Tak pernah aku segusar ini seumur hidupku.
Ketika menghadapi ujian nasional, aku memang cemas bukan main sampai-sampai aku keliling Kalideres berjalan kaki sambil membaca buku. Namun aku tahu kunci satu-satunya adalah membaca buku tersebut.
Aku tak punya panduan apa pun menghadapi laki-laki yang nafsu kepadaku. Baik itu panduan menolaknya, menerimanya, memanipulasinya, atau apa pun. Yuni mungkin tahu caranya. Namun Yuni adalah orang terakhir yang ingin kutelepon mengingat dia terlalu bersemangat kalau topik pembicaraan kami menyangkut Raven dan kerajaannya. Waktuku bisa habis mendengar dia berteriak-teriak sebelum akhirnya kami masuk ke kuliah utama.
Aku tak punya pengalaman menolak laki-laki yang sedang ngebet kepadaku. Preman mau merkosa saja mindset-ku adalah pasrah, bukan melawan. Kuingat-ingat lagi pelajaran Yuni di telepon semalam, tetapi aku menyadari itu semua tentang merayu, bukan menolak.
Bagaimana cara menolak cowok, ya?
Aku pernah kok ditembak beberapa cowok dan kutolak. Mungkin dari sepuluh cowok yang menembakku, hanya dua yang akhirnya jadi pacarku. Itu pun karena orangnya berhasil merebut hatiku dengan menjadi sangat perhatian, bukan tiba-tiba muncul dan pedekate.
Dulu, aku menolak mereka dengan alasan, "Maaf, ya. Aku mau fokus belajar buat UN."
Nggak mungkin aku mengatakan itu kepada Raven.
"Maaf, ya. Aku ini Employee of the Month. Aku harus bermoral."
Nggak. Nggak bisa.
Karena pada kenyataannya aku ingin sekali direngkuh Raven ke dalam pelukannya.
Aku menghabiskan terlalu banyak waktu berpikir sehingga Raven keburu muncul di kamar selesai jogging. Aku sampai melompat dari tempat tidur (yang tanpa sadar kubereskan karena kebiasaan) kemudian berdiri di tengah ruangan menatap Raven yang berjalan masuk sambil mengatur napasnya.
Tubuh Raven mengilat oleh keringat. Perutnya kembang kempis mengambil napas. Dia berhenti di seberang tempat tidur, menatapku sambil perlahan-lahan melepaskan earphone nirkabelnya dari telinga. Raven lalu berkacak pinggang. Menatapku atas bawah.
"Udah latihan apa aja?" tanyanya.
Aku menggeleng pelan.
"Jadi kamu diam, melamun di sini nggak melakukan apa-apa?" tuduhnya.
Secara teknis, ya. Namun aku bukan melamun membayangkan yang nggak berguna. Aku justru mencari cara bagaimana menghadapi Raven meski aku belum menemukan jawaban apa pun.
Memberanikan diri, aku menggeleng.
Raven mengangkat satu alisnya melihat reaksiku. Sejenak dia memikirkan sesuatu, kemudian dia memerintahkanku untuk diam di tempat.
"Okay, stay there," titahnya sambil mengambil napas panjang. "Saya akan ajukan beberapa pertanyaan, dan kamu harus bisa menjawabnya. Setiap jawaban salah, saya akan berjalan satu langkah lebih dekat ke arah kamu. Dan ketika jarak kita tinggal sejengkal sementara kamu masih salah menjawab, saya akan memperkosa kamu."
Nggak adil, batinku. Melihat Raven seperti ini sih aku yakin banyak cewek akan sengaja memberikan jawaban salah hingga dia memerkosa.
"Pertanyaan pertama," ujar Raven. "Anggap saya Suseno. Lalu saya bertanya, 'Monika, Om pengin bobo sama kamu nih malam ini. Kebetulan Om lagi diundang workshop di hotel, jadi lagi nggak sama istri.' Apa yang akan kamu katakan?"
Aku menelan ludah. Sudah jelas jawabannya nggak mau. Semua orang juga nggak mau. Bahkan meski Pak Suseno punya banyak uang pun, masih ada pilihan cowok tajir lain semacam Raven yang enak dilihat. Atau putra mahkota kerajaan Brunei. Atau anaknya Pak Suseno, deh. Siapa tahu ganteng dan dapat warisan dari bapaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Rich Man Who Controls Everything
RomanceMonika, nama palsu (please jangan kasih tahu nama aslinya siapa) menganggap dirinya gadis sial yang lahir di keluarga miskin. Sampai umur sembilan belas tahun, pencapaian terbaiknya adalah menjadi Employee of the Month sebuah depstor kenamaan di Jak...