°Love Destiny 32°

251 17 15
                                    

Love Destiny

•••

Zifa yang sudah mengenakan seragam putih abu-abu itu memasang raut khawatir. Bulir keringat tampak membanjiri dahi. Padahal cuaca pagi ini masih cukup teduh, tetapi seluruh badan serasa begitu gerah.

Panik, itulah yang sedang dirasakan. Bagaimana tidak? Motor yang dikendarai mogok di perjalanan menuju sekolah. Sedangkan jarak yang ditempuh masih cukup jauh. Jika harus mencari gojek atau kendaraan umum lain, pasti akan memerlukan banyak waktu.

Dengan berat hati Zifa meninggalkan sang ayah. Beranjak terburu-buru menyusuri tepi jalan raya. Semua ini gara-gara dia yang sok menolak tawaran jemputan Andra!

Sesekali mata melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan kiri. Semoga saja Zifa dapat mengejar waktu, menjauhi hukuman karena terlambat sampai di sekolah.

Tin! Tin!

Nyaris saja Zifa melayangkan pukulan pada pengendara motor yang tiba-tiba berhenti di dekatnya.

Tanpa aba-aba dia menjulurkan telapak kiri, meminta Zifa menerima ulurannya. "Mau bareng?"

Jelas dahi Zifa berkerut bingung. Memperhatikan telapak tangan yang masih setia di udara. "Lo siapa? Sorry gue lagi buru-buru!"

"Kita satu sekolah. Yakin nggak mau bareng?"

Zifa menggeleng kecil. Menelisik penampilan cowok yang mengenakan hoodie hitam itu. Wajahnya yang tertutup kaca helm, membuat sang aksa kesulitan mengenali tampangnya.

"SMA Jaguar? True?" ujarnya tepat sasaran.
Dia malah terkekeh tanpa suara kala memergoki raut terkejut Zifa. "Buruan. Gue anak baik-baik, kok. Jarang, loh zaman sekarang cowok ganteng mau nebengin."

"Gue nggak mau dan kita nggak saling kenal!" tolak Zifa ketus. Lantas melanjutkan langkah, berniat menyeberang ke sisi lain.

"Tunggu!"

Zifa memekik. Menghempas tangan yang seenaknya menarik lenganya ke belakang. Dia mendesah, melotot garang sebagai pertanda kesal. "Apa lagi, sih?"

"Gue cuma mau nolongin lo ...," tuturnya lembut. Berharap Zifa akan luluh saat itu juga.

"Gue nggak mau! Jangan maksa napa!"

"Galak amat. Gue nggak bakal macem-macem. Janji."

"Bodo amat!"

Zifa mengehentakan kaki. Melangkah cepat  menghindari cowok yang masih membuntutinya itu.

Dasar cowok pemaksa! Lagi pula mereka tak saling mengenal. Namun, kenapa dia sangat  antusias memaksa?

"Ngapain, sih ngikutin gue! Kurang kerjaan!"

Deru motor cowok ber-hoodie hitam tersebut terdengar lirih. Dia mengikuti setiap langkah Zifa dengan menaiki motornya pelan-pelan. "Gue tahu lo capek. Cepet naik. Emang lo nggak takut telat?"

"Nggak." Zifa berkata tak acuh.

Diam-diam kedua sudut bibir cowok itu tertarik ke atas. "Ya, udah. Gue jamin lo bakal telat. Dikasih tumpangan malah nolak."

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang