°Love Destiny 13°

360 37 25
                                    

Love Destiny

•••

Bel pertanda pulang SMA Jaguar sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu. Seperti kata Andra, Zifa kini berada di parkiran, menunggu cowok itu mengeluarkan motor sport-nya.

Tadi, saat dia hendak melangkah keluar gerbang, mendadak kakak kelasnya itu memanggil lalu memintanya menuju parkiran.

Dengan rasa terpaksa, Zifa menurut. Mengurungkan niat kembali ke rumah guna mengistirahatkan diri. Lagi pula, kenapa tidak dia sendiri yang menghampiri? Malah menyuruh seenak jidat!

Zifa menjadi penasaran, ke mana raga ini akan dibawa pergi. Namun, bukan Andra namanya jika langsung memberi tahu secara terang-terangan.

"Lo mau bawa gue ke mana, sih sebenarnya?" tanya Zifa ke sekian kali. "Lo nggak mau nyulik gue 'kan?"

Tak menggubris, dia terlihat memakai helm sebelum akhirnya menyalakan mesin motor. Sang aksa lantas melirik Zifa di belakang melalui kaca spion. "Nggak usah banyak tanya. Cepet naik."

Zifa berdecak. Tidak mau membuang waktu terlalu lama, dia pun segera menaiki ke jok motor Andra yang lumayan tinggi. Untung saja dia bisa mengisi kekosongan meski awalnya teramat merepotkan.

Karena area sekolah telah sepi, Zifa tidak perlu menjadi sorotan para murid gara-gara berboncengan dengan cowok yang termasuk idola sekolah ini.

"Eh bentar, jangan jalan dulu," kata Zifa kala Andra hendak menjalankan motor.

"Lama."

Zifa mengabaikan ucapan Andra. Tangan bergerak membuka tas, mengeluarkan sebuah blazer abu-abu dari sana. Dia menggunakan benda itu sebagai penutup paha.

"Nah, udah! Buruan jalan!"

Tatkala motor tersebut mulai berjalan, mata Zifa menangkap keberadaan seorang gadis di anak tangga. Dia tampak menyilangkan kedua tangan. Mata gadis itu menatap Zifa lekat-lekat. Bak sang predator yang sedang mengincar mangsa.

•••

Bingung, kata pertama yang dapat menggambarkan raut wajah Zifa. Gadis yang memiliki tinggi sebatas pundak Andra itu menoleh ke sana ke mari, mencari tahu halaman rumah siapa yang sedang dia jadikan pijakan. Hingga akhirnya dengan ragu kaki melangkah mengikuti Andra.

"Eh, ini rumah siapa?"

Andra memutar leher sekilas ke arah Zifa, tetapi cowok itu hanya berdehem. Belum ada niatan memberi kepastian.

Zifa semakin dibuat penasaran. Rumah siapa ini? Apakah rumah Andra? Namun, sepertinya mustahil. Jika benar, buat apa dirinya dibawa ke tempat tinggalnya?

Lain Andra, ketika dia hampir mengetuk pintu utama, seseorang lebih dulu membuka. Lelaki dengan setelan kemeja dan celana jeans panjang menyambut kedatangan mereka melalui senyum ramah.

Zifa tersentak mendapati tangannya ditarik oleh Andra, memasuki rumah yang di dominasi warna putih. Mereka lalu kompak menempati sofa panjang di ruang tamu.

"Nyokap lagi keluar," ujar lelaki yang memakai kemeja. "Katanya, lo mau beli kalung. Buat siapa, Ndra?"

Alis Zifa berhasil dibuat bertaut, disusul dahi berkerut samar pertanda kebingungan berulang kali.

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang