°Love Destiny 25°

295 28 18
                                    

Love Destiny

•••

Zifa menatap takut gerbang besi di hadapannya. Untuk kedua kali dia akan mengunjungi rumah yang membawa trauma itu. Rumah yang dulu mempertemukan dirinya dengan Tama setelah kejadian di gang sepulang sekolah. Mengingat hal tersebut membuat kepala Zifa merasa pening mendadak.

Saat itu, Zifa melewati rumah bercat putih  seorang diri. Dia baru pulang bermain dari rumah teman sekelas SMP-nya. Suara gaduh yang berasal dari dalam rumah itu menarik perhatian, menggugah sifat kepo Zifa yang terpendam. Perlahan dia menatap sekeliling, suasana begitu sepi. Setahu Zifa rumah di depan mata sudah kosong beberapa minggu lalu. Karena sang pemilik harus pindah ke luar kota. Namun, mengapa sekarang ada suara kegaduhan dari dalam? Apakah sudah ada seseorang yang menempati rumah ini?

Dengan keberanian, dia membuka gerbang lalu membuka pintu rumah yang ternyata tak terkunci. Agar lebih sopan Zifa mengucapkan kata salam, tetapi tidak ada sahutan. Berulang kali pun masih tak ada yang menjawab. Sampai tiba-tiba tangan seseorang menarik Zifa masuk ke dalam.

"Nggak papa?"

Zifa terkesiap. Dia mengerjapkan mata, tersadar dari lamunan masa lampau kala Andra menepuk bahunya. "Sorry."

Mengerti ketakutan Zifa, Andra berinisiatif membukakan gerbang. Dengan langkah pasti dia memasuki halaman rumah itu diikuti gadis di balik punggung.

"Gue nggak yakin ...," cicit Zifa gemetar.

Andra menghentikan langkah. Menoleh ke belakang, mencondongkan badan guna meraih sebelah tangan Zifa. "Ada gue. Semua bakal baik-baik aja."

Dengan terpaksa, gadis itu melangkah maju mengikuti setiap derap kaki Andra. "Lo tahu?"

Tangan Andra terulur, memencet bel rumah Tama tanpa ragu. Dia melirik kala ujung bajunya ditarik oleh Zifa. "Apa?"

"Lo tahu?" tanya Zifa mengulang.

"Apa?"

"Soal ... ini?"

"Apa?"

"Masalah gue."

"Apa?"

"Apa-apa mulu! Gih, lanjut mencet belnya aja."

Zifa mengerucutkan bibir. Melepas paksa tangan yang masih digenggam oleh Andra. Terasa hangat. Dia menggeleng, menepis pemikiran aneh, detak jantungnya pula dibuat  semakin cepat.

"Nggak ada orang." Andra mundur beberapa langkah, berdiri di sebelah Zifa.

"Tau dari mana?" Di bawah sana, tangan Zifa berkeringat, terlalu kentara jika gadis itu sedang sangat gugup.

"Tau aja."

Zifa beralih merogoh saku seragam, mengeluarkan benda pipih guna memeriksa kontak Tama.

Diblock! Kata pertama yang muncul dipikiran Zifa. Belum terlalu yakin, dia mencoba menghubungi nomor itu. Ternyata benar, nomor whatsaap Zifa telah diblokir oleh sang empu.

"Neng Zifa nyari Tama?"

Andra dan Zifa berbalik badan serempak, mendapati wanita paruh baya berdiri di luar gerbang.

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang