merupakan sequel dari dear destiny dimana diambil dari sudut pandang metta
•
•
sebaiknya membaca dulu dear destiny.
•
•
only 21+
Lebih banyak foto 😘
vote to apreciate please.😊
Satu minggu aku baru bisa keluar dari rumah sakit, mentalku lebih sulit disembuhkan daripada luka badanku.
Selama seminggu itupun aku menutup diri dari siapapun bahkan mas bagas, menyendiri dan menikmati kesakitanku sendiri.
Aku tau mas bagas juga sakit dan sedih, selalu menungguku dari jauh dan hanya mampu menunjukkan kesedihan dari matanya.
"Permisi, ini buket bunga mau dibawa bu?"
"Biarkan disini saja mei"
Aku melihat beberapa buket bunga dari mas bagas, tanda permintaan maafnya. Tanda penyesalannya
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku tertarik membaca kartu ucapan yg tersemat dalam buket bunga tersebut.
Zeaku...
Malamku tak lagi indah Pagiku tak lagi cerah
Langitku menjadi sendu Hatiku yg sedang pilu,
Waktu tak dapat kukembalikan, Namun cinta tak akan hilang
Bila kau beri asa untukku
🖤 you
Aku cukup terkesan kali ini. Mas bagas cukup cakap mengambil hati wanita, namun itulah kelemahannya.
Aku melanjutkan berkemas untuk keluar dari rumah sakit sambil menunggu meike menyelesaikan administrasinya.
Pak adam yg kuhubungi kemaren menelfonku.
"Halo mbak metta"
"Ya pak, gimana?"
"Semua berkasnya sudah siap, benar mau diproses mbak?"
Aku termenung kali ini, menimbang keputusanku untuk berpisah dengan mas bagas. Tak lagi ada yg bisa kupertahankan. Perasaanku, asaku bahkan masa depanku dengannya hancur ketika aku kehilangan anakku.
"Proses saja pak"
"Baik mbak kalau gitu, detail dan surat-suratnya akan saya kirim ke rumah"
"Ya pak adam"
Aku menutup telepon dan kembali termenung, kuharap ini yang terbaik untuk kami.
"Ayo bu, sudah selesai semua"
"Yuk mei"
Kami bersiap pergi dan bertemu mas bagas di pintu kamarku.
"Sayang,,aku anter ya"
Aku berhenti sejenak, memberinya kesempatan bicara setelah behari-hari aku mengacuhkannya.
"Aku bawa driver mas"
"Pulanglah kerumah, biar mas sekarang jagain kamu"
"Pak adam udah nelfon mas?"
Dia terdiam, tertunduk dan mengiba. Aku tau berita itu terlalu cepat baginya, terlalu mendadak dan terlalu mengejutkan.
"Mas, sebaiknya mas menentukan jalan mas sekarang, mas boleh balik ke bella dan membantunya lagi. Aku tak lagi akan melarang mas"
"Aku sudah menyelesaikannya kali ini dear"
Dengan tenang aku mendengar penjelasannya, mengingat detail peristiwa yg masih menyesakkan dada.
"Kembalilah kerumah, ijinkan aku merawatmu, sebulan saja. Jika kamu tidak berubah pikiran, aku bersedia menandatangani perceraian itu"
Mas bagas membuatku kembali berfikir, tak ada salahnya aku kembali kerumah. Mungkin ini waktuku mempertimbangkannya lebih matang.
"Dengan syarat jangan pernah memaksaku"
Dia tersenyum mengiyakan, menggandeng tanganku menuju mobilnya.
"Mei, ibu pulang bareng saya"
"Baik pak"
Kulihat meike juga tersenyum, mungkin kemaren aku terlalu tegang sampai lupa bagaimana caranya tersenyum.
Kami berada didalam mobil, tak sesantai biasanya. Aku memilih lebih banyak diam, mas bagas masih terus mencoba mengajakku bicara yang kutanggapi biasa saja.
"Dear, mas udah ambil cuti cukup lama"
"Gimana kantor?"
"Ada malla dan fotografer baru"
"Hmmm.."
"Kukira seperti katamu, aku harusnya merekrut fotografer baru dan fokus pada menejerial"
"Mas..aku mau mampir ke mall sebentar"
"Yakin? Kamu baru sehat sayang"
Aku mengangguk, aku ingin pergi ke tempat aku memesan pakaian bayi kala itu.
"Baiklah, sebentar saja ya"
Mobil kami berhenti diparkiran pakuwon mall, aku memilih berjalan sendiri menuju mother and care. Mas bagas berjalan mengikutiku.
"Mbak, sy mau ambil pesanan baju bayi"
"Atas nama siapa bu?"
"Metta zeanata"
"Oh ditunggu sebentar ya"
Aku menunggu sambil melihat sekeliling, banyak hal dulu yg ingin kubeli dan kupersiapkan untuk bayiku. Kini semua tinggal kenangan.
Kulihat mas bagas juga sama sedihnya denganku, tapi dia mencoba untuk lebih kuat.
"Ibu..ini pesanannya"
Aku menerima paper bag berisi baju dan sepatu bayi itu dengan gemetar. Mas bagas tau dan langsung mendekat. Aku tak bisa berkata apa-apa.
"Makasih banyak mbak"
"Iya pak, semoga bayinya segera lahir dan sehat"
Mas bagas tersenyum dan mengajakku pergi. Menenangkanku, dan mengajakku makan siang kesukaanku.
"Kita makan yuk, sudah lama kita tidak pacaran lagi"
"Mas bagas yg terlalu sibuk selama ini"
"Hmmm...iya..maafkan aku,..yuk makan"
"Kita makan dirumah saja"
Aku segera berjalan menuju parkir mobil dan ingin segera sampai dirumah.