(39) Zealous

12.6K 1.4K 314
                                    


"Monika, what are you doing?" sapa Raven ketika masuk ke ruangan dan melihat isinya seperti apa. "Kita mau bawa siapa aja ke sini?"

"Yang lain full book. Abang bilang room-nya whatever."

"And why are you wearing wig?" Raven menyipitkan matanya mengamati penampilanku.

"Penyamaran. Biar Nadia nggak tahu siapa aku," kataku bangga. "By the way, namaku Nikita, kalau penampilannya begini."

Raven menghela napas sambil menggulung lengan kemejanya. Dia lalu duduk di sampingku, menghempaskan tubuhnya.

"Maaf, ya," kataku sambil mengelus-elus lengannya yang kokoh. "Abang marah?" Kulepaskan wig dan kuurai rambutku hingga aku berpenampilan seperti Monika lagi.

Raven menggeleng. "Nggak, lah. I'm just exhausted." Raven bangkit untuk mencumbuku beberapa detik. "I'm happy to see you."

"Gimana Pak Susenonya?"

"Untuk sementara, saya bisa aman. Suseno ditangkap bukan karena urusan Hadiputra. Ada beberapa pelabuhan fiktif di Indonesia Timur yang di atas kertas dibangun oleh ASDP, which is BUMN, tapi ASDP nggak tahu-menahu soal itu. Ada sebelas orang yang terlibat. Laporannya tertulis sudah dibangun dari 2015, tapi sampe sekarang cuma ada tombak-tombak doang di site.

"Selama ini uang rakyat digelontorkan buat biaya maintenance pelabuhan, sampai akhirnya BPK curiga karena pemasukan pelabuhan jauh lebih dikit dari biaya maintenance. Misal satu milyar buat maintenance, 200 jutanya dibilang pemasukan, padahal diambil dari biaya maintenance juga. Sisa 800-nya dibagi-bagi. Gila emang itu aki-aki."

Iya, gila, tambahku dalam hati. Dan bau balsem.

"Suseno bukan otak utama pelabuhan fiktif itu," lanjut Raven. "Tapi karena Suseno jadi beneficiaries kasus korupsi ini, ada kemungkinan dia akan diperiksa lebih lanjut sama KPK. Di situlah saya cemas. Takutnya urusan dia sama Hadiputra keseret juga."

Aku mengusap kepala Raven penuh kasih sayang. Kuanggukkan kepala, menunjukkan bahwa aku paham masalahnya. (Meskipun aku nggak tahu apa itu beneficiaries. Mungkin satu turunan kata dengan sekretaris. Ada ris-ris di belakangnya.)

"Sekarang kita banyak ketemu sama Handy. Mencoba meng-cover semua kebejatan Suseno yang berkaitan dengan Hadiputra. Saya nggak akan biarkan proyek ini gagal. Sudah terlalu banyak investasi dilakukan, tapi construction aja masih kena hambatan."

Kukecup kening Raven penuh kasih sayang. Menunjukkan support. Atau lebih karena aku nggak tahu apa yang harus kukatakan—karena aku nggak mengerti topiknya. Satu-satunya topik yang kupahami hanyalah soal Nadia. Namun kurasa nggak bijak untuk menanyakan soal Nadia, apalagi kondisi Raven sedang kelelahan seperti ini. Aku nggak boleh membuat Raven semakin bad mood dengan membahas Nadia.

Jadi yang kutanyakan adalah, "Gimana kabar sekretarisnya Abang?"

"Nadia?" ulang Raven.

Kuanggukkan kepala dengan semangat.

"Can we not talk about her?" tanya Raven.

Yaaah ... padahal nyaris saja dia membicarakan soal sekretarisnya. Apa boleh buat, aku nggak boleh maksa Raven. Tapi kebetulan, aku punya doa bagus yang sempat ku-google siang tadi sambil mendengarkan Asih dan ibunya Boon mengobrol. Begini lafalnya (sekalian kubacakan juga, ya):

Walqoytu 'alaika mahabbatan minii wa litusna'a 'alaa 'aini.

Itu adalah doa agar suami jujur kepada istri. Yang ternyata ampuh! Karena Raven tiba-tiba saja berkata, "She's been like hell."

Crazy Rich Man Who Controls EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang