°Love Destiny 43°

207 17 25
                                    

Love Destiny

•••

Rambut panjang yang dibiarkan tergerai itu tampak melambai ringan akibat hembusan sang angin di ruang terbuka, sedangkan jari tangan sang pemilik tengah berselancar lincah di layar ponsel yang menampilkan gambar cacing serta berbagai macam makanan. Sesekali dia berdecak kesal ketika cacing dalam game-nya langsung mati setelah bagian kepala menabrak tubuh cacing milik lawan.

"Sekarang nggak ada yang mau lo omongin?" Alih-alih memulai start lagi, Zifa dibuat menghela napas sebelum mematikan ponsel di tangan. Kini seluruh atensi terpusat penuh kepada wajah Andra.

Namun, Andra justru menautkan alis sahaja. "Apa? Nggak ada."

Zifa dibuat menghela napas gusar. "Apa karena gue nggak berhak tau makanya lo nggak ada inisiatif cerita?"

"Tinggal ngomong. Jangan basa basi." Kalimat Andra itu berhasil menyentak sesuatu dalam diri Zifa. "Gue ada salah?"

Diam. Gadis itu kini hanya membisu dengan sorot kosong sesaat. Apakah sifat ingin tahunya ini salah?  

Setelah menimang-nimang dan bergelut dengan pemikiran sendiri, akhirnya dia berkata, "Kemarin ada cewek dateng ke rumah gue." Sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk seulas senyum kecut yang di paksakan. "Dia bilang lagi hamil dan itu karena lo."

Lagi-lagi Zifa terdiam, mencari suatu kejanggalan pada raut wajah Andra. Namun, tidak ada kejanggalan ataupun kepanikan di sana.

"Awalnya gue nggak percaya. Tapi, setelah gue nanya-nanya tentang lo ... dia tau cukup banyak. Bahkan nama orang tua lo aja dia tahu, sedangkan gue yang notabennya ... pacar lo, sama sekali belum tahu." Terdapat keraguan di lisan Zifa saat kata 'pacar' terucap. "Yang mau gue tanya, cewek itu siapa? Dan apa yang dia bilang itu bener?"

Bibir Zifa yang sedari tadi mengeluarkan suara pun terbungkam. Memberi kesempatan pada Andra untuk membalas seluruh kalimat yang terlontar. Manik matanya tetap kukuh menatap pada sepasang mata yang mampu menaruh kesan dingin bagi wajah sekaligus diri cowok itu.

Sejujurnya, di lain sisi dia percaya jika Andra tidak mungkin melakukan perbuatan sekeji demikian.

"Lo lebih percaya siapa?"

"Gue butuh penjelasan bukan pertanyaan." Zifa membalas dengan kekesalan kentara dalam nada bicara.

Dengan ketenangan yang tak berkurang, Andra mengangguk. "Jujur ... semalam juga ada cewek yang datang nemuin gue. Mungkin mereka orang yang sama. Dia juga ngomong minta pertanggung jawaban. Tapi, gue nganggap dia cuma sebagai pasien rumah sakit jiwa yang kabur."

Zifa mengangkat alis sebelah kanan merasa heran. "Kalo dia beneran pasien RSJ, gimana dia bisa tahu tentang data diri lo? Seniat itukah dia sebagai orang gila?"

Andra tak menanggapi.

"Lo ada musuh? Tapi, mana mungkin orang kalem kaya lo ada musuh." Zifa terkekeh sumbang, menertawai ucapannya sendiri. "Atau jangan-jangan dia cewek yang naksir sama lo ... tapi, lo tolak? Terus dia berniat balas dendam?"

Segala perkiraan aneh bersarang di otak Zifa dan mendadak nama 'Nadin' terbesit sebagai prasangka. Begitu pun dengan Andra. Dia mencerna setiap asumsi yang Zifa utarakan.

"Nggak usah dibahas. Ribet," ujar Andra malas.

Mendengar itu, spontan Zifa menahan napas sekian detik. Malas katanya? Apakah masalah ini tidak penting?

"Oh, gitu. Ribet, ya? Atau emang nggak penting? Jadi, cuma gue, dong yang nganggap penting." Kepala Zifa mengangguk-ngangguk seolah membenarnya perkataanya sendiri. "Ya, udah. Gue minta maaf ...."

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang