Olimpiade

334 42 1
                                    

"Jangan terlalu dipikirkan, Alfa." Rahman tertawa dingin melihat wajah datar Alfa. Adik kelasnya itu hanya menoleh sekilas, lantas tersenyum singkat. Entah kenapa mood-nya hari ini hancur berantakan.

Beruntung mood-nya yang kurang bersahabat itu tidak membuat semangat belajarnya menurun. Buktinya, semua materi olimpiade berhasil dia pahami dalam waktu singkat. Plus puluhan soal yang sukses dia kerjakan dengan benar selama beberapa hari belakang.

"Mau menang atau kalah, tidak akan derajat kamu turun atau naik di mata Allah." Alfa tersenyum mendengar itu. Dimas memang hemat bicara dan punya aura dingin yang membuat semua orang segan, tapi sebenarnya dia orang yang baik, kok. Beda seratus delapan puluh derajat dengan Abi yang songongnya naudzubillah.

Lokasi olimpiade mereka di wilayah sekolah islam Arcadia. Tidak terlalu jauh dari pondok pesantren mereka.

Ustadz Fajar tidak banyak cakap sesampainya di sana. Hanya berpesan untuk tetap fokus dan jangan mengharapkan kemenangan. Itu saja.

Ketika akan masuk ke aula, mata Alfa tidak sengaja menangkap sosok santriwati yang juga ikut menjadi perwakilan dari pondok pesantren mereka. Beberapa mata juga sempat mengarah kepadanya. Entah kenapa membuat Alfa sedikit terganggu melihatnya menjadi pusat perhatian mendadak.

Memakai baju biru-putih seperti yang lain. Juga rok dan jilbab segi empat berwarna senada. Raut wajahnya dingin, namun tidak bisa menutupi aura kecantikan yang terpancar jelas.

Alfa melihat kesekelilingnya. Setelah suasana memungkinkan, dia berjalan mendekati gadis itu. Namun masih menjaga jarak agar tidak ada yang curiga.

"Kamu mau ikut olimpiade atau mau tebar pesona? Jalannya bisa sambil nunduk, gak? Jangan ngangkat muka?" sindir Alfa tajam.

"Jauh-jauh sana. Aku ilfeel dekat-dekat sama kamu!" balasnya.

"Aku serius, Aliya. Nunduk sekarang atau kamu bakal terus dilihatin sama mereka."

Aliya melirik ke sekelilingnya, kaget ketika menangkap basah beberapa murid laki-laki yang juga meliriknya sambil senyum-senyum sendiri.

Sepertinya anggapan Alfa tentang Aliya yang bisa membuat siapapun ketakutan setengah mati itu salah besar.

Alfa tersenyum puas melihat Aliya yang berusaha menyejajari langkahnya dengan Shara, kakak kelas sekaligus kakak sepupu Alfa. Tak lupa juga menunduk sesuai pesan Alfa tadi.

Kini tinggal Alfa yang baru sadar akan tingkahnya yang tidak biasa.

Ratusan murid dari berbagai sekolah menengah pertama dikumpulkan dalam sebuah aula. Duduk sesuai kategori olimpiade yang mereka ikuti. Menyimak pembukaan acara, mendapat lembaran soal olimpiade, dan mengerjakannya dengan santai.

Tidak perlu waktu lama bagi Alfa untuk mengerjakannya. Selesai sebelum waktu pengerjaan berjalan separuh. Matanya asyik mengamati situasi senyap seperti sekarang. Dimana dia bisa bermain dengan pikirannya sendiri, sementara orang lain sibuk memikirkan jawabannya.

Sambil sesekali mengecek jawabannya, pandangan Alfa terlempar ke arah lain. Tepatnya ke deretan peserta olimpiade kategori IPA. Matanya menangkap sosok gadis yang bicara dengannya tadi. Aliya.

Cantik ...

Alfa tersentak mendengar kalimatnya sendiri. Membulatkan matanya. Tidak percaya dengan apa yang ia katakan barusan.

Tobat kamu, Alfa!

Dasar, ngomong aja kerjanya. Tapi ternyata juga lirik-lirik!

Udah berapa koleksi dosa kamu?

Anak itu melempar pandangannya ke arah lain. Terhenti tepat pada seorang siswi yang juga peserta olimpiade IPA. Duduk jauh dari Aliya dan juga memakai jilbab syar'i. Jika bisa dibilang, selain santriwati pondok pesantrennya, hanya dia yang memakai jilbab syar'i.

Lentera Redup {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang