"Aku jamin seratus persen, kalian bakal kangen sama Luqman yang gantengnya melebihi Aliando ini! Hari-hari kalian nggak akan sama tanpa Luqman!" Faris refleks melempar anak itu menggunakan gumpalan tisu bekas agar dia berhenti berkoar-koar tidak jelas. Pusing mendengar Luqman yang sejak tadi asyik bicara, padahal tidak ada yang menanggapinya sejak tadi.
"Nggak akan ada yang kangen sama kamu, Luqman!" seru Faris keki.
Luqman merengut. "Idih! Masa, sih, nggak ada yang kangen sama selebriti pondok pesantren Ahlul Qur'an?"
Alfa tersenyum geli melihat perilaku dua temannya itu yang tidak juga mendapat respons dari personil kamar yang lain. Satu semester di sini dan tidak ada yang berubah dari pekan-pekan pertama mereka tinggal di sini.
Dua pekan ujian, sepekan remedial, dan sepekan lagi class meeting telah selesai. Keadaan pondok menjadi seramai hari pertama. Ya, semua wali santri datang untuk mengambil rapor dan menjemput anak-anak mereka.
Di luar dugaan Alfa, Tante Ayyi yang menjemputnya. Seorang diri pula. Ia pikir wanita itu akan menyuruh orang lain atau bahkan menyuruhnya pulang sendiri. Beliau memutuskan untuk mampir sebentar ke paviliun Kyai Anshar, tempat tinggalnya dulu saat masih kecil. Tempat beliau menghabiskan masa kecil dengan keluarganya. Menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan kedua orangtuanya.
Selagi wanita itu berada di dalam, Alfa lebih memilih untuk bermain sebentar dengan sepupu kecilnya.
"Alfa merepotkan tidak di sini, Bah?" Tante Ayyi bertanya setelah berbicara ringan dengan sang Ayah.
Kyai Anshar terkekeh. "Anak itu tidak pernah merepotkan dari dulu. Dia bisa mengurus semuanya sendiri."
"Masalah itu Abah sudah bicara padanya?" tanya Tante Ayyi penuh harap.
"Aisyah, kamu tidak ingin memberi kebebasan sedikit pada Alfa? Dia masih remaja. Harusnya ia sudah mulai menentukan jalan hidupnya sendiri, bukan malah dikekang seperti ini. Abah sudah berhenti berharap tentang itu. Abah sudah membiarkannya. Pilihan sudah Abah jatuhkan ke tangannya," tanggap Kyai Anshar kalem.
"Tapi Abah udah tahu, kan, resikonya? Abah udah tahu, kan, bagaimana reaksi Om Ridwan kalau tahu nanti?"
"Dia persis ayah dan ibunya. Tidak ada yang bisa menghentikan langkahnya, tentu saja selain takdir Allah dan kata hatinya sendiri. Memaksa memang tidak selalu membuat hasil yang manis, Aisyah. Lagi pula, tugas kita hanya membimbing dan mengarahkannya ke hal yang benar," terang Kyai Anshar. Masih tenang seperti biasa.
"Abah mengerti alasan Ridwan itu memaksakan keinginannya," ujar Kyai Anshar dengan nada pelan. "Kita semua mengerti alasannya, traumanya di masa lalu. Tapi kita tidak bisa hanya berpihak pada satu sisi, Aisyah. Kita harus membuka mata dan yakin kalau semua telah berubah. Kamu tahu beda Alfa dengan anak-anak lain, kan? Kamu tahu kelebihannya dibanding orang lain, kan?"
Tante Ayyi terdiam. Perlahan menoleh ke arah keponakannya yang tengah menghabiskan waktu bersama sepupunya. Dua belas tahun yang ia kira singkat ternyata berlalu secepat ini. Dia sendiri tidak menyangka kalau Alfa sudah sebesar ini. Dia terlambat menyadari kalau Alfa sudah dewasa. Hatinya mendadak terasa nyeri. Tidak percaya kalau dia kehilangan waktunya dengan anak laki-laki itu. Selama ini, dia lebih memprioritaskan Kiara dan Yumna dibanding Alfa.
"Kamu harus percaya kalau dia berbeda. Abah tahu kamu juga punya luka karena kejadian serupa. Kamu menolak untuk kehilangan orang yang kamu sayang lagi. Tapi Abah ingatkan, Aisyah, kamu sendiri yang bilang kalau kehilangan itu akan terjadi. Perpisahan pasti berlaku. Jika kamu menolak untuk merasakan kehilangan, maka kamu menolak takdir Allah."
"Kehilangan yang Ayyi rasakan itu menyakitkan, Bah."
"Lalu bagaimana dengan Alfa? Kamu pikir dia tidak terluka ketika menerima tindakan-tindakan kasar dari kalian selama ini? Bahkan hal sekecil kebenaran tentang orangtuanya, apa kamu pikir dia tidak akan terluka ketika tahu?"
Pertanyaan itu membuat Tante Ayyi merasa tertampar. Beliau terdiam, merenungkan hal itu cukup lama. Sangat lama, sampai ketika waktunya habis dan ia harus segera kembali ke Jakarta, ia masih tidak menemukan kata terbaik untuk menjawab pertanyaan itu.
Lain halnya dengan Alfa, remaja laki-laki itu tampak tidak peduli dengan interaksi mereka selama di dalam. Ia tidak bertanya apa yang Tante Ayyi dan Kyai Anshar bicarakan di dalam. Menjelang kepulangannya, ia berpamitan sekali lagi pada teman-temannya. 'Berpamitan' kepada lingkungan pesantren yang seakan sudah menjadi rumah baginya selama enam bulan ini.
Rumah? Apakah bisa ia menyebut pesantren ini rumah? Menurutmu, seperti apa 'rumah' yang sebenarnya itu? Dalam arti umum, rumah adalah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Kalau begitu, tidak salah, kan, jika ia menyebut pesantren ini rumah?
Banyak orang mengartikan bahwa rumah itu adalah tempat di mana kita merasa nyaman, tempat di mana kita merasa 'pulang'. Dan, yah, jika memang itu arti sebenarnya dari rumah, maka sekali lagi dia tidak salah menyebut pesantren ini 'rumah'. 'Rumah' satu-satunya bagi remaja laki-laki itu.
- Alfa -
Setelah menempuh tiga jam perjalanan, mobil milik Tante Ayyi perlahan mulai memasuki perumahan tempat mereka tinggal. Alfa menyapu pandangan, menatap datar satu per satu rumah yang mereka lewati. Ia baru saja bangun setelah tertidur selama satu jam. Daripada melayani pertanyaan Tante Ayyi yang macam-macam, mending dia beristirahat selama perjalanan, kan?
Tak lama mobil itu berjalan masuk ke pekarang rumah Tante Ayyi. Mesin mobil dimatikan tepat setelah mobil terparkir dengan sempurna. Tante Ayyi menghela napas, lantas menatap Alfa yang langsung bersiap untuk turun.
"Well, welcome back home, Alfa," ujar wanita itu dengan senyum tipis terlukis di wajahnya.
"Home?" Alfa terkekeh. Ia membuka pintu mobil, lantas melompat turun. Sebelum ia menutup pintu mobil, ia menyempatkan diri menoleh ke belakang. Menatap Tante Ayyi yang menatapnya bingung. "Mungkin Tante salah, yang bener itu, kan, welcome back to hell."
- Lentera Redup -
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Redup {SELESAI}
Подростковая литератураPercayalah, ini mungkin adalah kisah paling rumit yang pernah kalian temui. Namanya Alfa, remaja laki-laki yang bahkan baru menginjak bangku sekolah menengah. Ia adalah laki-laki kuat yang tumbuh dengan perlakuan kasar dari kakeknya. Ia adalah lak...