Perkara keterlambatan itu rupanya belum berakhir. Malah berbuntut panjang hingga sampai ke telinga pihak tertinggi yang punya kekuasaan atas hukum di pesantren ini.
Usai menjalani hukuman, mereka bergegas balik ke asrama. Cepat-cepat mandi dan langsung pergi ke ruang makan untuk sarapan. Setelah itu mereka mendapat pengarahan di kelas, lantas mendapat perintah untuk pergi ke lapangan dan mengikuti kegiatan MOS.
Alfa tahu, kegiatan MOS tidak akan berjalan sesuai ekspektasi para santri baru. Meskipun sudah ditegaskan kalau tidak boleh ada kekerasan dalam MOS, Alfa sudah menduga kegiatan ini akan lebih mirip dengan perundungan. Para senior berteriak, membentak, bahkan ada beberapa yang seenaknya memukul.
Sekitar jam sembilan kegiatan MOS selesai dan semua santri baru diperintahkan pergi ke masjid untuk melaksanakan salat dhuha berjamaah. Barulah setelah itu mereka diizinkan kembali ke kelas untuk beristirahat.
Baru saja mereka berenam beristirahat, tiba-tiba Dimas datang ke kelas mereka dan berkata, "Kalian berenam dipanggil ke mahkamah sama Ustadz Maher sekarang."
"Lah, salah kita apa, Bang?" tanya Yusuf.
"Kalian, kan, tadi melanggar peraturan. Nah, kalian sekarang mau disidang lagi sama Ustadz Maher. Udah sana pergi," perintah Dimas tegas.
Awalnya mereka berenam tidak mau beranjak karena masih kelelahan, tapi setelah melihat raut wajah Dimas yang makin menyeramkan, akhirnya mereka semua segera keluar dari kelas.
"Gila, sih. Ini kayaknya azab, deh, Gais," ucap Faris sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Karma ini, mah," kata Alfa singkat.
"Coba kalian inget-inget. Kita tadi malam ada salah apa sampai dapet karma gini?" kata Yusuf yang membuat Haikal langsung mendengkus.
"Apes banget, sih, kita hari ini. Padahal, kan, tadi pagi kita gak sengaja terlambat," protes Haikal sebal. "Kalau kata peribahasa, sih, sudah jatuh, tertimpa tangga, kepentok meja pula."
Luqman berdecak pelan, lalu menggaruk kepalanya. "Gimana, dong? Aku, tuh gak pernah masuk BK. Lagian, kalian percaya, kan, masa anak seganteng dan seimut aku jadi langganan BK?"
"Masalah percaya atau nggak, kayaknya kita harus mikir seratus kali dulu, Man," tanggap Raffi kalem.
Alfa yang sudah biasa dipanggil ke BK tidak seheboh teman-temannya ini. Dia dengan santai mengetuk pintu mahkamah, mengucap salam, lalu masuk ke dalam. Diikuti teman-temannya yang ketakutan setengah mati.
"Assalamualaikum, Ustadz ...." Alfa mengetuk pintu tersebut, kemudian mendorongnya sedikit untuk melihat isi ruangan.
"Wa'alaikumsalam, masuk, masuk." Suara seorang laki-laki mempersilakan mereka masuk. Semuanya, kecuali Alfa, menarik napas sejenak, lantas masuk ke ruang tersebut.
Begitu masuk ke ruangan keramat ini, mereka langsung disuguhi hawa dingin yang menyeruak. Bulu kuduk mendadak berdiri. Merinding. Nggak salah. Ini yang dirasakan kalau sudah masuk ke mahkamah. Tempat yang disebut-sebut sebagai 'pengadilan' pesantren ini. Siapapun yang masuk, jangan harap bisa keluar dengan selamat.
"Oh, kalian ternyata," ujar laki-laki itu datar. Beliau memperhatikan name tag yang terselip di baju seragam mereka. Mengeja satu persatu nama santri baru yang akan disidang ini. "Ya, sudah, saya gak mau bicara lama. Nama saya Ustadz Maher. Saya pemegang kekuasaan hukum tertinggi di pondok pesantren Ahlul Qur'an. Jadi kalau kalian melanggar peraturan, kalian akan diberi hukuman melalui tangan kanan Ustadz, contohnya Dimas. Setelah itu, baru kalian akan dipanggil ke mahkamah. Nah, ..."
"Maaf, saya boleh menjelaskan dulu, Ustadz?" Sebuah suara menyela kalimat Ustadz Maher dengan cepat. Membuat laki-laki itu terdiam, diikuti dengan kelima temannya yang mendadak gelisah karena penyelaan tiba-tiba ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Redup {SELESAI}
Novela JuvenilPercayalah, ini mungkin adalah kisah paling rumit yang pernah kalian temui. Namanya Alfa, remaja laki-laki yang bahkan baru menginjak bangku sekolah menengah. Ia adalah laki-laki kuat yang tumbuh dengan perlakuan kasar dari kakeknya. Ia adalah lak...