part 2 - Pen

306 27 2
                                    

Kantin,

"Woah! Kau benar-benar hebat bisa duduk disampingnya." kagum Sena.

"Eoh, maksudmu Yeonjun?"

"Tentu saja, siapa lagi?"

Kedua alis Yena bertaut, "Apa hebatnya? Justru aku kesal duduk dengannya. Kau tau? Bahkan sampai sekarang dia belum mengajakku berkenalan. Ani, bagaimana bisa berkenalan kalau mengajakku bicara saja tidak sama sekali." keluh Yena.

Mereka berdua memang sudah cukup akrab, lihat bukan? Hanya perlu beberapa menit berbicara dan berkenalan lebih banyak dengan Yena, gadis itu sudah bisa menceritakan keluhannya. Sebuah perubahan yang cukup drastis sebetulnya.

"Eoh, geurae? Memangnya kau tidak tau?" ucap Sena memastikan.

"Tidak. Memangnya ada apa dengan duduk disamping Yeonjun?"

"Ah, tak apa. Lupakan, nanti juga kau tau sendiri. Kupikir sekarang orang-orang masih sering membicarakannya."

Yena hanya mengangkat bahunya seolah tak ingin terlalu memikirkan perkataan Sena barusan. Gadis itu kembali fokus memakan ramyeon panasnya.

"Yena, nanti pulang bersamaku bisa?" ajak Sena.

"Eum, tentu saja." jawab Yena.

***

Jam pelajaran pertama setelah istirahat telah dimulai. Murid-murid segera berhamburan masuk kekelas mereka masing masing dan begitu juga dengan Yena.

Guru datang dan mulai menyampaikan materi pelajaran untuk hari ini. Memberikan beberapa tugas, catatan dan penjelasan. Disela-sela itu, Yena ingin mencatat di bukunya, tapi tinta pulpennya habis.

"Permisi, boleh kupinjam pulpenmu? Milikku tintanya habis" tanya Yena padanya.

Iya dia, lelaki yang duduk disamping Yena. Dengan segenap keberanian yang telah ia kumpulkan akhirnya Yena berani berbicara padanya. Entahlah, apapun responnya pikir saja nanti.

Tak ada jawaban.

"Hei, aku berbicara denganmu." ulang Yena sedikit terdengar lebih keras dari sebelumnya.

"..."

Oh astaga, apa dia ini tuli? Kenapa sampai sekarang masih tak ada jawaban juga? Yena telah kehilangan mood nya untuk bertanya pada Yeonjun. Siapa yang tidak jengkel kalau ucapannya tidak dijawab sama sekali? Seperti bicara dengan hantu saja.

"Cih, dasar pelit."

Gadis itu membuang mukanya malas. Sesaat setelahnya, ia berniat untuk menepuk bahu Sena yang duduk tepat didepan bangkunya. Tentu saja untuk meminjam pulpen. Namun belum sempat tangan Yena mendarat di bahu Sena, Yeonjun menahan tangannya.

"Apa kau bilang? Katakan sekali lagi." tanyanya ketus.

Yena mengerutkan keningnya bingung. Kemudian memutar posisi badannya agar bisa menghadap kearah Yeonjun.

"Perkataanku yang mana? Aku mengatakan banyak hal barusan. Boleh kupinjam pulpenmu, milikku tintanya habis, aku berbicara deng-"

"Yang terakhir tadi." potong Yeonjun.

"Eoh, kau pelit. Kenapa? Ada yang salah dengan perkataanku?"

"Tentu saja salah. Jangan sembarangan bicara." balas Yeonjun.

"Kau memang pelit, sombong pula. Tadi jelas-jelas aku berbicara padamu tapi kenapa kau tak menjawab? Bahkan menatapku saja tidak, dasar makhluk es menyebalkan." ujar Yena yang kini mulai emosi.

"Kenapa nada bicaramu begitu? Sejak tadi aku tidak menaikkan nada bicaraku!" balas Yeonjun.

"Siapa juga yang memulai ini semua hah? Kalau kau menjawab ucapanku dan meminjamkanku sebuah pulpen, mungkin aku juga tak akan mengataimu pelit."

"Sudahlah, kau membuatku emosi.:

Lelaki itu merogoh tasnya dan mengambil satu pulpen. Kalau memang mau memberi Yena pinjaman, kenapa tidak dari tadi saja? Haruskah perdebatan konyol ini terjadi dulu?

"Ambilah, kalau perlu tidak usah dikembalikan, bawa pulang saja. Ini sudah cukup membuktikan bukan bahwa aku tidak pelit"

"Yasudah terserah." ucap Yena tak kalah dingin seraya meraih pulpen itu.

Gadis itu berusaha menghela nafas nya dalam. Mencoba berfikir positif saja, anggap orang macam Yeonjun ini hanya ada satu dan tak ada lagi yang sepertinya.

***

'Kriingg!!!'

Bel pulang sekolah telah berbunyi, Yena merapikan barang barangnya dengan cepat kemudian langsung menghampiri Sena untuk pulang bersamanya, ya seperti yang ia bilang dikantin tadi.

"Kita jadi pulang bersama 'kan?" tanya Yena memastikan.

"Tentu saja, kajja." ajak Sena.

Yena berjalan beriringan dengan Sena keluar dari kelas. Saat sampai di gerbang depan sekolah, ada sebuah mobil berwarna hitam tampak menghampiri mereka berdua. Sepertinya bukan appa Yena, hari ini dia lembur lagi. Berbeda dengan Yena yang sedang kebingungan, Sena justru memberikan ekspresi senang.

"Eoh oppa, kenapa tidak bilang kalau mau menjemputku. Ah, Yena kenalkan ini kakak ku." ujar Sena yang membuat Yena sedikit terkejut.

Yena sedikit membungkuk kan badannya karena baru saja dikenalkan oleh Sena. Dia tersenyum manis. Astaga ternyata dia sangat tampan.

"hai, aku Kim Namjoon, kakak nya Sena" dia tersenyum ramah pada Yena.

"Iya. Aku Park Yena, teman baru Sena. salam kenal." balas Yena.

"Kalau begitu, ayo kita pulang bersama. Yena, biar kuantar kerumahmu dulu."

"Arasseo, maaf kalau aku merepotkan." jawab Yena tidak enak.

***

Mobil Namjoon berhenti tepat di depan sebuah pagar berwarna putih. Sebelum turun, tentu saja Yena mengucapkan terima kasih lantas keluar dari mobil dan masuk kedalam rumahnya. Perlahan, mobil hitam itu mulai menjauh dari sana.

Yena membuka pintu kamar dan langsung merebahkan tubuh di kasur kesayangan nya. Mengingat sejenak kejadian kejadian dihari pertama sekolahnya ini. Tadi saat berada di mobil mereka banyak bercerita.

Ternyata oppa nya Sena itu juga kelas 12, tapi dia tidak satu sekolah dengan Sena. Dia sangat ramah dan senyumannya sangat manis ditambah dengan dimple di pipi kirinya. Ah, Yena jadi tersenyum senyum sendiri memikirkannya.

"Oh astaga. Tuhan tolong sisakan manusia seperti dia untukku." harap Yena.

"Jelas saja sifatnya sangat berbanding terbalik dengan makhluk es yang duduk disampingku itu, dasar menyebalkan."

Seketika tubuh Yena sedikit merinding.

Apa apaan ini?

Sungguh tidak lucu.

Kenapa Yena jadi memikirkan Yeonjun?

"Aarrgghh" ucap nya sambil mengacak surai nya kasar.

Gadis itu beranjak dari tempat tidur dan segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

TBC


Semoga suka, jangan lupa vote+ comment♡

You're My Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang