Aku berlari ke sana kemari di area Men, mencari setelan yang cocok untuk laki-laki seenak udel itu. Anwar yang menjaga bagian sini menatapku heran atas bawah. "Alemong, ngapain kamu pakai baju Chanel, Say? Mau dibeli?"
"Bukan aku!" sergahku sambil sibuk menggeser setiap jas yang ada di rak. "Kamu lihat cowok di sana itu?"
Kutunjuk laki-laki yang sedang menelepon dengan gelisah di depan ruang ganti. Dia sedang duduk di salah satu kursi tunggu sekarang. Urat-urat di pelipisnya bermunculan, bahkan kelihatan dari jarak sejauh ini. Anwar mengintip dari balik kolom bangunan yang dilapisi cermin.
"Endolita. Cucok meong lakinya, Say."
"Dia minta aku cariin celana, kemeja, sama jas buat dia."
"Ukurannya apose?"
"Dia nggak ngasih tahu. Katanya kan aku udah lihat dia, jadi dikira-kira aja."
"Rrr!" Anwar menggeram seperti kucing, sambil mencakar udara di depan mukaku. "Cowok yang dominan tuh Say. Endol di kasur."
"Apa, sih!" Aku menepuk bahu Anwar. "Mau bantuin nggak?"
"Ya mana akika tahu Say ukuran dia berapa."
Yuni mendadak muncul dari belakang kami. "Apa sih ini, apa sih?" tanyanya dengan kepo. Kurasa dia sudah membuntutiku saat aku berlari menuju area Men mengenakan blus Chanel dan rok mahal entah mereknya apa. "Siapa sih Nek cowok itu?"
"Menong akika tahu, Say. Artis FTV bukan, sih?" Anwar berjinjit lagi untuk mengintip.
"Dia minta aku nyari jas, kemeja, sama celana buat dia pake. Tapi dia nggak ngasih tahu aku ukurannya," ungkapku mulai agak panik.
"OMG Mon, tarik napas gih." Yuni mencengkram lenganku lagi dan berusaha membantuku untuk tenang. "Tarik napaaas ... buaaang ...."
Itu sama sekali tidak membantu. Imaji laki-laki itu sebagai bos galak sebuah perusahaan sudah terpatri kuat dalam kepalaku. Kalau dia tidak puas dengan pelayananku, dia bisa komplain ke High End dan ujung-ujungnya aku dipecat. Belum juga sehari aku mengenakan Employee of the Month itu, masak aku sudah harus mencopotnya, sih?
"Tarik lagi ...," ulang Yuni, menuntunku bernapas. "Buang ...."
Anwar ikut-ikutan. "Lalu jepit ... tahan. Jepit ... tahan."
"Lo pikir senam kegel!" Yuni menoyor kepala Anwar. Kemudian, dengan kilat dan profesional Yuni berbalik untuk mencari-cari jas keren yang tergantung di rak. "Gue barusan lewat situ, terus gue merhatiin sosok dia yang ganteng dan perkasa seperti supermodel Italia. Kayaknya ukuran badan dia yang ... ini, deh."
Yuni melemparkan jas hitam besar ke pundakku. Aku nggak begitu memahami ukuran jas laki-laki, jadi aku hanya menurut saja. Bagiku semua ukuran jas ini sama. Dari luar kelihatan besar, entah apa yang membedakannya dari satu dengan yang lain.
"Karena kaki dia slim," kata Yuni, mulai mengacak-acak bagian celana, "mungkin dia cocok pake yang ini."
"Alemong, situ pede amat, Say ukuran pinggangnya bakalan paskibra," komentar Anwar sambil merapikan celana yang sudah diacak-acak Yuni.
"Urusan laki-laki sih serahkan ke gue aja, Nek. Seumur hidup gue abisin buat mempelajari anatomi tubuh pria. Nah, sekarang kemejanya."
Yuni melompat lagi ke section kemeja mahal yang berada di seberang lorong. Matanya awas seperti elang mencari mangsa. Jemarinya dengan lihai membuka dan menaksir ukuran kemeja yang tepat. Satu kemeja Calvin Klein yang tergantung rapi Yuni angkat ke udara lama-lama. Setelah lama mempertimbangkan, Yuni pun dengan percaya diri bilang, "Yang ini. Nih, bawa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Rich Man Who Controls Everything
RomanceMonika, nama palsu (please jangan kasih tahu nama aslinya siapa) menganggap dirinya gadis sial yang lahir di keluarga miskin. Sampai umur sembilan belas tahun, pencapaian terbaiknya adalah menjadi Employee of the Month sebuah depstor kenamaan di Jak...