°Love Destiny 5°

616 60 35
                                    

Love Destiny

•••

Seperti kantin pada umumnya, pada jam istirahat pertama, kantin SMA Jaguar sudah dipenuhi oleh murid-murid kelaparan. Mereka rela berdesakan demi mendapatkan makanan yang diinginkan. Untung saja Zifa dan kedua temannya datang lebih awal sehingga tidak perlu mengantri lama. Mereka bertiga sengaja mengambil tempat duduk paling ujung, dekat dengan warung mie ayam Pak Slamet. Kini, makanan dan minuman pesanan mereka telah tersaji di atas meja.

"Selamat makan!" ujar Riza antusias.

Gadis bertubuh mungil itu memesan mie ayam juga es teh. Dia terlihat sangat menikmati makanan yang terkenal di area sekolah karena kenikmatannya.

"Riz, nanti jangan lupa bayar. Sekarang lo bawa uang 'kan?" tukas Zifa pada Riza.

"Iya. Kemaren 'kan aku lupa nggak bawa uang, jadi ngutang dulu sama April." Riza meringis, menggulung mie di mangkuk menggunakan sumpit lalu memasukan ke dalam mulut.

"Malu-maluin kalo kemaren lo nggak bisa bayar," ujar April ikut-ikutan.

Riza memanyunkan bibir ke depan, merasa ter-bully. "Iya, ah. Udah makan aja. Jangan bahas utang mulu. Itu 'kan aib!"

Mereka sontak terdiam, melanjutkan kegiatan menyantap makanan tanpa obrolan. Hanya ada suara denting sendok serta mangkuk yang saling bergesekan.

Sesekali April tampak mengecek aplikasi WhatsApp-nya, berharap ada pesan masuk dari sang kekasih.

"Kok ada, yah adik kelas cewek yang pura-pura pingsan biar digendong sama kakak kelas cowok. Jadi terkesan caper!"

"Ya, jelas adalah. Namanya juga cewek kegatelan."

Zifa terpaku. Entah kenapa kata-kata barusan seperti tertuju untuknya. Berdasarkan informasi Riza, memang kemarin Andra-lah yang membopongnya ke UKS hingga berujung mengantarkan pulang ke rumah. Lagi pula, sudah menjadi tanggungjawab cowok itu, bukan karena membuat tangannya terluka?

Melirik sekilas luka tangan yang tertutup plester, Zifa menolehkan kepala ke belakang. Di meja itu terdapat tiga kakak kelas yang salah satunya dia kenal. Berbeda dengan dua temannya, gadis tersebut hanya terdiam. Melempar senyum simpul saat memergoki Zifa sedang memperhatikannya lamat-lamat.

Entah senyum apa yang Nadin tunjukan.

"Nggak punya malu banget. Masa cuma gara-gara darah sampe pingsan!"

"Kalo gue punya temen kayak dia, sih udah malu pak banget. Nggak sudi!"

Diam-diam kelima jari Zifa mengepal. Dia sangat yakin bahwa dirinyalah yang mereka maksud.

April menyentuh salah satu punggung tangan Zifa di atas meja. Telinganya mendengar jelas gunjingan di balik punggung. Disusul juga bisik-bisik dari pengunjung kantin membuat Zifa kian merasa risih dan kesal.

"Nggak usah didengerin," kata Riza memegang pundak Zifa.

Sang empu menghela napas pelan, berusaha menstabilkan gejolak emosi di hati. Dengan perasaan gundah, perlahan dia kembali melahap mie ayam miliknya. Sekuat tenaga mengabaikan kalimat memuakkan para murid.

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang