epilog

814 20 11
                                    

Love Destiny

•••

Hidup harus terus berjalan meskipun tidak sesuai keinginan. Takdir memang terkadang kejam, tetapi di balik itu semua terdapat pelajaran berharga. Seperti kisah Andra dan Zifa. Mereka berpisah entah karena perasaan yang berbeda atau akibat paksaan dari alur kehidupan.

Rumit, tetapi semua nyata.

"Lo selalu keliatan cantik."

Zifa memutar bola matanya malas. Kalimat berkedok modus Malvin sedari tadi terus mengalun di indra pendengaran. "Makasih. Gue cewek, makanya gue cantik. Kalo cowok baru ganteng kaya lo!"

Mendengar jawaban tersebut, sontak Malvin menatap Zifa tanpa kata. Sedangkan sang empu melotot kecil ketika sadar akan kalimat akhirnya barusan.

"Gue ... nggak salah denger, nih?" 

Zifa berdehem pelan, berusaha agar tidak terlihat salah tingkah. Membuat Malvin di sisi terkekeh melihat gelagatnya yang mendadak kaku.

"Thanks, Baby," katanya lirih.

Dengan begini, setidaknya atensi Zifa mampu teralihkan meskipun hanya sementara. Kegelisahan tergantikan oleh fokus pada menghilangkan rona merah di pipi, efek mulut yang sembarangan memuji ketampanan Malvin malam ini.

"Vin, gue nggak yakin ...."

Jemarin Zifa meremas bagian bawah kemeja Malvin ketika sorot matanya jatuh pada sesosok cowok di depan sana pun seorang gadis berbalut gaun berwarna merah. Mereka sangat serasi dengan pakaian warna senada.

Seketika hati Zifa serasa teriris. Usaha untuk merasa biasa sahaja saat mendapati Andra dan Nadin bersanding sia-sia. Hati sukar dibohongi jika dirinya belum sepenuhnya rela terhadap kebersamaan mereka.

Ego seorang Zifa telah terluka.

"Inget breafing kita. Lo nggak boleh keliatan lemah di depan mereka. Jangan sampe mereka tau kalo lo sedih," ucap Malvin. Tangan kiri cowok itu membentang, merangkul pinggang Zifa lalu membawanya mendekat ke mana orang-orang mulai berkumpul. "Rileks, ya."

MC yang tak lain adalah Misa—sahabat Nadin mulai membuka acara malam itu. Wajah-wajah bahagia terpampang jelas berkat bantuan lampu yang terpasang di area out dor belakang rumah Nadin. Namun, tidak berlaku teruntuk beberapa orang. Seperti Raindra serta April, Indra, dan pastinya Zifa. Mereka setia memasang raut datar, tak ada gurat senyum meski satu senti.

"Dipersilakan agar pihak lelaki memasang cincin di jari manis pihak perempuan terlebih dahulu," kata Misa mempersilakan.

Andra mengambil posisi bersimpuh dengan satu lutut sebagai tumpuan di hadapan Nadin yang duduk di atas kursi roda. Tangan kirinya mengambil tangan kanan Nadin, berniat memasang cincin di jari manis. Namun, belum sempat terlaksana, perkataan sang empu mengurungkan pergerakan Andra.

"Di hari istimewa ini, aku mau yang mengabadikan moment spesial aku sama Andra itu tamu khusus kami. Aku harap, Zifa mau mengabulkan keinginan sederhana ini."

Tentu reaksi tubuh Zifa tak bersahabat. Dia menegang diikuti dengan tatapan semua hadirin yang berganti padanya.

Apakah Nadin sengaja ingin membuat Zifa semakin terluka?

"Tapi, Sayang—"

"Gimana, Zifa? Pasti kamu mau 'kan?" Nadin memotong sahutan Mawar cepat karena dia tahu, pasti mamihnya itu berkeinginan menentang. "Nggak ada alasan buat kamu nolak juga 'kan?"

Keringat dingin seketika membasahi kedua telapak tangan Zifa. Gadis itu memejamkan mata seiring bibir Nadin yang membentuk seulas senyum penuh arti juga Andra yang memandangnya datar.

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang