Jawaban Dari Semua Pertanyaan

385 37 2
                                    

"Ketika semua pertanyaan terjawab, akankah kehidupan kita bisa membaik dalam sekejap?"

- Lentera Redup -

"Kamu sudah tahu bagaimana kondisi Alfa?" Suara bariton itu memecah lamunan Tante Ayyi yang berdiri sambil melipat tangannya. Wanita itu sontak menoleh, membentuk lengkungan tipis di wajahnya. Lantas mengendikkan bahu.

"Apa aku harus peduli?" tanya Tante Ayyi datar. Tidak ada ketertarikan atau antusias di nada suaranya.

Om Angga terkekeh. Sudah menduga jawabannya. "Sepertinya tidak. Orang sepertimu tidak perlu berpura-pura untuk peduli," kata pria tersebut kemudian.

"Bagus kalau kamu mengerti." Tante Ayyi menghela napas kasar. "Aku rasa sudah cukup sandiwaraku selama ini, bukan? Kamu tahu jelas bagaimana pandanganku terhadap anak pembawa sial itu."

Angin malam terasa semakin menusuk. Taman rumah sakit terlihat sedikit ramai, ada beberapa pasien yang berlalu-lalang. Menghabiskan waktu mereka di sana sambil mengobrol dengan anggota keluarga atau melakukan aktivitas lainnya.

Tante Ayyi melirik sekilas ke arah Om Angga, yang sesuai dugaannya tengah menatapnya dingin. Wanita itu mengembuskan napas. "Kenapa? Kamu tidak terima kalau keponakan kesayanganmu itu aku sebut anak pembawa sial?"

"Mau sampai kapan kamu menyalahkan dia, Aisyah?" Nada tajam terdengar dari suara Om Angga. Pria itu nyaris kehilangan kesabarannya menghadapi wanita keras kepala itu. "Dia tidak tahu apa-apa. Dia tidak ada saat kecelakaan itu. Dia tidak pernah mengundang kesialan-kesialan yang kamu maksud itu."

Tidak ada jawaban setelahnya. Tante Ayyi justru menghela napas dan menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Membuat sebelah alis Om Angga terangkat, heran.

"Kalau tahu akan seperti ini, aku tidak akan menangis di hari dia lahir," kata wanita itu lirih. Bahkan nyaris tidak terdengar. "Saat aku tahu kalau ada satu bayi di ruangan itu yang tidak memiliki tanda-tanda kehidupan, aku tidak akan menyia-nyiakan air mataku untuk menangisinya. Bahkan tidak saat suasana di koridor rumah sakit itu berubah haru saat terdengar tangisan keempat dari dalam. Tangisan bayi yang disangka telah meninggal bahkan sebelum sempat menyapa dunia itu. Tangisan bayi yang dua tahun kemudian membunuh kakak perempuanku ..."

"Cukup, Aisyah," desis Om Angga geram. Ia lelah mendengarnya. Bukan, bukan lelah mendengar Tante Ayyi bercerita tentang kakaknya, namun lebih tepatnya lelah mendengar wanita itu menyalahkan Alfa, yang tak lain adalah keponakan sekaligus darah daging kakak kesayangannya.

Halaman rumah sakit itu mulai terlihat lengang. Sepi. Tidak ada yang datang untuk menghabiskan malam di sana lagi. Seolah memang berniat meninggalkan mereka berdua berdebat di sana. "Aku sudah berusaha untuk berbaik hati. Aku membiarkan anak itu tinggal di rumahku. Aku membiayai sekolahnya saat kakeknya sudah tidak mau berurusan dengannya. Tapi jika kamu menganggap luka itu telah sembuh dan kata damai sudah tercipta, kamu salah besar."

"Lalu apa yang mau kamu lakukan? Kakakmu dan abangku sudah meninggal hampir sebelas tahun yang lalu. Membenci Alfa tidak akan mengubah apa pun. Melampiaskan kemarahanmu pada anak itu tidak akan mengem-"

"Lalu kamu sendiri?!" Tante Ayyi membalas sinis. Bola matanya berputar, menyimpan kemarahan yang amat dalam. "Hampir sebelas tahun kamu memutuskan untuk menghilang. Kamu melakukan pemberontakan terhadap ayah kamu sendiri, nekat membawa Rio agar ia tidak dijadikan objek pelampiasan amarah seperti Alfa."

"Di malam kamu menghilang itu, kamu berdebat hebat dengan Om Ridwan. Kamu bilang kalau kecelakaan itu telah direncanakan. Namun, Om Ridwan tidak percaya. Karena itu kamu memilih untuk pergi. Menghabiskan hampir sebelas tahun untuk mencari informasi yang telah lama hilang jejak. Dan apa yang kamu dapat dari usaha sebelas tahun itu? Tidak ada! Kamu tidak bisa membuktikan apa pun! Kamu -"

"Kecelakaan itu disengaja!" Tidak tahan lagi, Om Ridwan berseru. Menghentikan kalimat Tante Ayyi yang sekarang justru terdiam kaku. A-apa? "Mereka bilang kecelakaan itu disebabkan oleh mesin AC yang terbakar. Kejadian langka yang nyaris tidak mungkin terjadi. Namun dua tahun terakhir, aku mendapat informasi dari pihak yang mengurus kecelakaan itu sebelas tahun yang lalu, kalau meledaknya mobil mereka disebabkan oleh bahan peledak di mesin mobil. Mereka awalnya ingin melapor, namun ada sekumpulan orang datang dan mengancam mereka untuk tutup mulut. Tidak hanya mereka, berdasarkan informasi lain, kumpulan orang itu juga berhasil menutup mulut pihak kepolisian dan siapa pun yang terlubat dalam penyelidikan kasus tersebut!"

Hening.

Keramaian rumah sakit yang samar-samar kini telah menghilang sempurna. Keheningan menyelimuti mereka berdua, juga tak luput menyelimuti empat remaja yang berada tak jauh dari mereka.

Mereka tidak akan menyadari kehadiran empat remaja itu, kalau salah satunya tidak berkata dnegan nada tercekat.

"Ada berapa rahasia sebenarnya yang kalian sembunyikan dengan sandiwara murahan itu?"

Pertanyaan dari seluruh penderitaan telah terjawab.

- Alfa -

Tante Ayyi mendadak gelagapan ketika menemukan empat keponakannya mematung di belakang. Begitu juga dengan Om Angga yang hanya bisa terpaku di tempat. Tidak tahu mau berbuat apa.

"Alfa ..."

"Ada berapa masalah, sih, yang ada di keluarga kita?" Alfa bersuara lagi. Ia benar-benar tidak habis pikir kali ini.

"Alfa, udah."

"Udah cukup, ya, Tan, Om. Tiga belas tahun semuanya mencoba buat bersikap baik-baik aja, tapi tanpa diberi tahu pun, Alfa tau keluarga ini gak baik-baik aja! Berapa banyak memangnya hal yang kami gak tau? Berapa banyak rahasia yang masih belum dibongkar sampai sekarang?!"

"Cukup, Alfa!" Om Angga mulai naik pitam.

"Apanya yang cukup?!" balas Alfa. Dadanya naik turun, menandakan emosinya yang mulai tak terkontrol. "Tiga belas tahun, tiga belas tahun hidup yang Alfa pengen sampai detik ini cuma liat keluarga kita baik-baik aja! Yang Alfa pengen sampai detik ini cuma satu hari tanpa harus dengar siapa pun ngebentak atau nambah-nambahin luka di tangan!"

"Alfa cuma mau penjelasan kenapa keluarga kita kayak gini. Kenapa semuanya berantakan kayak gini. Apa yang terjadi dan apa yang dirahasiakan semua orang. Itu aja! Alfa gak minta semua orang memperlakukan Alfa dengan baik! Alfa gak peduli lagi kalau memang semua orang nyalahin Alfa atau apalah! Alfa cuma pengen tau semuanya, itu aja! Biar Alfa bisa pergi dengan tenang ..."

Suara Alfa terdengar tercekat saat mengatakan itu. Begitu juga dengan semua orang yang berada di sana. Mereka mendadak membeku mendengar kalimat terakhir Alfa.

"Alfa ..."

Tante Ayyi berusaha untuk memanggilnya. Bertepatan dengan dada Alfa yang terasa sesak. Pasokan udara di dadanya kian menipis. Membuat cowok itu mendadak susah bernapas.

"Alfa?"

Yumna ikut memegang bahunya. Lantas tak lama kemudian membulatkan mata ketika menyadari ada yang salah dari saudaranya.

"Dokter!"

- Lentera Redup -

Apakah ini pertanda ... sad end?

Btw, maaf, ya, kalau ceritanya rada gak jelas😔 dan maaf karena lama update.

Terus ikutin ceritanya sampai habis, ya🙌🏻

Lentera Redup {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang