°Love Destiny 3°

834 96 105
                                    

Love Destiny

•••

Membosankan, itulah kata yang mewakili keadaan saat ini, di mana pelajaran sejarah sudah berlangsung sejak satu jam lalu. Tidak jarang para murid menguap lebar, termasuk Zifa sendiri. Padahal, sering kali dia paling semangat jika berhadapan dengan pelajaran sejarah. Memang sejak guru mata pelajaran ini ganti, Zifa menjadi mudah mengantuk bahkan terkadang lebih memilih merenung.

Zifa menopang dagunya menggunakan satu tangan, sorot mata pun tampak tertuju ke arah luar kelas. Di lapangan sana, terdapat siswa siswi dari kelas X1 yang sedang melakukan pemanasan sebelum olahraga dimulai.

Zifa bisa memastikan jika kelas itu merupakan kelas X1 IPS 2, karena di sana terdapat dua cowok yang tampangnya sangat familiar.

Siapa lagi jikalau bukan Andra dan Indra.

Ngomong-ngomong soal hukuman kala itu, Zifa tidak akan pernah melupakan moment dirinya dipermalukan.

Andai saja Indra tidak melempar bolpoin padanya. Sudah pasti kesalahpahaman tersebut tidak akan pernah terjadi.

Sungguh pengalaman menjengkelkan.

Bola mata Zifa beralih melirik Riza sesaat. Gadis berkepang satu di sisi tampak membuka buku. Bukan untuk dibaca, melainkan untuk menutupi wajah sendiri. Dengan begitu, guru yang mengajar akan sukar memergoki pejaman kelopak matanya.

Dasar kebo!

Selain suka makan, Riza juga suka tidur ternyata.

Mengabaikan hal itu, Zifa lantas kembali fokus ke arah lapangan, memperhatikan murid kelas X1 IPS 2 yang kini tengah melaksanakan praktik voly.

Dari mana Zifa bisa tahu bahwa mereka sedang praktik?

Tentu saja karena guru olahraga mereka didapati memegang bolpoin juga buku penilaian. Selain praktik, apalagi memang?

Jika saja ada objek menarik selain orang-orang di lapangan dan guru di depan, sudah sedari tadi Zifa memperhatikan.

Mata Zifa memincing saat seorang gadis memegang bola voly di tangan. Pandangannya menajam, mungkin sekarang tinggal gilirannya mencari nilai.

Sejauh Zifa mengenal nama-nama kakak kelas, gadis cantik itu bernama Nadin---orang yang membuat Dewa menciptakan keributan di kantin saat jam istirahat. Tanpa sadar, Zifa berdecih ketika menangkap cowok si pemilik wajah datar berdiri tepat di belakang Nadin.

Jujur, entah mengapa Zifa menyukai iris hitam pekat milik Andra. Baginya, segala yang ada di tubuh cowok itu sangat sempurna. Mulai dari rambut hitam lebat alami, alis tebal, hidung lumayan mancung sampai bibir ranum. Sayang, senyum manis belum pernah Zifa lihat meskipun sekedar satu detik.

Sebelah alis Zifa terangkat tatkala masing-masing tangan Andra menjulur melewati pinggang Nadin, seolah ingin memeluk. Bersamaan dengan itu suara sorak-sorai dari teman-temanya terdengar riuh. Tentu saja kelas Zifa yang lumayan dekat dari lapangan cukup terganggu.

Untungnya suara riuh si pengganggu tidak bertahan lama.

Zifa tahu, dari gerak-gerik Nadin, dia seperti senang menyambut sorak-sorai barusan. Bisa dibilang salah tingkah. Namun, berbeda lagi dengan Andra.

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang