Jam sudah menunjukkan pukul 5.27 ketika aku keluar dari ruang Bu Siska dengan air mata terkuras. Nadia melenggang pergi dengan puas meninggalkan High End. Yuni yang sudah selesai shift-nya, bahkan sudah berganti baju, langsung memelukku di ruang loker. Anwar juga begitu. Dia menangis paling keras di antara yang lain, merasa dirinyalah penyebab kekacauan ini. Padahal sudah jelas bukan Anwar.
Kugunakan tiga puluh menit berikutnya berpamitan dengan semua orang yang ada di High End. Nyaris semuanya menangis haru, sehingga hatiku terasa semakin sakit. Mungkin keberuntunganku sudah hilang. Mungkin aku sudah kembali ke kodrat awalku yaitu gadis miskin anak seorang kuli dan tukang nasi uduk. Gadis bernama Raden Oneng.
Yuni bersikeras menemaniku makan malam sebelum aku kembali ke apartemen. Namun aku menolaknya.
Aku sedang ingin sendiri.
Aku sedang ingin menangis sepanjang berjalan kaki dari Kokas menuju Taman Rasuna. Kalau perlu aku lewat kuburan, biar sepi. Dan aku nggak peduli. Mungkin ini terdengar lebay, tetapi itulah yang kurasakan saat itu. Aku merasa mati. Aku tak peduli orang-orang akan menatapku kasihan sepanjang perjalanan, atau mengiraku kuntilanak karena menangis sambil lewat kuburan.
Atau misal bertemu kuntilanak pun, aku nggak peduli lagi.
Dan semua itu benar-benar kulakukan hingga aku tiba di apartemen dengan mata yang semakin bengkak. Ravero sedang bermain Playstation ketika aku masuk ke ruangan. Bocah menyebalkan itu, mau-maunya menyetop permainan game hanya untuk memelukku.
Hanya memelukku saja.
Aku kembali menangis meski tak ada air mata keluar. Bahuku berguncang lagi dan tenggorokanku terasa tercekat lagi. Ravero hanya berdiri saja di sana merangkulku dalam pelukannya. Mengusap-usap punggungku. Kami berdiri dalam diam selama bermenit-menit, sampai kakiku kesemutan
"Apa pun yang bikin lo nangis begini," bisik Ravero kemudian, "gue yakin akan ada satu pasukan orang-orang keren yang rela berdiri di belakang lo dan bantuin lo. Dan gue, salah satu di antara mereka."
Ravero mengajakku duduk di sofa sambil mengatur bantal-bantal agar aku duduk dengan nyaman. Ravero membuatkanku secangkir teh kamomil Twinnings. Dia nggak menanyakan apa pun. Nggak bertanya, "Kenapa? Sama siapa? Berbuat apa?" Atau mendesakku menceritakan semuanya dari awal sampai akhir, yang menurutku malah akan membuatku menangis lagi.
Bekerja di High End adalah kebanggaanku. Karena aku nggak perlu bekerja di pabrik atau menjadi gadis pengangguran yang tinggal di dalam gang. Aku nggak perlu berjualan nasi uduk semata, tetapi aku punya kantor yang berada di gedung besar. Dengan AC dan baju-baju mahal mengelilingiku. Gajiku akan ditransfer ke rekening, sehingga aku punya alasan memiliki ATM.
Aku merasa terhormat saat bekerja di High End, selain karena aku menjadi tulang punggung terbesar di keluargaku, ibuku paling bangga memamerkanku ke tetangga karena aku kerja di mal. Ibuku bangga aku mengenakan seragam yang bagus dan trendi, dengan sepatu high heels dan makeup cantik. Ibuku bahagia setiap aku pulang membawa berita bahwa aku bertemu artis ibukota yang belanja.
High End juga tempat pertama yang mengapresiasi hasil kerjaku dengan menjadikanku Employee of the Month. Ini bukan soal uang 102 juta. Ini soal kehilangan pekerjaan yang kucintai.
Aku bahkan nggak tahu apakah Revalina mau memasukkanku lagi sambil memaafkan lima blus yang rusak itu. Mungkin Revalinanya mau, tapi apakah aku masih akan mau? Kamu pasti ngerti kan, Sahabat. Aku merasa malu menjadi pusat perhatian semua orang atas sebuah kesalahan fatal yang kulakukan. Kalau aku kembali bekerja di sana, rasanya pasti ... lain.
"Aku dipecat dari High End," gumamku akhirnya.
Ravero yang baru saja kembali memainkan game Playstation-nya, menyetop game itu dan menoleh. "Nadia, ya?"
![](https://img.wattpad.com/cover/220705221-288-k838188.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Rich Man Who Controls Everything
RomanceMonika, nama palsu (please jangan kasih tahu nama aslinya siapa) menganggap dirinya gadis sial yang lahir di keluarga miskin. Sampai umur sembilan belas tahun, pencapaian terbaiknya adalah menjadi Employee of the Month sebuah depstor kenamaan di Jak...