(21) Frantic

13.8K 1.9K 187
                                    


Tiga hari sudah berlalu sejak ....

... aku nggak mau membahasnya.

Selama tiga hari terakhir, beberapa hal terjadi dalam hidupku. Pertama, aku menandatangani surat kontrak itu di depan Martin. Jadi secara resmi aku harus siap dipanggil Raven untuk membuat Pak Suseno happy—lalu mendapatkan 20 juta rupiah. (Tiba-tiba saja aku nggak begitu bangga menjadi Employee of the Month kalau gajinya saja cuma empat juta rupiah. Bahkan aku belum mendapatkan empat juta rupiah pertamaku, karena ini baru beberapa minggu sejak penandatangan kontrakku bersama High End.)

Kedua, aku belum diminta bertemu Pak Suseno selama tiga hari terakhir. Jadi, alhamdulillah.

Ketiga, aku, Yuni, Anwar, Angel, Cindy, Tabita, dan Lita sudah mencoba La Moda, Tom Tom, Penang Bistro, Taste Paradise, The Grand Duck King, Shaburi, dan Nomz Kitchen & Pastry. Semua aku yang traktir. Kadang kami membagi shift. Pukul 5-7 sebagian dari kami ke Tom Tom, pukul 7-9 sebagian yang tadi nggak ke Tom Tom kuajak ke Shaburi.

Kubilang saja aku ulang tahun dan mendapat warisan dari kakekku (yang sudah lama meninggal). Dan mereka sama sekali nggak mempertanyakan uangnya dari mana. Paling Cindy agak bingung ketika besoknya dan besoknya lagi kuajak makan di restoran mewah lain, "Kamu ulang tahun lagi hari ini?"

Karena nggak punya alasan lain kujawab saja, "Iya. Aku masih ulang tahun."

Cindy terpukau. "Wow. Berapa hari proses ibu kamu ngelahirin kamu, sebenernya?"

Anehnya, untuk ukuran orang yang lagi hobi membaca zodiak orang, Yuni nggak curiga. Harusnya kan dia ingat tanggal lahirku.

Keempat, ibuku menjual beberapa barang hasil pemberian ibunya Boon seperti rice cooker, blender, setrikaan, dan pashmina. Ibuku mendapatkan uang sebanyak 700 ribu dari hasil penjualan itu. Aku nggak bisa protes karena aku pun mengaku mendapatkan semua barang itu dari kupon undian Hypermart.

"Ya udah kali, Neng. Kamu dapat dari Hypermart-nya aja gratisan. Kita jual lagi aja. Kan untung!"

Bagiku 700 ribu nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang ada di rekeningku.

Kelima, akhirnya aku beli microwave!

Microwave Panasonic NN-DS596B, dengan teknologi Panasonic inverter! Yay! (Meskipun aku nggak tahu apa itu Panasonic inverter. Yang penting kedengarannya canggih.)

Hari ini, aku mendapat libur dari High End. Hari ini pula microwave-ku akan tiba. Pukul sepuluh pagi setelah pulang dari pasar berjualan nasi uduk, aku menunggu dengan excited di ruang tamu. Aku sudah mandi, mengenakan blus Chanel favoritku, bahkan sudah menyiapkan caption yang akan kugunakan saat memamerkan microwave baruku di Instagram.

Microwave tiba sekitar pukul setengah sebelas. Aku langsung membukanya di atas meja ditemani Raden Joko yang sedang sibuk menggulir For You Page di TikTok. Ibuku muncul dari belakang sambil membantuku mengeluarkan microwave dari kotaknya. "Apaan tuh, Neng?!"

"Ini microwave!" jawabku bersemangat, karena aku sudah menunggu-nunggu ini sejak lama.

Ibu mengamatinya dari beberapa sudut. "Buat masak nasi?"

"Bukan, lah," aku memutar bola mata. "Ini buat ngangetin makanan."

Ibuku tertawa. "Elah, pake yang beginian segala. Goreng lagi aja di atas panci buat ngangetin makanan mah." Ketika microwave itu berhasil dikeluarkan dan diletakkan di atas meja, ibuku menyahut lagi, "Oooh ... ini mah oven!"

Crazy Rich Man Who Controls EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang