Jeda Sementara

1.6K 73 4
                                    

"Ibu metta zeanata?"

"Benar dok"

"Silahkan duduk"

Aku duduk didepan meja dokter kandungan setelah dokter memeriksa perutku.

"Hmmm...usia kandungan ibu sudah masuk 10week"

"Beneran dok?"

"Iya..apa beberapa kali ibu terasa sangat lemah dan ingin pingsan?"

"Iya dok, sejak sebulan terakhir, rasanya kepala pening dan lemah"

"Pertama hindari stress ya, kedua banyak istirahat. Trisemester pertama rawan sekali terjadi keguguran"

"Iya dok"

"Saya resepkan vitamin, dan bulan depan kontrol lagi bersama suami ya."

"Terimakasih dok"

Aku menerima resep dan segera menyelesaikan administrasinya lalu pergi memesan taxi.

Didalam taxi aku bingung mau kemana, rasanya tak sanggup bertemu mas bagas dirumah. Tapi seharusnya dia mesti tau tentang bayi ini.

Aku memutuskan pulang kerumah dengan harapan ingin berbaikan dan mendengar penjelasan darinya, demi anak ini. Seharusnya aku mendengar penjelasananya daripada berprasangka padanya.

Malam ini aku menunggunya dengan semangat. Ini kabar yg selalu dia tunggu. Aku menyiapkan makan malam spesial untuknya. Meski sesekali aku mesti istirahat karena badanku lemah sekali.

Kudengar mobil mas bagas sudah datang, dan dia berjalan menuju ke dapur.

"Hmmm masak apa yang?"

"Kesukaanmu mas..."

"Tumbenan, ngrayain apa?"

Aku hanya tersenyum dan memberinya kode mata.

"Ganti baju gih, kita makan"

"Hmmm...mas ke atas dulu"

Mas bagas pergi keatas dan aku menyiapkan semua masakanku di atas meja. Sembari memegang foto usg tadi siang, kusimpan di saku  kimonoku kali ini.

Kami makan dengan tenang sampai aku berani menanyakan semua keresahanku saat ini.

"Mas tadi kemana buru-buru?"

"Oh...anu..ada urgent kantor"

"Urgent apa mas?"

"Hmmm..itu..hmmm..kamu kenapa sih yang, nanya e detail banget"

Aku kecewa mendengar jawabannya padahal hal terakhir yg ingin kudengar adalah kejujurannya.

"Mas...kenapa sampai sekarang mas tetep bohong"

"Maksud kamu?"

"Mas..aku lihat sendiri mas ke dokter kandungan dengan siapa"

Mas bagas kaget mendengarku membicarakan dia tadi siang. Meletakkan sendok dan garpunya seketika.

"Jadi kamu sudah tau?"

"Yg aku belum tau ada hubungan apa mas dengan wanita itu"

"Aku bukan ayah dari bayinya"

"Lalu kenapa mas bersikap seolah mas ayah bayi itu"

"Laki'laki yg menghamili bella kabur, dia tidak bisa bertemu keluarganya dengan kondisi seperti itu"

"Trus mas merasa bertanggung jawab?"

"Aku kenal bella udah lama, dan nggak mungkin aku biarin dia dengan kondisi seperti itu"

"Oh...jadi dengan sembunyi-sembunyi dari aku?"

Kami mulai saling bicara dengan nada tinggi, mempertahankan argumen dan meminta pengertian.

"Bukan begitu yang, mas hanya pengen ngomong disaat yg tepat"

"Kapan mas? Udah sebulan aku nunggu mas buat jujur"

"Kamu? Kamu udah tau sejak lama?"

"Mas....aku gak bodoh"

"Oke...sekarang mas minta tolong ijinkan mas buat bantu bella"

"Sampai kapan mas? Sampai anak itu lahir?"

"Semua orang akan ngira mas bapak dari anak itu, dimana mukaku sebagai istri mas?"

Aku mulai terisak, suamiku meminta ijin untuk merawat wanita lain yg sedang hamil dengan alasan kemanusiaan.

"Sayang,, mas cuma minta pengertianmu,"

"Oh..kalo aku ngijinin, mas akan setiap saat menemuinya? Membantunya bahkan selalu disampingnya saat periksa kandungan?"

Dia terdiam, kurasa aku tau jawabannya. Dia memilih untuk mengikuti nuraninya dan membantu bella dengan mengacuhkanku.

"Mas..ini pernikahan kita, mas seorang suami"

"Mas tau, tp kamu dalam kondisi baik sedang bella sedang tidak baik"

"Kalau aku sama tidak baiknya gimana mas?"

"Sudahlah ze,,,kamu sendiri yg meminta kita menunda untuk punya anak,,jadi"

"Oh ini karena masalah aku minta kita nunda punya anak, mas kesenengan ngurus wanita hamil yg jelas bukan anak mas?"

"Bukan...bukan begitu maksud mas, mas hanya merasa ingin menolong. Itu saja."

"Kita putuskan saja mas, mas ingin tetep bareng dia kan?"

"Maafin mas sayang, usia kandungan bella sudah 7bulan, dan setelah dia melahirkan mas akan fokus lagi ke kita"

Aku kaget mendengar jawabannya, mas bagas orang yg selama ini kupercaya dan kuharapkan, memberikan jawaban yg menghancurkan hatiku.

"Mas...setelah anak itu lahir, mas bisa saja terikat lebih dalam dengannya"

"Dua bulan ini, aku akan tinggal di apartemen resto"

Dia memegang tanganku dan memohon dengan wajah berkaca-kaca.

"Please dear, jangan pergi dari rumah ini"

"Mas..aku nggak bisa tinggal dengan laki-laki yg pikirannya bahkan tidak di rumah ini"

Aku mengabaikan tangannya, berbalik dan berjalan pelan terisak berlinang air mata, bahkan disaat harapanku untuk kita bisa bahagia kembali. Aku menelan pil pahit ini. Menyembunyikan foto usg anak kami lebih dalam. Tak lagi berharap dia menjadi alasan mas bagas peduli padaku. Karena jika dia ingin peduli padaku anak ini seharusnya bukan sebagai alasannya.

Aku mengemasi barangku dan turun tangga dengan gontai, mencoba bertahan sekuat tenaga tak ingin terlihat lemah dan rapuh didepan dia.

"Sayang..please..."

"Mas...jika mas belum bisa meninggalkannya, tolong jangan temui aku."

Make (it better) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang