Petang ini awan tampak mendung. Langit menggelap dan menurunkan tetes air yang jatuh percuma ke permukaan bumi.
Meski tahu saat ini tengah hujan, jalan Yena tetap lamban. Ia mengenakan jaket yang menutup hampir seluruh tubuhnya. Menaikkan tudung dan menyimpan kedua tangan disaku sisi jaket nya.
Sebuah coffee shop diujung jalan menjadi tempat tujuan Yena. Dengan pandangan kosong dan keadaannya yang sedikit basah, gadis itu mulai membuka pintu dan menuju ke meja kasir. Aroma biji kopi mengeruak memenuhi rongga hidung.
"satu americano"
Sampai beberapa saat kemudian ponselnya berdering, sebuah panggilan masuk.
'Drrtt...Drrtt...'
Dengan gerakan sigap ia mengangkat tanpa melihat si penelepon.
"kenapa?" katanya dengan suara yang lemah.
Seseorang diujung sana sedikit terkejut. "Yena, kau sakit? kalau begitu biar aku datang kerumahmu"
Kening Yena berkerut samar, kemudian beralih melihat nama kontak yang tertera pada ponselnya.
"eoh Sena-ya. maaf, aku tak apa kok. ada apa menelfon?"
"begitukah? baguslah kalau kau sehat. kau tau tidak aku baru saja membeli apa?"
Gadis itu meraih cangkirnya kemudian berjalan untuk duduk disalah satu kursi sembari menjawab, "apa itu?"
"gaun merah dengan motif mawar! aku membelinya sepasang agar dihari perpisahan nanti kita bisa mengenakan gaun yang sama. eottae? kau menyukainya?"
Untuk sejenak, Yena tertegun. Ia bingung harus menjawab apa. "benarkah? tentu aku menyukainya. t-tapi kau tau, aku tidak akan datang dihari perpisahan besok lusa"
"apa? bagaimana- maksudku, kenapa? itu hari yang terlalu penting untuk dilewatkan. benar bukan dugaanku, kau sakit ya?"
Yena menghirup napas dalam-dalam. "tidak, bukan sakit. aku sekarang berada di Jepang. aku menerima tawaran appa untuk melanjutkan kuliah disini"
Gadis diujung sana mendengus kesal. "aish, jinjjayo? kenapa tidak mengabariku saat pergi? aku pasti akan merindukanmu"
"aku terlalu buru buru. jadi tidak sempat. maaf, aku tau aku pasti akan merindukanmu juga"
"arasseo. kau jaga diri baik baik, jangan lupakan aku. kalau ada kesempatan untuk ke Jepang, aku pasti mengunjungimu"
"iya, terimakasih. kau memang sahabat terbaikku" ujar Yena sedikit terharu.
'pip..'
Panggilan telah terputus, tapi ponsel masih menempel pada telinga kanannya.
Sejenak pikirannya kalut, apa ia terlalu gegabah dalam mengambil keputusan? Tidak sedikitpun sahabat dan orang orang terdekatnya di Seoul terlintas dalam pikiran Yena.
Tujuannya hanya satu.
Pergi dan tidak melihat Yeonjun lagi.
Oh sungguh rasanya Yena ingin mati saja. Memikirkan semua ini membuat kepalanya pusing.
Dengan gerakan lamban ia mulai menurunkan tangannya dan kembali menyimpan ponsel kedalam saku.
"ini keputusan yang terbaik untukku"
***
Rembulan mulai menampakkan sinarnya. Yena yang baru saja keluar dari dalam kamar menghampiri neneknya untuk membantu menyiapkan makan malam.
"halmeoni, biar aku saja yang memasak"
"baiklah"
Dengan gerakan terlatih gadis itu meraih pisau, memotong bahan masakan, kemudian merebus air dan memasukkan semuanya kesana.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Boy ✔
Fanfiction[ COMPLETED ] "..Mencintaimu adalah kebahagiaan untukku. Jadi, haruskah aku berhenti mencintai untuk kebahagiaanmu?" - Park Yena #53 - tomorrowbytogether [120720] #53 - moa [121020] #68 - choiyeonjun [250620] #82 - tomorrowxtogether [130720] #93 - c...