(59) Brave

19.1K 1K 216
                                    


Yang ada di monitor tampak mengerikan sekali.

Yana berusaha memberontak ketika enam banci itu mengerubunginya. Satu dari mereka melumuri mentimun dengan sesuatu, dan sekarang sedang berusaha memasukkannya ke pantat Yana. Cowok pemerkosa itu berteriak-teriak meminta tolong, tetapi Anwar berhasil menyumpal mulutnya dengan kutang yang dikenakan Banci 2. Tubuh Yana dipegang dengan kuat sehingga dia tak bisa bergerak.

Mirabela masih asyik membungkuk dan berusaha melesakkan mentimun itu.

Posisi itu persis yang kualami di gudang tempo hari. Ketika aku tak berdaya dipegang oleh tiga laki-laki dan bagian vitalku disentuh dengan paksa. Aku tak tahu apa yang kurasakan sekarang. Antara senang karena hal tersebut terjadi kepada Yana, pun merasa itu bukan perbuatan yang benar.

"Neneng?" Boon menjentikkan jemarinya di depan wajahku. Dia sedari tadi mencoba mengambil perhatianku, tetapi aku malah menatap monitor untuk mengulur waktu.

Seolah-olah aku ingin sekali melihat mentimun itu masuk ke tubuh Yana dari bawah.

"Maaf," jawabku akhirnya, menarik napas panjang dan tersenyum kecil.

"Neneng mau biarin aja si Yananya diperlakukan seperti itu?" tanya Boon. "Tolong ingat bahwa kita enggak serendah Yana. Kita bisa gunakan cara lain."

"Kamu mau masuk ke sana?" tanyaku.

"Enggak, lah," jawab Boon tegas. "Kalau banci-banci itu enggak puas ama Yana, terus aku ada di ruangan yang sama, aku pasti jadi korban berikutnya. Lihat, tuh! Masing-masing bawa mentimun mereka, tuh."

"Oke, aku yang ke sana." Aku berbalik, tetapi Boon masih sempat menahanku.

"Neneng yakin?" tanyanya.

Aku terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk kecil. "Aku harus yakin."

"Neneng yakin enggak akan berbuat bodoh di sana?"

"Enggak akan, lah. Memangnya aku sebodoh itu? Aku enggak bawa mentimun, kok."

Boon bangkit dan berdiri di hadapanku. "Aku enggak tahu rasanya jadi Neneng, tapi aku tahu rasanya punya dendam yang besar. Aku yakin Neneng punya dendam yang besar sama Yana, dan mungkin bisa melakukan apa saja supaya lebih lega. Aku cuma mau ngingetin bahwa ada banyak cara lain untuk melegakan hati kita dari amarah itu."

"Aku enggak akan masukin mentimun ke pantatnya Yana," kataku lagi.

"Masukin mentimun, sih mending. Tapi enggak ada yang tahu apa Neneng bawa duren atau enggak, lalu Neneng berencana masukin duren ke pantat Yana."

Aku malah terkekeh. "Enggak juga, kali!"

"Please, hadapi dengan kepala dingin. Seperti aku menghadapi Nadia sehari-hari setelah apa yang dia lakukan ke aku dan keluargaku."

Sejenak, aku terdiam lagi. Apa yang terjadi kepada Boon luar biasa. Caranya dia menghadapi orang terjahat dalam hidupnya pun luar biasa. Malah, Boon masih bisa bersikap biasa-biasa saja kepada Nadia setelah nenek lampir itu menabrak ayahnya hingga sakit.

Aku tak tahu apakah aku bisa menjadi seperti Boon.

Aku tak tahu apakah aku akan berhenti memikirkan durian (karena sekarang aku jadi membayangkannya) lalu memasukkannya ke pantat Yana.

Aku tak tahu apakah aku bisa setegar itu.

"Gimana caranya kamu melakukan itu?" tanyaku. Suaraku agak bergetar.

Boon menarik napas panjang dan menatapku dengan serius. "Caranya enggak mudah, dan enggak akan pernah mudah. Tapi orang baik akan selalu bisa melakukannya. Yang perlu Neneng lakukan adalah memahami bahwa Neneng lebih baik daripada orang itu. Neneng enggak serendah mereka."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Crazy Rich Man Who Controls EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang