(30) Dead

13.4K 1.8K 399
                                    


Kedatangan Boon, tentunya, di luar dugaan. Faktanya, aku sedang nggak mau memikirkan Boon karena hatiku selalu terasa sakit mengingat obrolan terakhir kami di mobil kemarin siang. Kalau bukan karena Yuni punya beragam foto candid Boon, aku nggak akan mikirin dia, kok. Sumpah.

Hidupku dipenuhi Raven sejak pesta ulang tahun hingga live IG barusan. Setiap sosok Boon melintas dalam benakku, aku langsung menggelengkan kepala seperti mengusir setan. Sesekali aku membaca doa agar bayangan Boon lenyap dari kepalaku. Allahumma janibnasyaithana wa janibnisyaithana marazaqtanaa.

Namun selalu saja, ketika aku sekuat tenaga mengulang-ulang: Raven, Raven, Raven, Raven, Raven—

Boon!

Cowok itu muncul seperti bom.

Bukan aku benci dia. Nggak, kok. Aku cuma nggak mau terjerumus terlalu jauh dalam perasaan yang rumit. Aku tuh pengin fokus. Kenapa semesta tampaknya selalu punya jalan cerita lain?

"Ganggu, ya?" tanyanya, sambil melongok kecil ke dalam, ke arah Yuni yang masih menjerit-jerit.

"Apa untungnya gue ngeboong ama lu-lu pada?! Hiiihhh ...! Kalau kalian sirik bilang aja!"

"Nggak, kok," kataku. "Aku ... aku lagi live IG aja sama Yuni."

"Jam segini?" tanya Boon, melirik ke arloji di pergelangan tangannya, sambil mengerutkan alis.

Aku mengangkat bahu. Nggak ada yang bisa kulakukan selain menyalahkan sahabatku itu. "Biasa. Yuni."

"Udah makan?"

Please, Boon. Jangan perhatian kayak begitu.

Huhuhu.

Aku nggak mau baper, sumpah.

Sambil menarik napas dan mati-matian melupakan pertanyaan Boon, aku menodongnya dengan pertanyaan lain, "Kak Boon ada apa datang kemari?" Kutambahkan "kak", biar formal.

Boon menghela napas. "Aku disuruh Nino buat ambil gaun-gaun yang kemarin." Boon menatap pakaianku. "Yang kayaknya lagi dipake sama kamu." Boon terkekeh kecil.

Dengan malu aku langsung memeluk tubuhku sendiri. "M-maaf. Yuni ngajakin aku live IG pake gaunnya Nino. Biar orang-orang percaya aku sama dia ke ulang tahun Raven kemarin."

"Noh! NOH! Pada bisa baca, nggak? NINO ALEXIS! Desainer berbakat ENDONESYA! Desainernya langsung yang ngasih bajunya!" Yuni masih terdengar ngotot di ruang tengah sana.

"Iya, kedengaran, kok," kata Boon sambil tersenyum geli.

Aku ikut tersenyum bersamanya. Bahkan, aku menunduk karena malu. "Kak Boon nggak apa-apa nih datang ke sini ketemu aku?"

"Kalau ketahuan Raven ya apa-apa," jawabnya. "Tapi yang nyuruh kan Ninonya langsung. Agendanya ambil gaun aja. Kalau lancar, sih ... harusnya aku cuma dua menit di sini."

"Ya udah kalau gitu aku minta Yuni lepas gaunnya sekarang, deh."

"Nggak usah," sela Boon buru-buru. "Nyantai aja. Aku nggak punya jadwal apa-apa, kok. Nunggu dua jam juga oke. Boleh aku masuk?"

Sialan. Katanya dua menit. Kenapa jadi dua jam?

Gimana nantinya kalau hatiku terombang-ambing?

Aku tak punya pilihan lain selain membiarkan Boon masuk. Dia kupersilakan duduk di meja makan menunggu kami menyelesaikan IG.

"... Yes No, lah Bitch! Lo mau, kontol lo gue sunat lagi?! Untuk bisa masuk party tuh, pintu masuknya karpet merah. Di sana banyak—AAAAAARGH ...!!!" Yuni baru menyadari Boon masuk ke dalam ruangan. Dia langsung melompat dari sofanya, nyaris terlempar ke balkon. Yuni menutup menutup mulutnya. "Boon?" tanyanya, dengan suara seperti anak kucing.

Crazy Rich Man Who Controls EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang