Musim Ujian

235 32 0
                                    

Awalnya Alfa ingin berkunjung lagi ke paviliun Kyai Anshar. Ia ingin bertanya lebih lanjut tentang keluarganya. Namun keinginannya terhambat oleh masalah waktu. Padatnya kegiatan di pesantren harus membuatnya menunda niat itu.

Tak terasa, ujian akhir semester sudah di depan mata. Semester pertama di pesantren berjalan lebih cepat dari yang Alfa kira. Sejauh ini semua memang berjalan tak jauh dari harapan. Tak ada banyak masalah. Baik dengan teman-temannya mau pun keluarganya.

Untuk ujian, Alfa tidak pernah ambil pusing. Jujur, ia tidak pernah suka belajar. Ia hanya membaca serius buku sekitar dua puluh menit pertama, sisanya ia hanya sekadar bolak-balik halaman buku dan menyerap apa yang ia lihat. Abah benar, ia memang dikaruniai otak yang jenius.

"Bangun, Akhi! Jangan ada yang tidur!" Beberapa santri yang tidak sengaja terlelap kembali mengerjapkan matanya. Kaget ketika suara Dimas menggelegar di tengah-tengah keheningan malam. "Ujian ini bukan permainan! Fokus!"


Buku yang sempat tertutup kembali dibuka. Kembali dibaca baris per barisnya. Keadaan  kembali senyap. Hanya tersisa suara para santri yang sesekali berkomat-kamit menghafal materi.

Begitulah keadaan pondok pesantren ketika musim ujian datang. Jam tidur lebih singkat  karena diisi dengan belajar. Mau tak mau waktu kosong di siang hari, yang mana sering mereka gunakan untuk bermain, harus dipakai untuk tidur  atau  istirahat. Itu pun tidak begitu lama. Hanya satu jam, lantas kembali membaca buku dan Al-Qur'an.

Mencari celah agar bisa melakukan aksi contek-menyontek bukan main sulitnya. Diperlukan otak dan tentu saja nyali yang tinggi untuk melakukannya. Karena meski satu pesantren disibukkan dengan mengurus ujian, bukan berarti mata-mata keamanan absen menangkap para pelanggar aturan.

Satu lagi, menyontek berarti menyusahkan orang lain.

"Kamu tahu apa kesalahan kamu?" Alfa perlahan menggelengkan kepalanya. Berusaha untuk menguatkan nyali dengan menatap Ustadz Maher dan Dimas yang tampak marah besar. "Yakin  kamu tidak tahu kesalahan kamu?"

"Saya tidak tahu, Ustadz," lirih Alfa.

Dimas mendengus kasar, lantas menunjukkan selembar kertas berisi nama-nama yang sangat familiar bagi Alfa.

"Ini daftar nama para santri kelas 7 yang terciduk melakukan pelanggaran selama dua hari ini. Memangnya kamu tidak memperingatkan mereka soal hukuman yang akan mereka terima jika berani menyontek?" tukas Dimas.

"Saya sudah peringatkan mereka, Bang." 

"Lantas kenapa masih ada banyak pelanggar dari hari ke hari? Saat UTS kemarin juga seperti ini, kan?" 

Ibarat peribahasa 'Karena nila setitik, rusak susu sebelanga', satu kelas mendapat hukuman berjamaah karena aksi tidak terpuji dari teman-teman mereka. Yang hari ini disuruh menyapu lapangan, lalu besok membersihkan kamar mandi, dan seterusnya sampai ujian pekan pertama selesai.

Akal para santri di sini memang banyak. Bahkan bisa-bisanya mereka mencari jalan curang di ujian lisan.

Seperti yang Alfa lihat tempo hari, saat ujian lisan bahasa Arab. Di dalam ruangan hanya ada satu guru dan satu santri yang akan diuji. Selama ujian berlangsung, beberapa santri yang berada di luar naik ke kursi dan mengintip lewat ventilasi. Dengan seksama mendengarkan pertanyaannya, lantas membuka buku untuk mencari jawabannya. Setelah jawabannya ketemu, mereka akan memberi kode ke santri yang tengah diuji dan menunjukkan jawabannya yang telaj ditulis di sebuah kertas.

Lentera Redup {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang