CHAPTER 18

1.8K 266 9
                                    


Tekan ⭐ kemudian 💬

Happy Reading for all.... 📖📖

•••••••••••••

Pagi hari menjelang. Setelah sarapan pagi usai, Victor memilih untuk pergi ke kamarnya sedangkan kedua temannya tengah diajak oleh ayahnya untuk berjalan-jalan. Katanya jika ada tamu dari luar negeri berkunjung, maka ajaklah mereka untuk berkeliling. Agar mereka tahu ada apa saja di Negeri kita.

Victor sedang berjongkok di salah satu lemari kecil. Ia bukan satu persatu lemari kecil itu, agaknya ia tengah mencari sesuatu. Serasa barang yang ia cari tidak ada di sana. Ia melangkahkan kakinya untuk mencari di atas lemari pakaian. Karena tinggi lemari yang melebihi tinggi badanya membuat ia kesusahan maka, ia mengambil sebuah kursi dan menaikinya.

Netranya melihat sebuah kotak persegi panjang yang cukup besar  berwarna baby blue. Segera saja ia mengambilnya, karena itu adalah benda yang ia cari sedari tadi. Mendudukkan dirinya di kursi tadi, Victor membuka kotak itu yang didalamnya tersimpan sebuah album foto. Foto album dirinya ketika masih kecil.

Ia membuka satu persatu dan meneliti setiap foto yang ada. Namun, yang membuatnya heran adalah,foto waktu ia kecil sangatlah mirip dengan bayi itu, mulai dari pipi chubby nya hidung bangirnya, semua itu sangat mirip dengan bayi yang berada di dalam mimpinya.

Menutup kembali album itu dan menghela nafasnya, Victor berpikir bahwa dengan hanya melihat album foto ia tak mungkin mendapatkan jawabannya. Ia seharusnya melihat sebuah surat penting. Ya, surat penting. Surat hak asuh.

Melangkahkan kakinya keluar kamar dan berjalan menuju kamar kedua orang tuanya. Di dalam hati ia berdoa kepada Tuhan untuk memaafkannya yang telah lancang masuk kedalam kamar orang tuanya sendiri dan mungkin akan membawa beberapa berkas secara diam-diam. Semoga saja orang tuanya tidak datang kemari. Pikirnya.

Membuka pintu kamar perlahan dan melihat sekeliling, serasa tidak ada orang ia segera masuk dan kembali menutup pintunya pelan.

Berjalan pelan menuju sebuah laci meja dan membukanya. Mencari surat-surat itu dengan amat pelan tanpa suara. Karena tidak ada, ia segera menutup kembali laci tersebut.

Melangkahkan kakinya ke sebuah lemari baju dan mencoba membukanya. Tapi sial, pintu lemari itu terkunci rapat. Jika di kunci pasti banyak berkas penting didalamnya dan mungkin surat itu juga ada di dalam lemari ini, pikirnya.

Mencoba berpikir dimanakah kunci ini berada, di laci tadi ia tak melihatnya. Apa jangan-jangan di laci meja rias. Namun, saat akan berjalan kesana, telinganya mendengar suara langkah kaki yang datang mendekat pasti itu ibunya.

Dengan terburu-buru ia masuk kedalam kamar mandi dan menutup pintu tak terlalu rapat sehingga ia bisa melihat siapa yang datang dari celah pintu itu.

Jantungnya semakin berdetak dengan cepat, ketika ibunya berjalan mengarah kearah kamar mandi. Tangannya terangkat hendak membuka handle pintu, membuat Victor menahan nafasnya sementara. Namun ternyata ibunya hanya mengambil mantel yang tergantung di dinding dekat kamar mandi. Hal itu membuatnya menghembuskan nafas lega.

Victor melihat ibunya mulai berjalan kearah lemari, mengambil sesuatu dari saku mantel dan menancapkannya  di pintu lemari. Sebuah kunci. Pantas saja ia tidak menemukan kunci itu ternyata di simpan di saku mantel milik ibunya.

The Seven Elements (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang