(33) Fun

11.3K 1.5K 195
                                    

Itu adalah satu minggu tersibuk bagi Raven. Nyaris setiap hari Raven dan bawahannya mengunjungi kantor Suseno untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menghambat. Tak ada yang berani mengambil keputusan atas nama Hadiputra Group, sehingga Raven selalu turun tangan untuk bernegosiasi.

Aku nggak tahu deal apa yang akhirnya disetujui Pak Suseno. Yang pasti sejak malam itu, aku nggak pernah kembali lagi ke kantor kementeriannya untuk menggoda si aki-aki tua. Tahu-tahu Raven meeting ke sana kemari melobi beberapa pihak. Persoalan penggusuran pun dapat direalisasikan setelah memberikan insentif uang kepada warga disertai gratis satu unit apartemen di lokasi yang akan dibangun.

Aku tahu itu semua karena aku rajin menguping pembicaraan Raven di telepon. Cowok itu hobi sekali mengunjungi apartemenku. Alasannya menjaga aku dari Ravero, padahal aku dan Ravero baik-baik saja. Aku mulai terbiasa menjadi asisten pribadi Ravero gara-gara ancaman nama Raden Oneng. Dan aku mulai ikhlas. Lama-lama, setiap aku diminta memijat Ravero, aku malah menjadikannya obyek pelatihan.

"Kalau dipijat di sini enak?"

"Uenak!" sahut Ravero sambil merem melek.

"Kalau di sini?"

"Muantap!"

"Nah, kalau aku pencet yang ini?"

"Raden Oneng!" umpat Ravero sambil meringkuk kaget dan kesakitan. "Itu biji gue ...! ANJRIT!"

Aku terkesiap sambil menutup mulut. "Sorry, sorry. Aku nggak tahu. Kirain nggak ada apa-apa di situ."

Gara-gara aku rajin memijat Ravero, kemampuan pijatanku semakin meningkat. Kuaplikasikan semua ilmu baruku kepada Raven. Sampai-sampai cowok tukang kontrol itu datang ke apartemenku empat hari terakhir, empat-empatnya minta dipijat sebelum tidur. Setelah Raven menutup telepon terakhir, dia akan melucuti seluruh pakaiannya lalu berbaring telungkup di atas tempat tidur. Aku akan memanjat duduk ke atas pantatnya, lalu mulai memijat. Raven selalu tertidur ketika pijatanku bahkan belum selesai.

Sore itu aku pulang ke apartemen dari shift pagiku di High End. Kutemukan Raven dan Ravero sedang mengobrol berdua di ruang tengah. Keduanya hanya mengenakan celana pendek saja dengan keringat membasahi sekujur tubuh mereka.

"Dan dia nggak mempan gue gombalin pake Shakespeare. Damn. Udah paling romantis padahal."

Raven terkekeh kecil. "All my life, I've never seen her going romantic," Raven mengulurkan tangannya menyambutku. Dia menarikku ke rangkulannya lalu mengecup keningku. "She's a diva."

Ravero tergelak. "Kasihan, ya. Pengin banget kayak si Kakak, padahal."

Aku memeluk Raven meski tubuhnya penuh keringat. Anehnya, dia nggak punya bau aneh-aneh. Misalnya bau keringat Raden Setyo waktu kipas angin rusak dan semalaman berkeringat. Raven ini aroma tubuhnya seperti keju, tapi jenis-jenis keju yang membuatku ingin menjilatnya.

"Ngomongin siapa?" tanyaku.

"Nadia," jawab Ravero. "Gue masih gagal dapatin dia. Terakhir gue nyamperin ke rumahnya, dia malah ngajak gue baca majalah bridal. Gue disuruh milih baju pengantin." Ravero geleng-geleng kepala. "Contoh-contoh teman SMA Abang yang halu, ya itu tuh."

Raven tertawa. Jarang-jarang dia tertawa. Apalagi seminggu terakhir. Biasanya dia muncul di apartemen dengan kening berkerut, dan terus mengerut sampai dia meninggalkan apartemen. Ingin sekali aku meluruskan keningnya yang kusut itu. Sudah kucoba mengoleskan Nivea Skin Firming Hydration Body Lotion Q10 Plus ke permukaan keningnya ketika Raven tidur. Diperkaya dengan formula Q10 complex dan hydra-IQ yang dapat mengencangkan kulit dan menghilangkan kerutan dalam dua minggu. Ini baru tiga malam, sih. Semoga efeknya kelihatan hari ke-14.

Crazy Rich Man Who Controls EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang