Santri Baru

353 48 0
                                    

Di pondok pesantren ini, ada tiga asrama santriwan. Ketiga asrama tersebut membentuk letter 'U'. Di sebelah kiri ada asrama Abu Bakar yang berisi santriwan kelas tujuh dan delapan. Di sebelah kanan ada asrama Umar bin Khattab yang berisi santriwan kelas sembilan dan sepuluh. Sementara di tengahnya ada asrama Ali bin Abi Thalib yang berisi santriwan kelas sebelas dan dua belas, beserta tiga kamar musyrif alias pembina asrama. Terdiri dari tiga lantai dan masing-masing lantai mempunyai enam kamar. Tak jauh dari area asrama santriwan, tepatnya di sebelah kiri asrama Abu Bakar, ada dua kamar mandi yang mempunya sepuluh bilik di dalamnya.

Setelah menemui Kyai Anshar dan Ummi Wulan, orangtua dari ibunya, Alfa pergi ke asrama tempat dia akan tinggal mulai hari ini. Asrama tersebut terlihat masih ramai. Alfa ragu-ragu masuk ke dalam kamarnya, Abu Bakar 6 yang berada di lantai tiga, karena ada empat anak seumurannya yang ia yakini sebagai teman sekamarnya.

"Kenapa gak masuk?" Alfa sedikit kaget ketika menyadari ada seorang anak di sebelahnya. Mereka berdua saling tersenyum canggung. Anak itu mengulurkan tanagnnya. "Maaf udah ngagetin. Aku Yusuf, dari Palembang."

Walaupun masih canggung, Alfa menyambut uluran tangannya. "Alfa."

"Oh, Alfa cucunya Kyai Anshar, kan?" tanya Yusuf memastikan.

"Iya, kok, kamu tahu?" Alfa balas bertanya.

Bukannya Yusuf yang menjawab, malah suara dari dalam kamar yang menjawab pertanyaannya tadi. "Siapa yang gak tahu kalau kamu cucunya Kyai Anshar? Dari tadi pagi, banyak orang ngomongin kamu, apalagi santriwati. Senior-senior di sini udah pada kenal sama kamu, kok. Udah terkenal kamu, mah"

"Kalian mau berdiri di sana terus? Kayak patung selamat datang," sahut seorang anak laki-laki berambut ikal, dilanjut dengan tawa nyaring keempatnya.

Tanpa disuruh dua kali, Alfa dan Yusuf memasuki ruangan tersebut. Ikut duduk bersama mereka berempat. Dibandingkan tadi saat baru sampai, sekarang kamar ini tampak lebih ramai.

Begitu Alfa duduk, anak yang tadi menjawab pertanyaan Alfa langsung berkata, "Aku Haikal, ini Faris, itu Raffi, dan yang itu, yang rambutnya ikal kayak aku, itu alien nyasar."

Dibilang begitu, anak yang ditunjuk Haikal tadi langsung sewot, "Enak aja. Udah nggak usah dengerin mereka. Luqman, santri paling ganteng di pesantren ini." Laki-laki berambut ikal itu menyombongkan dirinya. Mendengar itu, Haikal, Faris, Raffi, dan Yusuf memasang wajah ingin muntah.

"Iya, ganteng kalau dilihat dari ujung sedotan," tanggap Faris usil. Wajah sumringah Luqman berubah kusut mendengarnya.

"Ya, udah, sih, bilang aja iri, kan?"

"Dih, iri katanya. Eh, mirror mana mirror. Ambil kaca dulu baru ngomong. Kalau masalah ganteng, ya, masih gantengan Alfa. Kata kakak kelas, Alfa, tuh, punya keturunan Turki-Jerman, makanya mukanya kayak orang luar."

Luqman cepat-cepat berkata, "Eh, jangan salah. Aku juga keturunan orang luar."

Seorang anak yang Alfa ketahui tadi bernama Faris berkata, "Luar mana?"

"Luar Jawa," ujar Luqman polos. Spontan kelima anat tersebut menahan tawanya mendengar jawaban asal. Apalagi melihat wajah Luqman yang merasa tak bersalah. "Kenapa? Kan, aku aslinya itu orang Lampung. Nah, Lampung, kan, ada di pulau Sumatera. Di luar Jawa. Berarti aku punya darah orang luar, kan?"

Setidaknya teman sekamarnya tidak seburuk yang ia kira.

- Raisa -

Tong ... tong ... tong ...

Lentera Redup {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang