Tidak Pernah Sempurna

301 35 0
                                    

"Apa yang harus aku lakukan agar semuanya kembali seperti dulu? Apa yang harus aku lakukan agar keluarga kita kembali sempurna?! Apa aku harus sakit, atau bahkan mati biar kewarasan kalian kembali?! Iya?!"

- Lentera Redup -

"Sial!"

"Bodoh!"

"Brengsek!"

Rio menendang apa pun yang ada di jalannya sambil mengumpat dengan suara sedang. Tidak terlalu besar agar tidak mengganggu pasien-pasien lain. Ia mengacak-acak rambutnya yang sejak tadi memang sudah tidak rapi lagi. Lantas melipat tangannya seraya memandangi jalan dengan tatapan nanar.

"Rio ..." Dia tertawa singkat. Terdengar agak sinis. "You're such a jerk! How could your brother be sick for a long time but you didn't know it? Unreliable!"

Dia sengaja menjauh dari keramaian. Menyendiri di tempat yang mungkin tidak akan dijangkau oleh adik-adiknya. Ia hanya tidak ingin siapa pun melihat sisi gelapnya.

Ya, sisi gelap seorang Rio. Lebih dingin, lebih kejam, dan tentu saja tidak pernah segan berbuat apa pun yang tidak benar. Apa pun, asal emosinya bisa mereda karena hal itu. Tidak peduli jika itu berdampak buruk bagi orang lain.

Ia sengaja menyendiri, agar tak ada yang bisa menghakiminya. Orang-orang itu ... mereka tidak akan pernah mengerti luka yang sedang ia coba untuk tutupi. Mereka tidak akan mendengar penjelasannya.

Lagipula, siapa yang mau mendengarkan remaja berumur tiga belas tahun yatim piatu yang seakan tak punya keluarga? Latar belakangnya ini sudah lebih dulu menjadi tamparan keras untuk Rio. Juga sudah lebih dari cukup untuk membuat orang-orang menghinanya sedemikian rupa. Sedikit orang yang mampu mengerti kondisinya. Dan jika ada, Rio akan sangat mengapresiasi orang tersebut.

Jika ada yang bilang kalau Rio jauh lebih beruntung dari saudara-saudaranya yang lain, maka mereka semua salah.

Beruntung? Rio ingin tertawa mendengarnya. Apa yang beruntung dari hanya tinggal bersama paman dan tantenya tanpa bisa berkumpul bersama keluarga besarnya? Apa yang beruntung dari ditinggal sendirian di rumah karena kedua anggota keluarga yang menjaganya itu sibuk mencari nafkah untuk dia dan tentu saja kelangsungan hidup mereka sendiri?

Bahkan saat SD, Rio pernah merasakan seperti apa rasanya disebut anak haram. Ya, status orang tua Rio yang terkesan misterius dan tidak jelas memicu rumor-rumor tidak benar padanya. Banyak yang berpendapat kalau Rio adalah anak hasil hubungan satu malam, yang mana orang tuanya tak mau mengurus anak itu dan akhirnya dua adik sang Ayah yang belum berkeluarga, yang juga digosipkan dibuang dari keluarga mereka, bekerja sama untuk membesarkan anak itu.

Sekejam itu mulut orang-orang yang menghina Rio. Yang dilakukan anak itu hanya diam dan pura-pura tidak tahu. Namun dalam diamnya, ia terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di keluarganya.

Hingga akhirnya, kebenaran menyakitkan itu terkuak. Rio tahu semuanya. Semuanya, semua kebenaran yang disembunyikan darinya. Termasuk fakta kalau Alfa, sahabatnya selama ini, ternyata adalah saudaranya, sekaligus penyebab orang tuanya meninggal.

Saat itu Rio masih kelas 4 SD. Semua luka dan dendam yang ia tumpuk sejak kecil akibat perlakuan semena-mena orang-orang atas latar belakangnya yang tidak jelas ia tumpahkan pada satu orang yang ia anggap harus membayar atas semuanya. Orang itu adalah Alfa. Saudaranya sendiri.

Semua itu menggelapkan matanya. Menutup hati nuraninya. Ia membalas semua perlakuan semena-mena orang-orang kepada Alfa. Bertahun-tahun, ia berpegang pada prinsip kalau Alfa-lah yang menghancurkan keluarganya. Meski ada rasa kasihan yang terselip, namun ia dengan egois menepis itu semua demi menuntaskan dendamnya.

Lentera Redup {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang